Dana perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah (otonom) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.[1]

Klasifikasi

Dana Perimbangan terdiri atas:

  1. Dana Bagi Hasil (DBH), terdiri dari:
  a. DBH Pajak:
     i.   Pajak Bumi dan Bangunan
     ii.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
     iii. Pajak Penghasilan:
          i.  Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
          ii. Pajak Penghasilan Pasal 21
  b. DBH Sumber Daya Alam:
     i.  Kehutanan:
         * Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH)
         * Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
         * Dana Reboisasi (DR)
     ii. Pertambangan Umum:
         * Iuran Tetap (Land-rent)
         * Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (Royalty)
     iii. Perikanan:
         * Pungutan Pengusahaan Perikanan
         * Pungutan Hasil Perikanan
     iv. Pertambangan Minyak Bumi
         * Setoran Bagian Pemerintah; atau
         * Iuran Tetap dan Iuran Produksi
     v.  Pertambangan Gas Bumi
     vi. Pertambangan Panas Bumi
  1. Dana Alokasi Umum
  2. Dana Alokasi Khusus

Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH bersumber dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam.

DBH Pajak

DBH Pajak merupakan bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh WPOPDN), dan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21).

Yang dimaksud dengan PPh WPOPDN adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang berlaku, kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8).

DBH PBB

Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% untuk Pemerintah (Pusat) dan 90% untuk daerah. DBH PBB untuk daerah sebesar 90% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

  • 16,2% untuk provinsi yang bersangkutan;
  • 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
  • 9% untuk biaya pemungutan.

Bagian Pemerintah sebesar 10% dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota. Alokasi untuk kabupaten dan kota dibagi dengan rincian sebagai berikut:

  • 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota; dan
  • 3,5% dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB Perdesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

DBH BPHTB

Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

  • 16% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.

Bagian Pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21

Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% dengan rincian sebagai berikut:

  • 8% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan, yang dirinci lagi sebagai berikut:
  • 8,4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar; dan
  • 3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.

Penetapan Alokasi DBH Pajak

Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Alokasi DBH PBB dan DBH BPHTB ditetapkan berdasarkan rencana penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran bersangkutan, paling lambat 2 bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.
  • Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21:
  • Alokasi untuk masing-masing daerah terdiri atas:
  1. Alokasi Sementara yang ditetapkan paling lambat 2 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan; dan
  2. Alokasi Definitif (pembagian definitif) yang ditetapkan paling lambat pada bulan pertama triwulan keempat tahun anggaran berjalan.
  3. Alokasi didasarkan atas rencana penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.
  4. Alokasi didasarkan atas prognosa realisasi penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.

Penyaluran DBH Pajak

DBH Pajak disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran berjalan. Untuk DBH PBB dan BPHTB bagian daerah, penyalurannya dilaksanakan secara mingguan. Sedangkan untuk PBB dan BPHTB bagian Pemerintah, penyalurannya dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

Pengecualian untuk PBB bagian Pemerintah yang dialokasikan sebesar 3,5% sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB-P2 tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan, penyalurannya hanya dilaksanakan dalam bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dilaksanakan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran berjalan. Penyaluran dilaksanakan secara triwulanan, dengan perincian sebagai berikut:

  • penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga masing-masing sebesar 20% dari alokasi sementara; dan
  • penyaluran triwulan keempat didasarkan pada selisih antara Pembagian Definitif dan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga.

Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga yang didasarkan atas pembagian sementara lebih besar daripada pembagian definitif, maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

DBH Sumber Daya Alam

DBH Sumber Daya Alam berasal dari:

  1. Kehutanan;
  2. Pertambangan Umum;
  3. Perikanan;
  4. Pertambangan Minyak Bumi;
  5. Pertambangan Gas Bumi; dan
  6. Pertambangan Panas Bumi.

DBH Sumber Daya Alam Kehutanan

DBH Kehutanan berasal dari:

  1. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH);
  2. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); dan
  3. Dana Reboisasi (DR).

DBH Kehutanan yang berasal dari IIUPH untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian:

  • 16% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 64% untuk kabupaten/kota penghasil.

DBH Kehutanan yang berasal dari PSDH untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian:

  • 16% untuk provinsi yang bersangkutan;
  • 32% untuk kabupaten/kota penghasil; dan
  • 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

DBH Kehutanan yang berasal dari PSDH dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Kehutanan yang berasal dari DR, sebesar 40% dibagi kepada kabupaten/kota penghasil untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Umum

DBH Pertambangan Umum berasal dari: 1. Iuran Tetap (Land-rent); dan 2. Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (Royalty).

Dari Wilayah Kabupaten/Kota DBH Pertambangan Umum dari Iuran Tetap sebesar 80% yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian:

  • 16% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 64% untuk kabupaten/kota penghasil.

