Ardini PangastutiArdini Pangastuti yang bernama lengkap Suciati Ardini Pangastuti (lahir 16 November 1960) merupakan pengarang sastra jawa periode kemerdekaan yang lahir di Kacangan, Tulungagung, Jawa Timur. Kini ia menetap di Sribitan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, dan menikah dengan Banuarli Ambardi, seoarang ilustrator dan pelukis dari Yogyakarta. Ayah beliau bernama Moesrin (alm.), seorang mantan guru, sedangkan ibunya bernama Kamilah. Riwayat HidupMasa KecilPendidikan formal Adini secara berturut-turut adalah SD, lulus tahun 1973 di Kacangan. SMP, lulus tahun 1976 di Ngunut. Dan SMEA, lulus tahun 1979 di Tulungagung, Jawa Timur..Meskipun ketika kecil Ardini tinggal di desa, ia senang membaca. Kegemarannya tersebut mendapat dukungan dari keluarga, terlebih karena ayahnya seorang guru. Beliau sering membawa buku cerita dan beberapa bacaan. Selain itu, di rumah neneknya juga banyak koleksi buku bacaan milik paman dan bibinya yang sekolah di kota. Bila hari Minggu atau hari libur, Ardini sering menginap di rumah neneknya. Kesempatan itu ia gunakan untuk membaca buku-buku tersebut meskipun denan cara mencuri-curi. Selain itu, ia juga senang mendengarkan cerita atau dongeng. Kalau sedang luang, ayahnya suka mendongeng untuknya saat akan tidur. Tetapi itu semua dijalaninya sampai ia kelas 3 SD. Karena setelah ia lancar membaca, ayahnya tidak pernah lagi mendongeng.. Namun, ia mempunyai kakak sepupu yang pandai mendongeng, sehingga ia sering menginap di rumah kakak sepupunya untuk mendengarkan dongeng. Hal itu berlangsung sampai ia lulus SD. Sejak SMP, Ardini mulai mengenal dunia luar karena ia sekolah di kota, sebab di desanya belum ada SMP. Oleh sebab itu, ia harus tinggal di rumah bibinya. Saat itu, ia mulai menulis puisi di buku hariannya. Ia diharapkan oleh orang tuanya menjadi seorang guru. Namun menjadi guru bukanlah bakat dan keinginannya. Ia pun dkeberatan ketika dipaksa orang tuanya untuk sekolah di SPG, sehingga ia akhirnya masuk sekolah kejuruan (SMEA) karena ayahnya tidak mengizinkan masuk SMA. Setelah beberapa lama belajar di SMEA, ia merasa salah pilih. Namun, ia sadar bahwa semua itu sudah telanjur dan tidak perlu disesali. Karier KepengaranganKarier kepengarangannya tumbuh sejak SMP.Ketika itu, ia memulai dengan menulis puisi. Waktu SMEA (1978-1979) menulis cerpen untuk media di Jakarta, di koran " Shimponi" dan Swadesi.[1] Dua koran itu menyediakan rublik khusus untuk remaja. Ardini sering menulis di koran tersebut.. Namun,ia mengakui bahwa dirinya baru menekuni dunia karang-mengarang secara intens sejak tahun 1986. Pada awalnya, ia secara iseng mengirimkan cerkaknya ke Jaya Baya, dan ternyata cerkaknya yang berjudul "Diary Biru" tersebut dimuat. Sehingga, ia terus mencoba dan mencoba lagi menulis.. Kegiatan mengarangnya semakin berkembang sekitar tahun 1992-1994 ketika ia menjadi redaktur majalah Jawa Anyar di Solo. Sejak tahun 1995, ia menjadi penulis lepas. Karya-karyanya cukup beragam, yaitu berupa cerpen anak-anak, cerpen remaja, geguritan, dan cerita bersambung (novel). Cerbung pertamanya berjudul "Isih Ana Dina Esuk" yang dimuat dalam Djaka Lodang (1988). Terkadang ia menggunakan nama samaran Eva rahmawati untuk karya-karyanya. Suatu ketika, sanggar triwida di Tulungagung mengadakan sarasehan dengan mengundang seluruh pengarang se-Jawa dalam rangka ulang tahunnya. Ardini hadir pada sarasehan tersebut sehingga ia dapat bertemu dengan banyak pengarang sastra Jawa, seperti Suparto Brata dan lainnya. Stelah sarasehan, Tiwiek S.A dan Tamsir A.S mengajaknya bergabung menjadi anggota sanggar.[2] Ardini mengiyakan ajakan tersebut. Setelah menjadi anggota sanggar, ia lebih bersemangat dalam menulis. Pada tahun 1989, ia pindah ke Yogyakarta dan bergabung dengan Suparto Brata, Tamsir A.S, dan J.F.X Hoery untuk menerbitkan majalah Praba dengan format baru. Disini ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dan belajar banyak hal, mulai dari belajar menulis berita, mengedit, menulis artikel, sampai tajuk. Dan bersamaan dengan itu, majalah Djaka Lodang yang berkantor pusat di Yogyakarta menawarinya untuk ikut bergabung. Namun, ia lebih memilih untuk mengikuti suaminya yang pindah kerja di Semarang. Ketika di Semarang, ia merasa asing karena tidak ada komunitas penulis sastra Jawa sehingga ia harus mondar-mandir Semarang-Jogja untuk bergabung dengan sanggar sastra Jawa di Jogja. Tahun 2005, Ardini bersama kawan-kawan yang tergabung dalam komunitas Djawa Gandrung antara lain Sulebar M. Soekarman, Bondan Nusantara, Suryanto Sastroatmojo, Purwatmadi Admadipurwa, dll mendirikan majalah Djawa Nilakandhi dan Ardini ditunjuk sebagai pemimpin redaksi[3].. Namun, majalah itu hanya bisa bertahan dua tahun. Pada tahun 2009-2013 Ardini bergabung dengan majalah Djaka Lodang sebagai redaksi di sana. Tahun 2018 masuk dalam tim redaksi Majalah Sempulur,sebuah majalah budaya yang diterbitkan oleh Kunda Kabudayan DIY. Tahun 2020 vakum dari keredaksian dan tahun 2021 masuk lagi sebagai tim redaksi sampai sekarang[4].. Karya
Referensi
|