Barongan Kudus merupakan salah satu bentuk kebudayaan Jenis Reog Ponorogo yang berada dan berkembang di Kudus, Jawa Tengah.[1]
Sejarah
Penyerangan Demak Ke Wengker
Kekalahan Demang Wengker ki Ageng Surya Alam akibat serbuan dari Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Lembu Kanigara membuat dendam prajurit wengker yang masih hidup. Pada awalnya Kerajaan Majapahit dan Demak sudah beberapa kali berkerja sama untuk menyerang wengker, tetapi selalu kalah dan kesulitanakan strategi perang yang dimiliki pihak wengker, hingga mendapat informasi bahwa titik lemah wengker pada senjata Demang Wengker dan dicurilah senjata tersebut oleh Lembu Kanigara melalui putri Demang Wengker, Niken Gandini. Hingga pada Wengker Kalah berganti nama menjadi Ponorogo dan diambil alih oleh Kesultanan Demak, prajurit Demang Wengker yang masih Hidup berencana untuk menghancurkan Kesultanan Demak.[2]
Prajurit Wengker dengan membawa barongan dari Ponorogo mendiami di sekitar wilayah terdekat kesultanan Demak seperti di kota Demak, Kendal, Semarang, Kudus, Jepara yang berambisi meruntuhkan kesultanan dengan cara membuat keributan yang tidak mudah untuk dilumpuhkan, meski hingga kesultanan Demak runtuh pun para prajurit wengker di kudus masih membuat keributan yang selalu membuat rakyat ketakutan.
Kekacauan Berdampak ke Kudus
Ketika kudus dibawah naungan kerajaan Belanda, pada abad ke 17 prajurit Wengker yang berada di kota Kudus dipimpin oleh Warok Suro Wage selalu melakukan kerusuhan hebat tiada henti pembegalan, perampokan, pembunuhan, penjarahan harta, peperangan yang meresahakan rakyat kudus yang kaya terutama rakyat belanda.
Kelompok Warok Suro Wage sulit dikenali pihak Belanda karena selalu menggunakan topeng bujang ganong dengan mengenakan pakaian tertutup serba hitam ketika melakukan aksi kejahatan. namun setelah merampok, harta hasil rampokan dibagikan kepada rakyat kudus yang kurang mampu serta mengadakan pesta dan pertunjukan barongan dengan cerita sindirian kepada raja majapahit yang dibawakan oleh ki ageng surya alam .
Akibatnya tentara kerajaan Belanda pun turun tangan dalam segi keamanannya karena sering menjadi tujuan perampokan. Namun para perusuh kelompok warok suro wage beserta anak buahnya rupanya lebih pandai, lebih pemberani, ahli ilmu bela diri kesaktian yang tinggi, kebal dan tangguh daripada tentara kerajaan Belanda, terlebih kelompok warok suro wage kebal senjata tajam dan peluru akhirnya penduduk tetap saja merasa resah dan dalam keraguan,sehingga tentara keamanan Belanda lumpuh total.
Hingga pada pihak Belanda melalui bupati kudus menunjuk warok suro wijoyo berasal dari ponorogo yang merupakan pengawal bupati Kudus untuk menangkap warok suro wage, karena hanya orang satu ilmulah yang mampu menghentikan aksi kejahatan warok suro wage.[3]
Penangkapan Warok Suro Wage
Warok Suro Wijoyo atau lebih dikenal Sowijoyo memohon bupati kudus untuk meminta bantuak kepada bupati ponorogo supaya memberikan bantuan dengan mengirim pasukan warok untuk menangkap warok suro wage dan bupati ponorogo menyetujui. warok suro wijoyo dengan mengenakan topeng pentul potrojoyo sebagai jimat bersama pasukan warok ponorogo mengejar kelompok warok suro wage hingga terjadi peperangan beradu kesaktian.
Pihak Warok Suro Wage mengalami kekalahan meski sama - sama sakti dan hebat dalam perang, tetapi karena pasukan warok suro wage kalah jumlah dibandingkan pasukan warok suro wijoyo dan di tangkap untuk menghadap kepada bupati kudus. Untuk merayakan kedamaian di kota kudus, di adakanlah pesta perayaan serta pertunjukan barongan dan mengangkat Warok Suro Wijoyo dari pengawal bupati menjadi adipati candi kudus kulon dengan gelar Pangeran Singopadon serta penyerahan hadiah berupa bidang tanah bahwa separuh dari kota Kudus, mulai dari batas kali Gelis ke barat.[4]
Kemudian dikeluarkanlah pengumuman dalam pertunjukan barongan di kudus dilarang memerankan tokoh bujang ganong karena simbol dari warok suro wage, maka tokoh bujang ganong di rubah dengan tokoh pentul potrojoyo.
Seni Pertunjukan
Tokoh dan Kostum
Dalam kesenian Barongan kudus terdapat beberapa tokoh yang meliputi sebagai berikut:
Singo Barong, terdiri dari kepala singa dan bulu merak menggambarkan seorang raja Majapahit bersama isterinya. Dalam pertunjukan, Singo Barong dibawakan oleh dua orang seperti reog ponorogo tradisional
Jathilan, Menggambarkan prajurit majapahit dengan dandanan banci. Dalam pertunjukan diperankan seorang pria dengan membawa patung anyaman kuda dari bambu.
Bujang Ganong, menggambarkan ki ageng surya alam. Dalam pertunjukan menggunakan pakaian warok serba hitam yang pernah digunakan warok suro wage ketika merampok, berbeda dengan kostum bujang ganong di Ponorogo.
Pentul Potrojoyo, menggambarkan abdi kelana sewandana. Dalam pertunjukan sebagai pengganti bujang ganong, pernah digunakan dalam warok suro wijoyo ketika menangkap warok suro wage.
warok, menggambarkan pasukan warok ponorogo. Dalam pertunjukan sebagai pimpinan pawang atau bomoh untuk menyadarkan penari yang mengalami kerasukan.
Musik
Dalam kesenian Barongan kudus terdapat beberapa alat musik tradisional meliputi sebagai berikut:
Selompret
Gong
Kenong
Kendang
Bonang
Pertunjukan
Biasanya, pertunjukan Barongan disajikan dengan sederhana diawali dengan melakukan ritual sesaji, setelah itu tarian-tarian dengan menampilkan seluruh tokoh, setelah selesai akan ditampilkan pertunjukan atraksi kekebalan tubuh dalam keadaan kesurupan atau tidak sadar diri.
Dalam Tokoh, Kostum, Musik memiliki hubungan dan persamaan dengan reog ponorogo meskipun berbeda. sama apabila masih berada pada zaman hindia belanda, berbeda karena reog ponorogo selalu melakukan inovasi untuk berbenah dalam budaya lebih maju.[5]
Film
Dalam dunia film nasional, Barongan kudus tampil mengisi bagian dari film yang berjudul Lari dari Blora yang tayang tahun 2007. Barongan kudus pada film ada pada pertunjukan seni budaya di jalan raya kota Blora, hal ini merupakan satu langkah lebih maju dibandingkan barongan blora yang tidak pernah muncul pada film nasional.