DBH Pertambangan Umum dari Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi sebesar 80% yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian:

  • 16% untuk provinsi yang bersangkutan;
  • 32% untuk kabupaten/kota penghasil, yang dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan; dan
  • 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Dari Wilayah Provinsi DBH Pertambangan Umum dari Iuran Tetap yang berasal dari wilayah provinsi adalah sebesar 80% (delapan puluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan; DBH Pertambangan Umum sebesar 80% dari Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi yang berasal dari wilayah provinsi dibagi dengan rincian:

  • 26% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 54% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, yang dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

DBH Sumber Daya Alam Perikanan

DBH Perikanan berasal dari Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan. DBH Perikanan untuk daerah sebesar 80% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.

DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi

Dari Wilayah Kabupaten/Kota

DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan rincian sebagai berikut:

  • DBH bagian pertama sebesar 15% dibagi dengan rincian:
  • 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;
  • 6% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan
  • 6% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
  • DBH bagian kedua sebesar 0,5% dibagi dengan rincian sebagai berikut:
  • 0,1% untuk provinsi yang bersangkutan;
  • 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil; dan
  • 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

DBH Pertambangan Minyak Bumi yang dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Dari Wilayah Provinsi

DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan rincian sebagai berikut:

  • DBH bagian pertama sebesar 15% dibagi dengan rincian:
  • 5% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 10% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.
  • DBH bagian kedua sebesar 0,5% dibagi dengan rincian sebagai berikut:
  • 0,17% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 0,33% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.

DBH yang dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Gas Bumi

Dari Wilayah Kabupaten/Kota

DBH pertambangan gas bumi sebesar 30,5% berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan rincian sebagai berikut:

  • DBH bagian pertama sebesar 30% dibagi dengan rincian:
  • 6% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;
  • 12% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan
  • 12% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
  • DBH bagian kedua sebesar 0,5% dibagi dengan rincian:
  • 0,1% untuk provinsi yang bersangkutan;
  • 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil; dan
  • 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

DBH Pertambangan Gas Bumi untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Dari Wilayah Provinsi

DBH Pertambangan Gas Bumi sebesar 30,5% berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan gas bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dengan rincian sebagai berikut:

  • DBH bagian pertama sebesar 30% dibagi dengan rincian:
  • 10% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 20% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.
  • DBH bagian kedua sebesar 0,5% dibagi dengan rincian:
  • 0,17% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 0,33% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan.

DBH Pertambangan Gas Bumi untuk seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Sumber Daya Alam yang berasal dari Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Gas Bumi yang termasuk dalam bagian kedua 0,5% wajib dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi

DBH Pertambangan Panas Bumi berasal dari: 1. Setoran Bagian Pemerintah; atau 2. Iuran Tetap dan Iuran Produksi.

DBH Pertambangan Panas Bumi untuk daerah sebesar 80% dan dibagi dengan rincian:

  • 16% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
  • 32% untuk kabupaten/kota penghasil;
  • 32% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, yang dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Penetapan Alokasi DBH Sumber Daya Alam

Prosedur penetapan alokasi DBH Sumber Daya Alam adalah sebagai berikut:

  • Menteri teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar penghitungan DBH Sumber Daya Alam paling lambat 60 hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri.
  • Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling lambat 60 hari setelah diterimanya usulan pertimbangan dari menteri teknis.
  • Ketetapan Menteri Dalam Negeri tersebut menjadi dasar penghitungan DBH sumber daya alam oleh menteri teknis.
  • Ketetapan menteri teknis disampaikan kepada Menteri Keuangan.
  • Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam untuk masing-masing daerah paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya ketetapan dari menteri teknis.
  • Perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk masing-masing Daerah ditetapkan paling lambat 30 hari setelah menerima ketetapan dari menteri teknis, perkiraan bagian Pemerintah, dan perkiraan unsur-unsur pengurang lainnya.

Penghitungan Realisasi Produksi DBH SDA

Penghitungan realisasi DBH sumber daya alam dilakukan secara triwulanan melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat dan daerah penghasil, kecuali untuk DBH sumber daya alam Perikanan. Dalam hal realisasi DBH sumber daya alam berasal dari penerimaan pertambangan minyak bumi dan/atau gas bumi perhitungannya didasarkan atas realisasi lifting minyak bumi dan/atau gas bumi dari kementerian teknis.

Penyaluran DBH Sumber Daya Alam

Penyaluran DBH dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan. Penyaluran dilaksanakan secara triwulanan. Penyaluran DBH Sumber Daya Alam dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

Penyaluran DBH Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Gas Bumi ke daerah dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar harga minyak bumi tidak melebihi 130% dari penetapan dalam APBN tahun berjalan. Dalam hal asumsi dasar harga minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan melebihi 130%, maka selisihpenerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi sebagai dampak dari kelebihan dimaksud dialokasikan dengan menggunakan formula Dana Alokasi Umum (DAU).

Ketentuan mengenai tata cara penghitungan selisih penerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pemantauan dan Evaluasi

Pembagian tugas Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi hasil adalah sebagai berikut:

  • Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran pendidikan dasar yang berasal dari DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi.
  • Menteri teknis melakukan pemantauan dan evaluasi teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DBH Dana Reboisasi (DR).
  • Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran rehabilitasi hutan dan lahan yang berasal dari DBH DR.

