Datu adalah gelar yang digunakan di berbagai tempat di Asia Tenggara. Jika ditelisik dari sejarahnya, Datu berasal dari istilah Proto Melayu-Polinesia yang merujuk pada silsilah atau marga resmi. Kemudian, istilah ini dalam perkembangannya juga dikaitkan dengan pemimpin, pendeta, bangsawan, dan leluhur.[1]
Kata Datu juga ditemukan dalam prasasti Kota Kapur. Dalam prasasti ini, kata Datu digunakan untuk menegaskan kekuatan dan keagungan dari seseorang, yakni Datu Sriwijaya. Berdasarkan hal itu pula, Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai 'Kedatuan' yang berarti tempat bersemayamnya wujud rohani dan jasmani sang Datu.[1]
Dalam perkembangannya, istilah Datu juga banyak digunakan di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti:
- Datu yang berarti penguasa/pemimpin/raja, istilah ini dipakai di Kalimantan Timur bagian utara, misalnya Raja Tidung dan Raja Bulungan bergelar Datu. Di lain tempat gelar datu mengalami perubahan menjadi Datuk, Dato', Ratu, Latu dan sering kali sudah memiliki makna atau pengertian yang khusus pula, misalnya di Malaysia ada Datuk Siti Nurhaliza (bukan Dato').
- Datu yang berarti buyut, dipakai dalam bahasa Banjar dan bahasa Brunei. Dalam bahasa Brunei nenek moyang disebut datu nini, sedangkan dalam bahasa Banjar disebut nini datu. Di Kalimantan Selatan para alim ulama (sunan) yang sudah lama meninggal pada zaman lampau, oleh generasi sekarang sering pula disebut dengan tambahan Datu di depan namanya, misalnya Datu Kalampaian, Datu Landak, Datu Sanggul, Datu Nuraya, Datu Ingsat dan sebagainya.
- Datu adalah salah satu gelar yang umum dipakai oleh para pemimpin, pangeran, atau raja yang berdaulat[2] di wilayah Filipina.
Lihat pula
- Datuk, variasi penulisan gelar ini yang umum digunakan di Sumatra dan Semenanjung Malaysia
Referensi
- ^ a b Andaya, Leonard Y. (2019). Selat Malaka: Sejarah Perdagangan dan Etnisitas. Depok: Komunitas Bambu.
- ^ For more information about the social system of the Indigenous Philippine society before the Spanish colonization see Barangay in Enciclopedia Universal Ilustrada Europea-Americana, Madrid: Espasa-Calpe, S. A., 1991, Vol. VII, p.624: Los nobles de un barangay eran los más ricos ó los más fuertes, formándose por este sistema los dattos ó maguinoos, principes á quienes heredaban los hijos mayores, las hijas á falta de éstos, ó los parientes más próximos si no tenían descendencia directa; pero siempre teniendo en cuenta las condiciones de fuerza ó de dinero.