Aming Aminoedhin adalah tokoh sastra jawa memiliki nama asli Mohammad Amir Tohar atau lebih dikenal Aming Aminoedin. Dilahirkan di Ngawi 22 Desember 1957 dan menyelesaikan studi ditempat yang sama dari SD hingga SMA. Gelar sarjana didapatkan di Jurusan Bahasa dan Sastra UNS dalam waktu 10 tahun. Memulai karier di Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur sampai akhirnya bekerja sebagai peneliti dan pembina sastra di Balai Bahasa Surabaya. Perhatiannya cukup besar pada sastra Jawa meski bidang yang digeluti adalah sastra Indonesia.[1]
Karya
Aming merupakan seniman yang cukup kreatif. Beberapa gagasan dalam dunia kesenian tertuang dalam berbagai acara kesenian seperti Malam Sastra Surabaya (Malasasa), Kereta Puisi, juga terdapat forum yang dipimpin olehnya yaitu Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS). Berbagai media masa dan antologi telah menerbitkan karya-karyanya seperti "Ngenget", "Wajah Bertiga", "Tanah Persada", "Konstruksi Roh", "Burung-Burubf", "Sketsa Sastra Indonesia", "Puisi Indonesia", "Langkah, Jejak", "Omonga Apa Wae". Terdapat pula tulisannya yang dimuat dalam antologi Kabar Saka Bendulmisi yang bertajuk Kumpulan Guritan (PPPSJS, 2001) yaitu "Kutha Surabaya" dan "Tanpa Mripat" diterbitkan oleh Drona Gugat (Bukan Panitia Parade Seni W.R. Supratman, 1995)
Puisi
Karya lain Aming termuat juga dalam Jawapos seperti puisi dengan judul:[2]
- Aku Masih Melihat (2010)
- Matematika Lailatul Qodr (2010)
- Dentang Suara (2010)
- Peluit itu Jadi Nyanyian (2010)
- Setelah Tamat (2010)
Referensi