Anosmia (Bahasa Inggris: smell blindness) adalah hilangnya kemampuan seseorang untuk mencium bau, baik sebagian maupun secara total.[1] Kondisi tersebut juga dapat membuat seseorang tidak bisa merasakan makanan. Sehingga dapat memicu hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, malnutrisi, dan bahkan depresi.[2] Anosmia biasanya bersifat sementara, tetapi ada juga yang permanen.[2]
Anosmia adalah hilangnya kemampuan seseorang untuk mencium bau, baik sebagian maupun secara total. Definisi lain anosmia adalah kelainan yang terjadi pada indra penciuman.[1]
Istilah anosmia berkaitan dengan hiposmia dan hiperosmia. Hiposmia mengacu pada penurunan indra penciuman atau penurunan kemampuan untuk mendeteksi bau melalui hidung.[3] Sedangkan hiperosmiaadalah meningkatnya kemampuan indra penciuman.[4]
Gejala dan penyebab
Gejala utama orang yang mengalami anosmia yaitu hilangnya kemampuan indra penciumannya. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor usia ataupun faktor-faktor lainnya.
Faktor usia atau penuaan
Seiring bertambahnya usia, indra penciuman seseorang akan mengalami penurunan. Hal tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya anosmia pada seseorang. Berikut adalah kemungkinan alasan beberapa orang mengalami anosmia karena faktor usia :
Penurunan serabut saraf dan reseptor di bulbus olfaktorius (olfactory bulb) pada manusia.[5] Bulbus olfaktorius merupakan bagian penting pada otak yang berperan dalam hal penciuman, karena mengandung reseptor yang berfungsi mendeteksi aroma.[6]
Ada pula kasus anosmia yang terjadi karena kelainan genetik (seperti sindrom kallmann atau congenital insensitivity to pain),[7] kelainan tersebut disebut dengan anosmia bawaan (congenital anosmia).[8] Anosmia kongenital biasanya terjadi secara sporadis,[9] meskipun dalam beberapa kasus dapat terjadi pada suatu keluarga atau keturunan. Sampai saat ini penyebab pasti anosmia kongenital masih belum diketahui, dan juga cara pengobatannya masih belum ada.[7]
Iritasi pada selaput lendir yang melapisi indra penciuman
Penyebab terjadinya iritasi pada selaput lendir yang melapisi hidung di antaranya sebagai berikut :
Sinusitis
Merokok
Pilek merupakan penyebab paling umum terjadinya anosmia.[10] Pada kasus ini, anosmia biasanya bersifat sementara dan akan segera hilang dengan sendirinya.
Influenza
Rhinitis non-alergi adalah peradangan bagian dalam hidung yang tidak disebabkan oleh alergi.[11]
Rinitis alergi adalah peradangan yang terjadi pada rongga hidung akibat reaksi alergi.[12]
Penyumbatan saluran pernapasan
Berikut adalah beberapa kondisi penyebab terjadinya penyumbatan saluran pernapasan, di antaranya :
Tumor hidung adalah istilah untuk benjolan yang tumbuh di rongga hidung dan sekitarnya.[13]
Deviasi septum hidung adalah pergeseran dinding tipis yang membatasi kedua lubang hidung, sehingga tidak berada tepat di tengah.[15]
Kelainan tulang hidung yang terjadi pada tulang septum, sehingga tulang septum tidak lurus. Hal tersebut dapat menghalangi aliran udara yang masuk ke hidung.
Kerusakan pada saraf atau otak
Di dalam hidung manusia terdapat saraf pembau yang berfungsi sebagai penerima rangsang berupa bau. Saraf pembau tersebut merupakan reseptor utama indra penciuman pada manusia, yang akan melanjutkan informasi ke otak. Apabila terjadi kerusakan pada saraf pembau tersebut, maka dapat mengakibatkan terjadinya anosmia pada seseorang.[16] Berikut adalah kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan pada bagian bagian saraf tersebut, di antaranya:[2]
Anosmia idiopatik adalah anosmia yang terjadi pada seseorang, tetapi penyebab terjadinya anosmia tersebut tidak diketahui.[19]
Anosmia terkait COVID-19
Anosmia atau hilangnya indra penciuman merupakan salah satu gejala COVID-19 paling awal dan paling sering dilaporkan.[20] Selain itu, pada bulan Mei 2020, anosmia diakui sebagai gejala COVID-19 berdasarkan akumulasi bukti yang ada. Hal tersebut didukung dengan adanya meta-analisis yang menunjukkan hilangnya kemampuan indra penciuman pada 55% (dengan interval kepercayaan 95%, 38%, hingga 70%) pasien COVID-19.[21] Meskipun demikian, adanya gejala anosmia tidak dapat langsung didagnosis sebagai COVID-19 tanpa disertai tes diagnostik lainnya.
