Adiwiyata sendiri memiliki makna, tempat yang ideal bagi seseorang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, norma dan etika dalam kehidupan sosial, khususnya di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Terdapat empat komponen dalam program Adiwiyata, yaitu kebijakan sekolah berwawasan lingkungan, kurikulum sekolah berbasis lingkungan, kegiatan sekolah berbasis partisipatif dan pengelolaan sarana dan prasarana pendukung ramah lingkungan.[3]
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.53/MENLKH/SETJEN/KUM.1/9/2019 tentang Penghargaan Adiwiyata, berikut pengertian Adiwiyata: "Adiwiyata adalah penghargaan yang diberikan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota kepada sekolah yang berhasil melaksanakan gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah." Pada dasarnya, Adiwiyata merupakan program yang ditujukan untuk mengatasi berbagai masalah terkait pencemaran lingkungan. Adiwiyata adalah program pemerintah yang ditujukan untuk mendidik anak-anak agar mencintai lingkungan hidup.[4]
Sejarah
Mengingat sejarah dan manfaatnya yang sangat besar, Adiwiyata diharapkan bukan sebatas nama program untuk tujuan lomba[5] saja, tetapi bisa dilaksanakan oleh semua pihak yang peduli lingkungan hidup, karena program ini terbukti mampu membangun karakter generasi bangsa.
Sebelum Adiwiyata menjadi ProgramNasional yang ditetapkan melalui peraturan bersama dua menteri, berikut catatan sejarahnya.
Pada tahun 1979 di bawah koordinasi Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup dibentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, di mana pendidikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan juga mulai dikembangkan. Pada tahun ini rintisan Garis-garis Besar Program Pengajaran Lingkungan Hidup diujicobakan di 15 Sekolah Dasar di Jakarta.
Tahun 1984
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman Pendidikan Nasional (Ditjen Dikdasmen Depdiknas), menetapkan bahwa penyampaian mata ajar tentang kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam kurikulum tahun 1984 dengan memasukan materi kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam semua mata pelajaran pada tingkat menengah umum dan kejuruan.
Tahun 1989
Pada tahun ini sampai tahun 2007, Ditjen Dikdasmen Depdiknas, melalui Proyek Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) melaksanakan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Sampai dengan berakhirnya tahun 2007, proyek PKLH berhasil mengembangkan Sekolah Berbudaya Lingkungan di 470 sekolah, 4 Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) dan 2 Pusat Pengembangan Penataran Guru (P3G).
Tahun 1996
Pada tahun ini Pengembangan Lingkungan Hidup juga dilakukan dan dipacu oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Bersama kepedulian itu terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan yang beranggotakan LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup.
Pada tahun 1996 ini juga disepakati kerja sama pertama antara Departemen Pendidikan Nasional dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, yang selanjutnya diperbaharui pada tahun 2005 dan tahun 2010. Hingga tahun 2010, tercatat 150 anggota Jaringan Pendidikan Lingkungan yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.
Tahun 1998
Tahun 1998 – 2000 Proyek Swiss Contact berpusat di VEDC (Vocational Education Development Center) Malang mengembangkan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Sekolah Menengah Kejuruan melalui 6 PPPG lingkup Kejuruan dengan melakukan pengembangan materi ajar PLH dan berbagai pelatihan lingkungan hidup bagi guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan termasuk guru SD, SMP, dan SMA.
Tahun 2003
Pada tahun 2003 Pendidikan Lingkungan Hidup di dikembangkan di 120 sekolah sampai tahun 2010, jumlah PSL yang menjadi Anggota Badan Koordinasi Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) telah berkembang menjadi 101 PSL.
Tahun 2005
Tahun 2005 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Pendidikan Nasional mengukir kesepakatan dalam kerja sama pemrograman Pendidikan Lingkungan Hidup. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, maka pada tahun 2006 di programkan pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan menengah melalui program Adiwiyata. Program ini pada awalnya menetapkan 10 sekolah di Pulau Jawa sebagai model dengan mengedepankan prinsip partisipatif yang melibatkan perguruan tinggi dan LSM yang peduli terhadap lingkungan hidup, dan pihak sekolah terkait.
Tahun 2006
Tahun ini adalah tahun bersejarah untuk pengembangan Sekolah Adiwiyata, dengan peminat dan inisiator pemrogramannya bertambah drastis. Sejak tahun 2006 sampai 2011 yang ikut partisipasi dalam program Adiwiyata mencapai 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se-Indonesia, di antaranya yang mendapat Adiwiyata Mandiri: 56 sekolah, Adiwiyata: 113 sekolah, calon Adiwiyata 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata mencapai 272 Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) Se-Indonesia.
Keadaan tersebut tidak langsung membuat KLH Puas karena dari data tersebut, sebarannya masih hanya di sebagaian besar pulau Jawa, Bali dan ibu kota provinsi lainnya. Peningkatan jumlah sekolah yang telah mencapai peringkat Sekolah Calon Adiwiyata hingga Sekolah Adiwiyata Mandiri terus berubah.
Tahun 2009
Tahun ini dikeluarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata. Namun belum dapat menjawab kendala yang dihadapi daerah, khususnya bagi sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata, terutama kendala dalam penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta sistem evaluasi dokumen dan penilaian fisik .
