* Penampilan dan gol di klub senior hanya dihitung dari liga domestik
Abdul Sulaiman Kadir (27 Desember 1948 – 4 April 2003) adalah seorang mantan pemain sepak bola profesional Indonesia, yang bermain sebagai pemain sayap di tim nasional Indonesia dari tahun 1965 hingga 1979.[2] Karena kelincahannya dalam mengolah bola, Abdul Kadir mendapat julukan “Si Kancil”.[2] Dia adalah pemegang rekor jumlah penampilan dan pencetak gol terbanyak untuk Indonesia.[3] Pada bulan Desember 2021, ia dipastikan telah membuat 105 penampilan 'A' (111 secara keseluruhan) di tingkat internasional dan menjadi anggota FIFA Century Club, dan merupakan satu-satunya pesepakbola dari Indonesia yang bisa berada di posisi tersebut.[4]
Abdul Kadir pernah memperkuat timnas semasa dipegang pelatih asal Yugoslavia, Tony Pogacnik, Endang Witarsa, Djamiat Dhalhar, dan pelatih asal Belanda, Wiel Coerver. Ia pernah memperkuat timnas saat menjuarai Piala Raja 1968, Merdeka Games 1969, dan Pesta Sukan Singapura (1972). Kadir juga pernah memperkuat timnas saat menjadi runners up Piala Presiden Korsel (1970-1972).
Debutnya di Timnas PSSI adalah ketika berusia 16 tahun sudah ditarik masuk Timnas tampil di Ganefo (sekarang Asian Games) di Pyongyang pada 1964.
Abdul Kadir mulai mencuat namanya mulai era 1964. Berkat kelincahan yang tinggi meski bertubuh mungil, dia kemudian menjadi langganan tim nasional hingga 1979. Menurut rekan seangkatannya M Basri, Abdul Kadir telah membuktikan kepada dunia olahraga bahwa postur tubuh bukan merupakan ukuran yang pasti tentang kemampuan seorang atlet berprestasi.
Abdul Kadir memiliki teknik sepak bola yang sangat tinggi, bahkan tidak kalah dibandingkan pemain dunia saat itu seperti Pele. Maha bintang sepak bola asal Brasil itu pernah bermain di Stadion Dtama Senayan bersama klub Santos, Juni 1972 dan sedang berada di puncak kejayaannya setelah membawa Brasil memenangi Piala Dunia 1970.
Sesudah pertandingan persahabatan yang dimenangi Santos 3-2, Pele diundang ke TVRI untuk melakukan akrobat bola. Pemain nasional yang diminta mendampingi Pele adalah Abdul Kadir, yang mendapat julukan "Si Kancil" karena kelincahannya dalam mengolah si kulit bundar di lapangan hijau.
Abdul Kadir juga pernah menjadi saksi sejarah ketika tim Indonesia secara mengejutkan kalah dalam babak penyisihan grup Kualifikasi Olimpiade München 1972 di Rangoon. Ketika itu, Indonesia memang tim yang sangat diunggulkan. Presiden FIFA ketika itu juga mengakui bahwa pemain timnas Yudo Hadianto dan Abdul Kadir termasuk pemain yang sudah berkelas dunia. Indonesia berada satu grup bersama Thailand, India, dan Israel. Pada pertandingan pertama, ia berhasil membawa Indonesia menang telak 4-0 atas India. Dimana ia menyumbangkan satu gol bagi Indonesia serta memberikan satu assist bagi Jacob Sihasale. Di pertandingan kedua, Indonesia juga berhasil menang 4-2 atas Thailand. Namun dalam pertandingan terakhir ia dan kawan-kawan harus menyerah dari Israel 0-1. Apabila dengan hasil seri itu sudah cukup untuk membawa Indonesia melaju ke semifinal.
Indonesia vs Uruguay (1974)
Pada tanggal 19 April 1974, Indonesia kedatangan timnas asal Amerika Latin, Uruguay. Sebenarnya kedua tim memanfaatkan laga persahabatan ini sebagai laga ujicoba. Bagi Uruguay, ini sebagai pertandingan ujicoba untuk menghadapi pertandingan Piala Dunia 1974. Sedangkan bagi Indonesia sendiri, laga ini bertujuan untuk laga ujicoba ketika bertanding di Turnamen HUT Kota Jakarta 1974. Konon kursi kepelatihan Indonesia ketika itu berpindah dari Wiel Coerver ke Djamiat Dalhar dan ban kapten timnas berpindah ke tangan Aang Witarsa.
Sayangnya Timnas Uruguay ketika itu tidak membawa pemain intinya. Susunan pemain Indonesia ketika itu adalah:Ronny Paslah, Anwar Ujang, Subodro, Sutan Harhara, Jacob Sihasale, Nobon Kayamudin, Andi Lala, Anjas Asmara, Risdianto, Abdul Kadir, dan Waskito. Dalam pertandingan yang digelar di Stadion Istora Senayan, Uruguay harus takluk dari Indonesia 2-1. Gol Indonesia ketika itu dicetak oleh Anjas Asmara pada menit ke 30 dan Abdul Kadir pada menit 89. Sedangkan gol Uruguay dicetak melalui Juan Silva pada menit 55.
Karena tidak mau merasa malu, akhirnya mereka meminta pertandingan ulang. Dalam pertandingan ulang yang diadakan tanggal 21 April, akhirnya giliran Indonesia yang harus menerima kekalahan tipis dengan skor 2-3.
Ia pernah mendapat kesempatan menurunkan keterampilannya kepada pemain muda, ketika bersama dua rekan seangkatannya, M. Basri dan Iswadi Idris ditunjuk sebagai pelatih tim nasional. Trio "Basiska" ketika bertanggung jawab membawa tim nasional berlaga di penyisihan Piala Dunia 1990, tetapi dianggap kurang berhasil. Namun kengototannya di lapangan justru takluk pada tubuhnya sendiri, akibat menderita penyakit gagal ginjal, ia perlu menjalani cuci darah seminggu dua kali di RSCM. Akhirnya meninggal di Jakarta, 4 April 2003 dan meninggalkan seorang istri dan empat anak serta seorang cucu.