Apabila hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan pendanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan penambahan anggaran pendidikan dasar, maka Menteri Keuangan meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengalokasian DBH bagian 0,5% yang disediakan untuk anggaran pendidikan dasar untuk tahun anggaran berikutnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan, tata cara penyesuaian rencana alokasi dengan realisasi DBH Sumber Daya Alam, tata cara penyaluran,pedoman umum, [petunjuk teknis] pelaksanaan DBH, pemantauan dan evaluasi, dan tata cara pemotongan atas sanksi administrasi DBH diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) memberikan pertimbangan atas rancangan kebijakan DBH kepada Presiden sebelum penyampaian Nota Keuangan danRAPBN tahun anggaran berikutnya.

Dana Alokasi Umum

Umum

  • Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.
  • Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto dan ditetapkan dalam APBN.
  • Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal penentuan proporsi dimaksud belum dapat dihitung secara kuantitatif, maka proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%.

Mekanisme Pengalokasian

Formula dan Penghitungan Alokasi DAU

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) memberikan pertimbangan atas rancangan kebijakan formula dan perhitungan DAU kepada Presiden sebelum penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN tahun anggaran berikutnya. Menteri Keuangan kemudian melakukan perumusan formula dan penghitungan alokasi DAU dengan memperhatikan pertimbangan DPOD dimaksud. Formula dan perhitungan DAU disampaikan oleh Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan RAPBN.

DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dankapasitas fiskal.

Kebutuhan fiskal diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, danIndeks Pembangunan Manusia. Sedangkan kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlahgaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Data yang digunakan dalam penghitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal data dimaksud tidak tersedia, maka data yang digunakan adalah data dasar penghitungan DAU tahun sebelumnya.

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh provinsi. Bobot provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh provinsi.

DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota dihitung berdasarkan perkalian bobot kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh kabupaten/kota. Bobot kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota.

Kebutuhan fiskal daerah dihitung berdasarkan perkalian antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari perkalian masing-masing bobot variabel dengan indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan indeks Produk Domestik Regional Bruto per kapita.

Kapasitas fiskal daerah merupakan penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah dan DBH.

Kondisi penerimaan DAU berdasarkan nilai celah fiskal:

  • Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari 0, menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.
  • Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0, menerima DAU sebesar alokasi dasar.
  • Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal.
  • Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU.

DAU untuk daerah otonom baru

DAU untuk suatu daerah otonom baru dialokasikan setelah undang-undang pembentukan disahkan. Penghitungan DAU untuk daerah otonom baru dilakukan setelah tersedia data celah fiskal dan alokasi dasar untuk daerah baru tersebut. Dalam hal data dimaksud tidak tersedia, maka penghitungan DAU dilakukan dengan membagi secara proporsional dengan daerah induk. Dalam hal ini, penghitungan menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai.

DAU Tambahan

Kelebihan penerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan dialokasikan sebagai DAU tambahan. DAU tambahan dialokasikan kepada daerah berdasarkan formula DAU atas dasar celah fiskal.

Penetapan Alokasi

Alokasi DAU per daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Alokasi DAU tambahan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Penyaluran

DAU disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari alokasi DAU daerah yang bersangkutan. Tata cara penyaluran DAU dan DAU tambahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Dana Alokasi Khusus

Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional yang menjadi urusan daerah. Daerah Tertentu dimaksud adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Mekanisme Pengalokasian DAK

Program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah dimaksud. Menteri teknis kemudian menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus dimaksud kepada Menteri Keuangan.

Penghitungan DAK

Setelah menerima usulan kegiatan khusus dimaksud, Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK. Penghitungan alokasi DAK dimaksud dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu:

  1. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan
  2. Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.

Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal netto. Daerah yang memenuhi krietria umum merupakan daerah dengan indeks fiskal netto tertentu yang ditetapkan setiap tahun.

Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah. Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional danmenteri/pimpinan lembaga terkait.

Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK. Kriteria teknis dirumuskan melalui indeks teknis oleh menteri teknis terkait. Menteri teknis menyampaikan kriteria teknis dimaksud kepada Menteri Keuangan.

Penetapan Alokasi dan Penggunaan DAK

Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan penetapan alokasi DAK dimaksud, menteri teknis menyusun Petunjuk Teknis Penggunaan DAK. Petunjuk Teknis Penggunaan DAK dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Penganggaran di Daerah

Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK di dalam APBD. Penggunaan DAK dimaksud dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.

Daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana Pendamping dimaksud digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat kegiatan fisik. Daerah dengan kemampuan keuangan tertentu tidak diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping.

Penyaluran DAK

DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

Pelaporan

Kepala daerah menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, menteri teknis, dan Menteri Dalam Negeri. Penyampaian laporan triwulan dimaksud dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. Penyaluran DAK dapat ditunda apabila daerah tidak menyampaikan laporan dimaksud.

Menteri teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK setiap akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri.

Pemantauan dan Evaluasi

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama dengan Menteri Teknis melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK. Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan keuangan DAK. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan program dan kegiatan, penyaluran, dan pelaporan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Referensi

  1. ^ "Dana Perimbangan – Wikiapbn". www.wikiapbn.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-08-01. 

Pranala luar