Ahmad Shiddiq (24 Januari 1926 – 23 Januari 1991) adalah tokoh Nahdlatul Ulama yang pernah menjabat sebagai Rais Aam Syuriah pada tahun 1984 hingga 1991.
Riwayat Hidup
Kehidupan awal
KH. Achmad Shiddiq lahir dengan nama kecilnya, Achmad Muhammad Hasan, di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 (tanggal 24 Januari 1926). Ia adalah putra bungsu Kyai Shiddiq dari lbu Nyai H. Achmad ditinggalkan ibunya pada usia 4 tahun, kemudian ayahnya pada usia 8 tahun. Karena itu, kakaknya, Kyai Mahfudz Shiddiq, bertugas mengasuh Achmad, sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Abdullah yang masih berumur 10 tahun. Ada yang menduga, bahwa bila Achmad terkesan banyak mewarisi sifat dan gaya berpikir kakaknya (Kyai Mahfudz Shiddiq).
Setelah waktu berlalu, Kyai Mahfudz mengirim Achmad untuk menimba ilmu di Tebuireng. Semasa di Tebuireng, Kyai Hasyim melihat potensi kecerdasan pada Achmad, sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh Kyai Hasyim. Achmad dan beberapa putra-putra kyai dikumpulkan dalam satu. kamar.
Karena kepribadiannya yang tenang, Achmad disegani oleh teman-temannya. Di pondok Tebuireng itu pula, Kyai Achmad berteman dengan Kyai Muchith Muzadi, yang kemudian hari menjadi mitra diskusinya dalam merumuskan konsep-konsep strategis, khususnya menyangkut ke-NU-an, seperti buku Khittah Nandliyah, Fikroh Nandliyah, dan sebagainya.
Kecerdasan dan kepiawaiannya berpidato, menjadikan Achmad sangat dekat hubungannya dengan Wahid Hasyim. Kyai Wahid telah membimbing Kyai Achmad dalam Madrasah Nidzomiyah. Ketika Wahid Hasyim memegang jabatan ketua MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, Achmad Shiddiq dipercaya sebagai sekretaris pribadinya.
Setelah menyelesaikan belajar di pondok Tebuireng, Kyai Achmad Shiddiq mulai aktif di GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia) Jember. Kariernya di GPII melejit sampai kepengurusan tingkat Jawa Timur, dan pada Pemilu 1955, Kyai Achmad terpilih sebagai anggota DPR Daerah Sementara di Jember.
Perjuangan Kyai Achmad dalam mempertahankan kemerdekaan ’45 dimulai dengan jabatannya sebagai Badan Eksekutif Pemerintah Jember, bersama A Latif Pane (PNI), P. Siahaan. (PBI) dan Nazarudin Lathif (Masyumi). Pada saat itu, bupati dijabat oleh Soedarman, Patihnya R Soenarto dan Noto Hadinegoro sebagai sekretaris Bupati. Selain itu, Kyai Achmad juga berjuang di pasukan Mujahidin (PPPR) pada tahun 1947.
Pengabdiannya di pemerintahan dimulai sebagai kepala KUA (Kantor Urusan Agama) di Situbondo. Saat itu di departemen Agama dikuasai oleh tokoh-tokoh NU. Menteri Agama adalah KH. Wahid Hasyim (NU). Dan kariernya di pemerintahan melonjak cepat. Dalam waktu singkat, Kyai Achmad Shiddiq menjabat sebagai kepala, kantor Wilayah Departemen Agama di Jawa Timur.
Di NU sendiri, karier Kyai Achmad bermula di Jember. Tak berapa lama, Kyai Achmad sudah aktif di kepengurusan tingkat wilayah Jawa Timur, sehingga di NU saat itu ada 2 bani Shiddiq yaitu: Kyai Achmad dan Kyai Abdullah (kakaknya). Bahkan pada Konferensi NU wilayah berikutnya, pasangan kakak beradik tersebut dikesankan saling bersaaing dan selanjutnya Kyai Achmad Shiddiq muncul sebagai ketua wilayah NU Jawa Timur.