Dari kendala tersebut, maka dilakukan penyempurnaan Buku Panduan Pelaksanaan Program Adiwiyata 2012 dan sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemendikbud. Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar pengelolaan pendidikan.
Istilah dan Manfaat Adiwiyata
Adiwiyata terdiri dari dua kata yaitu Adi dan Wiyata yang berasal dari Bahasa Sanskerta.[2] Beberapa istilah yang terdapat dalam Adiwiyata di antaranya:
Program Adiwiyata terbukti menciptakan sekolah yang nyaman, aman dan harmonis, khususnya untuk kebutuhan belajar peserta didik. Secara otodidak peserta didik perlahan menjadi generasi yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumber daya disekitar sekolah terdidik melek terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
Dilansir dari buku Manajemen Sekolah: Madrasah Adiwiyata (2020) oleh Saeful Uyun dkk, manfaat Adiwiyata adalah: [10]
Mengubah perilaku warga sekolah untuk menerapkan budaya pelestarian lingkungan.
Meningkatkan penghematan sumber dana melalui pengurangan sumber daya dan energi.
Menghindari sejumlah risiko dampak lingkungan di wilayah sekolah.
Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan aktivitas atau kegiatan operasional sekolah.
Menciptakan kondisi kebersamaan bagi seluruh warga sekolah.
Memberi pelajaran kepada generasi muda mengenai pemeliharaan serta pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar.
Meningkatkan kualitas serta kondisi belajar yang lebih nyaman dan kondusif.
Meningkatkan kedisiplinan, kepuasan kerja, dan memunculkan keinginan untuk berprestasi serta belajar.
Inovasi dan Harapan Pembangunan
Karena manfaatnya yang sudah terbukti, maka Adiwiyata diharapkan bukan sebatas program sebagaimana yang dikutip dalam berbagai informasi responden dalam pemberitaan.
Sebelumya, Aten juga meneliti dua sekolah di Kabupaten Bandung yang dijadikan contoh dalam menata lingkungan yakni SMPN 1 Katapang dan SMAN 1 Cina. Disampaikannya, apabila pihak manajer sekolah atau kepala sekolah memiliki kepedulian kepada lingkungan, maka akan menular dan menyebar kepada karyawan, guru, dan para siswa. Manfaatnya suasana belajar dan mengajar kondusif sehingga prestasi anak meningkat.
Harapan itu menjadi salah satu inspirasi program Yayasan Jurnalisme Adiwiyata Harusalim (Yuwita Harusalim) dalam membangun sebuah program bernama Jurnalisme Adiwiyata Bermitra yang disingkat JUWITER yang dirancang sejak tahun 2011. Pada tahun 2011 untuk program Lingkungan Hidup, pihaknya menamakannya dengan Laskar Adiwiyata yang bekerja sama dengan SDN 10 Selebung Ketangga Kecamatan Keruak Lombok Timur. Karena Keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat juga sangat mendukung program ini untuk mewujudkan prinsip Partisipatif.
Jurnalisme Adiwiyata Bermitra juga merupakan konversi dari Program Ekstrakurikuler Jurnalistik Pelajar yang berdiri tahun 2005 di MAN Selong dengan pendirinya bernama Muhammad Hamzanw als Emzet Juwiter.[11] Salah satu tujuan program Juwiter ini adalah untuk mendorong dan memacu ditetapkannya kebijakan Program Adiwiyata di setiap sekolah, yang tidak sebatas berharap penghargaan lomba. Pelan dan berharap dukungan semua pihak dengan prinsip sederhana tetapi ada, Pendiri Lembaga ini memulai membangun inspirasi tersebut melalui kegiatan Ekstrakurikuler yang juga melahirkan karya Jurnalistik Siswa yang di tampung di Majalah Dinding dan Buletin Komunitas Sekolah dan program lainnya terkait Jurnalistik, Adiwiyata dan Bermitra.
Prinsip Dasar Program Adiwiyata
Jika Program Adiwiyata ingin berjalan maksimal dan dirasakan manfaatnya, maka harus berpondasi pada tiga hal di bawah ini yang juga menjadi prinsip Adiwiyata[12] sesuai peraturan Kementerian Lingkungan Hidup yaitu ;
Edukatif ; Prinsip ini mendidik programer Adiwiyata untuk mengedepankan nilai-nilai pendidikan dan pembangunan karakter peserta didik agar mencintai lingkungan hidup, baik lingkungan dalam sekolah, di rumah dan di masyarakat luas
Partisipatif ; Komunitas sekolah harus terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggungjawab dan peran. Partisipatif ini juga merupakan sebuah sikap yang harus ditunjukkan kepada lingkungan sekitar sekolah dari komite sampai pemerintahan setempat, harus dilibatkan, agar pelestarian lingkungan hidup dari sekolah bisa berdampak ke lingkungan sekitar
Berkelanjutan: Seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif/berkesinambungan
Untuk mencapai tujuan program Adiwiyata, maka ditetapkan 4 (empat) kriteria penilaian yang menjadi satu kesatuan utuh dalam mencapai sekolah Adiwiyata. Keempat kriteria tersebut adalah: