Dewan Perwalian Kadipaten Pakualaman (bahasa Belanda: Raad van Beheer over de Pakualamsche Zaken) adalah suatu dewan perwalian yang mengurusi pemerintahan Kadipaten Paku Alaman yang ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Masa tugas dewan ini adalah antara 20 Agustus 1903-16 Oktober 1906.
Sejarah
Mangkatnya KGPAA Paku Alam VI yang mendadak karena sakit menimbulkan persoalan dalam pergantian tahta. Putra sulungnya BRMH Surtiyo yang bersekolah di Nederland telah mangkat dan dimakamkan di negeri kincir angin itu. Sedangkan adiknya BRMH Surarjo masih berekolah di HBS Semarang. Pilihan yang sulit antara BRMH Surarjo (putra Paku Alam VI), KPH Notodirojo (putra Paku Alam V, adik Paku Alam VI) ataukah KPH Sasraningrat (putra Paku Alam III, mertua Ki Hajar Dewantara) harus dihadapi keluarga Paku Alaman.
Pemerintah Hindia Belanda mengangkat wali sementara KPH Sasraningrat sampai 1903. Pemerintah Hindia Belanda akhirnya menetapkan Surarjo yang akan menggantikan almahrum Paku Alam VI, tetapi dia harus terlebih dahulu mnyelesaikan studinya. Oleh karena itu Pemerintah Hindia Belanda menetapkan suatu dewan perwalian yang mengurusi pemerintahan Kadipaten Paku Alaman.
Susunan Raad van Beheer
Ketua
|
Residen Yogyakarta, John Ricus Couperus
|
Anggota
|
KPH Sasraningrat, Putera Paku Alam III
KPH Notodirojo, Putera Paku Alam V
Asisten Residen Yogyakarta, P.H. van Andel
Asisten Residen Kulon Progo, F.C.H. van der Moore
Sekretaris Karesidenan Yogyakarta C. Canne
|
Wali Kadipaten Pakualaman sehari-hari
|
KPH Notodirojo
|
Masa tugas
|
20 Agustus 1903-16 Oktober 1906
|
Tugas
Tugas yang harus dihadapi dewan ini adalah membuat perhitungan keuangan tahunan Kadipaten. Pada saat dewan ini pula dipisahkan antara keuangan Kadipaten Pakualaman dan Paku Alam pribadi. Karena KPH Sasraningrat mengundurkan diri maka KPH Notodirojo memegang perwalian sehari-hari.
KPH Notodirojo berpendidikan HBS Semarang dan Jakarta. Dalam menjalankan tugas perwalian dia dapat menyelesaikannya dengan baik. Notodirojo sendiri memiliki 17 putra-putri. Setelah 3 tahun Pemerintah Hindia Belanda memanggil BRMH Surarjo yang sedang belajar di Jakarta sehubungan dengan akan berakhirnya tugas dewan perwalian.