Suku Tidore
Suku Tidore merupakan salah satu suku bangsa di Provinsi Maluku Utara,[1]. Jumlah penduduknya sekitar 53.000 jiwa. Melanesia adalah ras asli dari suku Tidore. Dahulu ketika masa penjajahan Belanda, Tidore masih daerah kesultanan, yang menguasai sebagian besar daerah Maluku Utara[1]. BahasaBahasa suku Tidore yaitu bahasa Tidore.[1] Namun, masyarakat suku Tidore ada yang menggunakan bahasa Ternate sebagai bahasa penuturnya. Daerah Maluku Utara dan Halmahera Tengah pernah membuat pembagian daerah kebudayaan. Daerah kebudayaan tersebut adalah Ternate, Tidore, dan Bacan. Mata PencarianMata pecarian masyarakat suku Tidore yaitu sebagai nelayan.[1] Masyarakat menangkap ikan di laut. Hasil lautnya seperti ikan tongkol, cumi-cumi, dan teripang. Hasil tangkapan ikannya dijual ke Ternate. Namun, ada pula masyarakat yang bekerja sebagai petani dan berladang secara nomaden (berpindah-pindah).[1] Hasil dari bertani di antaranya tanaman padi, ubi kayu, ubi jalar, jagung, cengkeh, pala, dan kopra. AgamaAgama yang dianut oleh suku Tidore, yaitu Islam.[1] Di Tidore banyak di dirikan masjid dan surau. Hal ini membuktikan bahwa peradaban Islam sangat pesat di Tidore.[butuh rujukan] Rumah AdatRumah adat suku Tidore bernama Fola Sowohi[2]. Kata Fola Sowohi, berasal dari kata Fola dan Sowohi. Kata Fola berasal dari bahasa Tidore, yang berarti rumah, sedangkan Sowohi berarti tuan rumah. Secara utuh Fola Sowohi berarti rumah.[2] Atap rumah terbuat dari rumbia yang konstruksi bangunannya melambangkan kekayaan budaya. Fola Sowohi memiliki simbol arsitektur utama (sentral) yang ada di Tidore. Fola Sowohi berfungsi sebagai tempat musyawarah dan pelaksanaan upacara adat yang berkaitan dengan ritual magis. Bangunan Fola Sowohi berbentuk bidang geometris empat persegi panjang. Fola Sowohi berlantai tanah. Bendera Kesultanan TidoreBendera Kesultanan Tidore berdasar kuning dan lingkaran merah melambangkan matahari dan kalimat Tauhid di bagian atas tertulis menggunakan warna merah juga.[3] Pakaian AdatPakaian adat suku Tidore bernama manteren lamo.[4] Pakaian ini biasa digunakan oleh sultan. Manteren lamo terdiri atas celana panjang hitam dengan bis merah memanjang. Pada bagian baju berbentuk jas tertutup dengan kancing yag besar terbuat dari perak berjumlah sembilan. Sementara itu, leher jas, ujung tangan, dan saku jas yang terletak di bagian luar berwarna merah. Untuk perempuan (bagi keluarga raja), pakaian adatnya bernama kimun gia (kebaya panjang).[4] Kimun gia terbuat dari kain satin berwarna putih dengan pengikat pinggang yang terbuat dari emas. Pakaian adat untuk remaja bernama baju koja.[4] Baju koja berbentuk jubah panjang dengan warna-warna merah muda, seperti biru muda dan kuning muda. Baju ini biasanya dipasangkan dengan celana panjang berwarna putih atau hitam, berikut toala palulu di kepalanya. Dalam kegiatan upacara adat, laki-laki mengenakan celana panjang dan kemeja panjang, sedangkan perempuan mengenakan baju susun dan kain songket. Adapun ketua adat yang memimpin upacara adat menggunakan takoa. Takoa adalah jubah panjang yang mencapai betis berwarna kuning muda, yang dipadukan dengan celana dino, yakni celana dari kain tenun berwarna jingga atau kuning, lengkap dengan lengso duhu, berupa tutup kepala berwarna kuning muda. Tradisi Dama Nyili-NyiliMasyarakat Tidore adalah masyarakat yang masih menjunjung tinggi warisan leluhurnya. Tradisi-tradisi yang laksanakan karena dianggap memiliki hubungan dengan kehidupan sosial dan budaya mereka. Salah satunya adalah tradisi Dama Nyili-Nyili.[5] Dama Nyili-Nyili berasal dari bahasa Tidore. Dama artinya obor dan Nyili-nyili artinya wilayah-wilayah. Dama Nyili-nyili adalah tradisi berkeliling dengan membawa obor dan mengunjungi wilayah-wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore. Wilayah-wilayah yang dimaksud meliputi beberapa wilayah dengan masing-masing istilahnya, diantaranya adalah: Nyili Gama/Seba-seba (wilayah dekat) Tidore Kepulauan; Nyili Lofo-lofo (wilayah yang masih dekat dengan Tidore Kepulauan) seperti Weda, patani, Maba; dan Nyili Gulu-gulu (wilayah yang jauh) diantaranya Papua, raja Ampat, seram. Tradisi Dama Nyili-nyili merupakan simbol semangat kebersamaan, perekat persatuan, yang tidak pernah padam diantara daerah-daerah kekuasaan Kesultanan Tidore.[5] Lagu DaerahSalah satu lagu daerah suku Tidore, yaitu:[6] Dana-Dana Dana-dana si dana-dana Sio dana-dana fo dana-dana Dana-dana si dana-dana Sio dana-dana fo dana-dana Papa se yuma yaya segoa Hira se bira fo dana-dana Papa se yuma yaya segoa Hira se bira fo dana-dana Gambus cangari rai Sio marawas bolote mote Gambus cangari rai Sio marawas bolote mote Moi-moi fo masigaro Koko la fo laga fo dana-dana Moi-moi fo masigaro Koko la fo laga fo dana-dana Dana-dana sabita range Se mabunga yo fato-fato Mabunga gena sema maronga Tabu sepolu so joma pali Bunga sepa yo lage-lage Soliba yobi gate kea-kea Dana-dana mabunga sio Yo firi-firi katoma dulu Dana-dana si dana-dana Sio dana-dana fo dana-dana Dana-dana si dana-dana Sio dana-dana fo dana-dana Lupa ifa fo soninga Ona gosimo la ni dodia Lupa ifa la fo soninga Ona gosimo la ni dodia Dana-dana sabita range Se mabunga yo fato-fato Mabunga gena sema maronga Tabu sepolu so joma pali Bunga sepa yo lage-lage Soliba yobi gate kea-kea Dana-dana mabunga sio Yo firi-firi katoma dulu Dana-dana si dana-dana Sio dana-dana fo dana-dana Dana-dana si dana-dana Sio dana-dana fo dana-dana Lupa ifa fo soninga Ona gosimo la ni dodia Lupa ifa la fo soninga Ona gosimo la ni dodia Referensi
|