Selain mengalami anosmia, gejala COVID-19 juga sering disertai dengan adanya gangguan indra pengecap (dysgeusia). Contoh dari gangguan indra pengecap (dysgeusia) di antaranya yaitu mulut terasa asin, pahit, atau adanya rasa logam.[22] Meskipun demikian, pada awalnya anosmia dan dysgeusia dianggap tidak berkaitan dengan COVID-19. Hal tersebut karena gejala-gejala tersebut hanya terjadi pada 5% dari total pasien COVID-19 dari studi pertama oleh Mao et al yang dilakukan di China. Namun, studi yang dilakukan di Amerika Utara, Timur Tengah, dan utara mengalami peningkatan prevalensi gejala anosmia.[23]
Pengobatan yang disarankan terhadap pasien COVID-19 yang mengalami gangguan penciuman (anosmia) adalah dengan melakukan pengobatan terapi kortikosteroid.[24]
Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan dan pencegahan untuk penderita anosmia berbeda-beda, tergantung pada penyebabnya. Apabila anosmia disebabkan karena flu, alergi, atau infeksi sinus, maka biasanya anosmia akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.[2] Sedangkan untuk anosmia yang disebabkan karena kelainan genetik atau yang disebut dengan anosmia bawaan (congenital anosmia), masih belum ditemukan cara pengobatannya.[7]
Berikut adalah pengobatan dan pencegahan untuk anosmia, di antaranya sebagai berikut:
Apabila anosmia berkaitan dengan sinusitis atau gangguan pada hidung, maka disarankan untuk menggunakan semprotan hidung steroid (semprotan hidung kortikosteroid).[25] Penggunaan semprotan hidung steroid dianggap sebagai pengobatan efektif untuk penderita anosmia yang berkaitan dengan sinusitis.[26]
Apabila anosmia disebabkan oleh inflamasi pada mukosa hidung, maka dapat diobati dengan cara menggunakan glukokortikoid.[27]
Apabila anosmia disebabkan karena pilek atau alergi, maka biasanya anosmia akan membaik dengan sendirinya dan tidak memerlukan pengobatan khusus.[10] Penggunaan dekongestan dapat membantu menyembuhkan hidung yang tersumbat.[28]
Anosmia yang terjadi karena polip hidung atau sinus, maka disarankan untuk melakukan operasi pengangkatan polip. Apabila penyumbatan pada hidung telah hilang, pada umumnya penderita dapat mencium bau kembali.[29]
Disarankan untuk tidak merokok, karena merokok dapat memicu terjadinya anosmia.[30]
Diagnosis
Hilangnya kemampuan indra penciuman seseorang dapat terjadi secara tiba-tida dan sulit untuk diukur. Namun, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang menderita anosmia atau tidak, di antaranya sebagai berikut :
Anosmia dapat didiagnosis dengan menggunakan tes asetilsistein.[31]
CT scan menggunakan kontras untuk mendeteksi gangguan sinus, patah tulang hidung,[1] atau untuk menentukan jenis tumor otak.[32]
Pemindaian MRI yang menggunakan gelombang radio dan magnet untuk mendeteksi penyakit yang berkaitan dengan otak.[2]
Ada pula kasus anosmia yang terjadi karena kelainan genetik (seperti sindrom kallmann atau congenital insensitivity to pain),[7] kelainan tersebut disebut dengan anosmia bawaan (congenital anosmia).[8] Anosmia kongenital biasanya terjadi secara sporadis,[9] meskipun dalam beberapa kasus dapat terjadi pada suatu keluarga atau keturunan. Sampai saat ini penyebab pasti anosmia kongenital masih belum diketahui, dan juga cara pengobatannya masih belum ada.[7]
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekitar 3% orang yang berusia di atas 40 tahun menderita anosmia. Prevalensi gangguan penciuman meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) mengukur disfungsi penciuman pada 1.818 peserta. Dari hasil data survei yang dilakukan, hasilnya menunjukkan bahwa disfungsi penciuman dialami 4% pada usia 40-49 tahun, 10% pada usia 50-59 tahun, 13% pada 60-69 tahun, 25% pada usia 70-79 tahun, dan 39% pada usia di atas 80 tahun.[34]
Hari kesadaran anosmia
Hari Kesadaran Anosmia adalah hari untuk menyebarkan kesadaran atau memberikan dukungan terhadap kondisi hilangnya indra penciuman pada seseorang. Hari Kesadaran Anosmia diperingati setiap tahun pada tanggal 27 Februari.[35]
Hari Kesadaran Anosmia pertama kali dimulai pada tanggal 27 Februari 2012 oleh Daniel Schein, seorang pria asal Amerika Serikat yang mengalami anosmia (disfungsi indra penciuman). Gerakan yang awalnya dimulai olehnya melalui laman media sosial Facebook miliknya tersebut, telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan bahkan menjadi gerakan internasional.[36]
^ abc"Anosmia". Alodokter. 2018-02-22. Diakses tanggal 2021-03-01.
^ abcde"What Is Anosmia?". Healthline (dalam bahasa Inggris). 2013-08-20. Diakses tanggal 2021-03-01.
^School, McGovern Medical (2020-01-09). "Hyposmia and Anosmia". Otorhinolaryngology - Head & Neck Surgery (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-01.