Caping adalah sejenis topi berbentuk kerucut yang umumnya terbuat dari anyaman bambu. Caping ada juga yang terbuat dari daun pandan, atau sejenis rumputan,ataupun daun kelapa. Sebuah caping umumya dilengkapi dengan tali dagu yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan caping.
Selain bentuknya yang khas caping juga mempunyai kelebihan dibanding topi yaitu dapat menahan panas terik matahari saat cuaca panas (kepala dan leher) dan dapat menghalau air hujan saat cuaca hujan. Caping biasanya dipakai oleh para petani ketika sedang bekerja di sawah, meskipun ada juga dari golongan bukan petani yang menggunakannya, bahkan ada juga yang menggunakannya sebagai lampion / cup lampu. Caping sudah masuk menjadi bagian kebudayaan masyarakat jawa, caping dibuat menjadi nama sebuah lagu jawa berjudul Caping gunung. Caping ternyata tidak hanya digunakan di Indonesia tetapi juga digunakan di Asia Tenggara serta Asia Timur terutama di Tiongkok, Korea, Vietnam, Jepang dan sebagainya.
Indonesia
Di Indonesia terdapat beberapa jenis topi caping untuk bertani yang terdapat di beberapa daerah.
Jawa
Caping Jawa, berbentuk kerucut. Terbuat dari anyaman bambu, ada pula uang terbuat dari pandan dengan bentuk lebih mengerucut ketas disebut dengan sebutan Caping Gunung. Jenis caping ini paling sering digunakan petani di Jawa maupun yang berada di Transmigrasi, selain itu digunakan oleh nelayan jawa.
Caping Ponoragan adalah varian caping dari Ponorogo yang berbentuk tabung, juga disebut dengan nama Caping Reog atau Caping Cekutuk bentuknya unik seperti ember terbalik yangTerbuat dari anyaman bambu. Biasa disebut dengan caping Reog, karena masyarakat Ponorogo sering menggunakan topi caping ini saat melakukan maupun menghadiri pertunjukan Reog Ponorogo. Dalam Sejarah Caping ini pernah digunakan oleh anggota Sarekat Islam sebagai penanda antar anggota, dipilih caping ini karena berasal dari Kota Hos Cokroaminoto dan bentuknya mirip Fezy Turki[1], Selain itu Caping ini pernah digunakan properti dalam film Warok Singo Kobra tahun 1982. Pada 17 Agustus 2017, warga desa Lembah, Ponorogo yang mayoritas berprofesi sebagai petani melakukan upacara kemerdekaan Indonesia di tengah sawah, para petugas dan peserta upacara mengenakan caping ini.[2]
Caping Buyuk adalah varian caping dari Ponorogo, bentuknya bundar berukuran kecil seperti topi tamasya atau topi yang digunakan oleh karakter Luffy dari anime One Piece. Pada bagian atas ada yang berbentuk bulat dan tabung seperti Caping Ponoragan/cekutuk.[3]
Caping Kalo adalah varian caping dari Kudus yang berbentuk lingkaran pipih seperti tampah atau kukusan dimsum.[4] Caping kalo saat ini menjadi salah satu properti dalam pakaian adat khas Kudus.
Caping Keropak adalah varian Caping dari Demak yang berbentuk kerucut seperti halnya Caping Gunung, hanya saja bahan yang digunakan dari daun lontar pohon siwalan.[5]
Caping Teh adalah varian caping di Jawa yang digunakan petani di perkebunan teh, bentuknya sangat lebar berukuran jumbo dari ukuran caping pada umumnya, hal itu dikarenakan waktu petani teh banyak dihabiskan di perkebunan untuk memetik teh.
Kalimantan
Seraung, caping khas suku Dayak bentuknya kerucut. Pada bagian penahan kepala lebih tinggi sehingga wajah penggunanya lebih terlihat. biasanya diberi warna warni yang mencolok.
Vietnam
Di Vietnam, caping petani berbentuk kerucut disebut dengan Non La, terbuat dari anayaman bambu yang dilapisi daun lontar. Hingga saat ini Caping Non La sangat populer di Vietnam karena menjadi simbol nasional dan sejarah pergerakan di Vietnam, selain digunakan oleh petani juga dipakai oleh kalangan atas atau bangsawan.[6]