Benih Mardeka merupakan surat kabar dari Sumatera Utara yang menjadi media pertama yang menggunakan nama Merdeka dalam namanya.
Sejarah
Pendirian
Surat kabar ini terbit pertama kali pada tanggal 20 November 1916.[1] Koran ini ini didirikan oleh Tengku Raja Sabarudin (putra Raja Burhanuddin) yang merupakan Presiden Serikat Islam Cabang Medan.[2] Sabarudin juga merupakan mantan Wedana Meester Cornelis atau Jatinegara.[3] Selain menggunakan nama Benih Mardeka untuk surat kabarnya, Tengku Raja Sabarudin juga menggunakan nama “Setia Bangsa” untuk percetakannya.[2] Sabarudin membeli percetakan ini dari Heinemann & Co yang juga memiliki sebuah percetakan di Tarutung.[4] Surat kabar ini terdiri dari sekumpulan tokoh di Sumatera Utara, yaitu Mohammad Samin yang menjadi pemimpin redaksi yang juga merupakan komisaris Sarekat Islam (CSI) cabang Medan dan redakturnya, Mohammad Joenoes yang merupakan adalah wakil CSI Cabang Asahan. Melalui surat kabar ini diharapkan menanamkan benih cita-cita kemerdekaan bagi pembacanya. Sedangkan, kata “Setia Bangsa” mempunyai maksud agar mereka yang mendapat kedudukan baik dari pemerintah Belanda tidak melupakan bangsanya dan tetap setia pada perjuangan bangsanya.[2] Surat kabar ini terbit empat kali dalam seminggu yaitu, Selasa, Rabu, Kamis dan Sabtu. Surat kabar ini membawa slogan dalam setiap penerbitannya, yaitu "Orgaan oentoek menoentoet keadilan dan kemerdekaan".[6]
Perubahan pengurus dan pergantian nama
Pada surat kabar terbitan 3 April 1918, Samin tidak lagi ada di surat kabar Benih Merdeka yang digantikan oleh Sabaroedin menjabat sebagai direktur and kepala direktur dan pada terbitan 1 Agustus 1918 R. K. Mangoen Atmodjo menjabat sebagai redaktur dan Orang Kaza Ozir sebagai medewerker. Selanjutnya, terbitan Maret tahun 1919 mencantumkan Abdoel Moeis serta A. Ramli sebagai redaktur/ yang akan digantikan oleh Parada Harahap pada tanggal 10 Mei. Tanggal 24 Maret 1920, maklumat “Benih Merdeka” menyatakan Joenoes berhenti dan diganti oleh Amat alias Mohammad Noer, redaktur surat kabar “Sama Rata”. Kemudian, pada tahun yang sama dengan berhentinya Mohammad Joenoes, Benih Mardeka berganti nama menjadi Mardeka. Tengku Raja Sabarudin belum puas dengan kata "Benih Mardeka" yang hanya berarti benih. Ia rasa bahwa benih yang menjadi cita-cita bangsanya telah tertanam di dada bangsanya. Oleh karena itu, ia menghilangkan kata benih dan hanya menggunakan nama Mardeka.[2] Mulai saat ini, surat kabar ini terbit setiap hari, kecuali Minggu.[8] Pada tanggal 8 Januari 1921, Atmodjo menjadi pimpinan harian dan Dja Parlugutan menjadi redaktur baru.[2]
Bentuk kritik kepada pemerintah Belanda
Pada awalnya, surat kabar ini melakukan kritik kepada Pemerintah Belanda dalam beberapa bentuk untuk menghindari pengadilan. Salah satu bentuk kritik ini dilakukan dengan cara membuat pantun yang berjudul "Nasibnya Hindia" yang ditulis dalam nama samaran oleh Van Aarde.[2] Pantun ini diketahui ternyata ditulis oleh Hasanul Arifin yang berbunyi “Hindia bukan Tanah Wakaf, Hindia bukan Nasi Bungkus, Hindia bukan Rumah Komedi". Meskipun telah disamarkan dalam bentuk pantun, pantun ini tetap membuat Joenoes dipanggil dan diperkarakan karena dianggap melanggar Undang-Undang Pers pada masa itu meskipun mereka lolos dari tuntutan.[9] Kritik-kritik samaran juga muncul di pojok halaman dalam rubrik "Boeal" yang ditulis oleh penulis menggunakan nama samaran Meong. Salah satu kritik muncul dalam rubrik "Boeal" yang dimuat pada edisi April 1918 yang mengkritik Poenale sanctie yang menyebutkan bahwa peraturan ini lebih kejam daripada wabah pes yang membunuh orang dengan seketika, sedangkan peraturan tersebut membunuh rakyat dengan perlahan - lahan.[2]
Akan tetapi, setelah berganti nama, tepatnya pada edisi 4 April 1920, surat kabar ini mulai secara terang-terangan mengkritik pemerintah Belanda. Surat kabar ini melakukan liputan trthadap pemogokan di Sumatera Timur, yaitu di Deli Spoorweg Maatschappij yang mengalami kerugian senilai f. 200.000. Liputan ini merupakan liputan revolusioner karena pemogokan hanya banyak terjadi di Jawa dan belum pernah terjadi sebelumnnya di Sumatera Timur. Keberhasilan pemogokan ini juga atas peran Mohammad Samin selaku Ketua Dewan Penasehat Koalite Pemogokan.[2]
Kritik - kritik ini berlanjut dan membawa pemimpin redaksi saat itu, yaitu Soetan Parlindungan dipanggil ke pengadilan karena pada edisi 20 September 1920, Mardeka kembali memuat berita tentang penggusuran permukiman di kawasan Sumatera Timur karena intervensi modal asing yang masuk ke Hindia dengan menyebut Controleur F. Van Konijnenburg dari Labuhan Bilik bersama jaksa, empat orang polisi, dan 40 orang kuli yang dipimpin oleh Administrator Kebon Nomark Fredrieksen tanpa belas kasihan menggusur permukiman penduduk. [2]
Referensi
- ^ Azhari, Ichwan, ed. (2023). Benih Merdeka Koran Pertama Gunakan Kata Merdeka di Indonesia (PDF). Medan: Halaman Moeka Publishing. hlm. iii.
- ^ a b c d e f g h i Seabad Pers kebangsaan, 1907–2007 (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: I:Boekoe. 2007. hlm. 124–126. ISBN 978-979-1436-02-1. OCLC 289071007.
- ^ Nasution, Lia Anggia (2019). "Sejarah Pers Perempuan di Sumut (Studi Analisis Wacana Kritis Perspektif Feminis dalam Konten Koran ‘Perempoean Bergerak’ di Sumut)". JURNAL SIMBOLIKA Research and Learning in Communication Study (dalam bahasa Inggris). 5 (1): 59–85. doi:10.31289/simbollika.v5i1.2293. ISSN 2442-9996.
- ^ H, Muhammad T. W. (1996). Perlawanan pers Sumatera Utara terhadap gerakan PKI. Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI. hlm. 2.
- ^ Muhardiansyah, Yan (2016-02-09). "Koran Medan terang-terangan gagas kemerdekaan pada 1916". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-08.
- ^ Aiyub; Lubis, Z. Pangaduan; Isa, D. Syahrial (2000). Sejarah pertumbuhan sastra Indonesia di Sumatera Utara. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-459-010-2.
- ^ Lubis, Pandi (2022-05-22). "Kenapa Radio Domei Jepang Lebih Dahulu Menyiarkan Berita Proklamasi?". Global Cyber News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-16.
Daftar Pustaka