Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri adalah tradisi yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat Padukuhan Mancingan, Kalurahan Parangtritis, Kapanéwon Kretek, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1989. Upacara ini dilakukan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang harmonis, sejahtera, dan berkeadilan. Ritual tersebut juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.
Asal-usul
Tradisi ini berlangsung turun-temurun secara sederhana sejak tahun 1989 di kawasan Pantai Parangtritis. Namun, penyelenggaraannya semakin semarak seiring berjalannya waktu. Ritual ini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.[1]
Jika dilihat dari bahasa Jawa, bekti berarti "berbakti", pertiwi berarti "bumi", pisungsung berarti "persembahan", dan jaladri berarti "samudra". Secara keseluruhan, tradisi ini dianggap sebagai "bakti kepada ibu pertiwi" atau "ungkapan syukur atas berkah dari alam semesta".[2] Sementara itu, Abdul Halim Muslih (Bupati Bantul ke-31), menyebutkan jika leluhur telah mewariskan kepada generasi saat ini tentang nilai-nilai kehidupan dalam upacara adat ini, yaitu, greget, nyawiji, sengguh ora mingkuh, mangasah mingising budi, memasuh malaning bumi, dan hamemayu hayuning bawana.[3]
Ketika upacara digelar, warga Mancingan sepakat untuk tidak membuka toko, kios, dan warung. Begitu pula dengan para petani dan nelayan, mereka kompak meliburkan diri agar bisa fokus mengikuti jalannya upacara persembahan.[2] Masyarakat setempat menggelar upacara ini sebagai rasa syukur atas berbagai macam hasil panen, laut, dan dagang. Mereka akan melarung ubarampe (kelengkapan hajatan) ke Pantai Selatan.[1]
Tata cara
Upacara diawali dengan berkumpulnya masyarakat Mancingan di area Joglo Pariwisata yang berada di Pantai Parangtritis. Selanjutnya, mereka melakukan kirab budaya dan membawa ubarampe menuju cepuri yang terletak di Pantai Parangkusumo dengan mengenakan pakaian adat Yogyakarta lengkap. Setelah sampai cepuri, para abdi dalem melafalkan doa bersama dan dilanjutkan melarung ubarampe. Usai melakukan labuhan atau melarung sesaji ke laut, warga akan menggelar pertunjukan wayang kulit pada malam hari.[2]