Revolusi Hungaria 1956
Revolusi Hungaria 1956, atau Pemberontakan Hungaria 1956[5] (bahasa Hungaria: 1956-os forradalom atau 1956-os felkelés), merupakan revolusi untuk menentang pemerintahan Republik Rakyat Hungaria dan intervensi kebijakan negara oleh Uni Soviet. Revolusi ini berlangsung dari tanggal 23 Oktober sampai 10 November 1956. Walau revolusi ini tidak dipimpin oleh seorang tokoh pada awalnya, kejadian ini merupakan ancaman utama pertama bagi pengaruh Uni Soviet di Eropa Timur sejak Uni Soviet mengalahkan pasukan Nazi Jerman di wilayahnya pada akhir Perang Dunia II. Revolusi ini bermula dari unjuk rasa pelajar yang berhasil menarik perhatian ribuan massa sewaktu berbaris melalui pusat kota Budapest ke gedung parlemen, sambil berorasi di jalanan menggunakan van dengan pengeras suara. Seorang perwakilan mahasiswa ditangkap setelah mencoba memasuki gedung radio untuk menyiarkan tuntutan mereka. Ketika para pengunjuk rasa menuntut untuk melepaskan perwakilan pelajar tersebut, mereka justru ditembaki dari dalam gedung tersebut oleh Otoritas Perlindungan Negara (Állam Védelmi Hatóság, ÁVH). Satu pelajar tewas dan jasadnya dibalut dengan bendera dan diangkat ke atas oleh kerumunan massa. Hal ini yang menandai awal dari revolusi. Berita ini menyebar luas dan menyebabkan meletusnya kekacauan serta kekerasan di seluruh wilayah ibu kota. Pemberontakan menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru negara dan berhasil menggulingkan pemerintah. Ribuan orang menjadi milisi, bertempur melawan ÁVH dan pasukan Soviet. Pendukung Soviet dan anggota ÁVH dieksekusi atau dipenjarakan, dan eks-tahanan politik dibebaskan dan dipersenjatai. Dewan pekerja radikal kemudian mengambil alih kekuasaan wilayah dari Partai Rakyat Buruh Hungaria dan menuntut perubahan politik. Pemerintahan yang baru secara resmi membubarkan ÁVH, menyatakan niatannya untuk keluar dari Pakta Warsawa dan berjanji untuk mengadakan pemilu secara bebas dan terbuka. Pada akhir Oktober, pertempuran hampir berakhir dan keadaan kembali seperti normal. Namun, yang awalnya terdapat kemungkinan untuk negosiasi penarikan pasukan Soviet, Politbiro Partai Komunis Uni Soviet berubah pikiran dan memutuskan untuk menumpas revolusi. Pada 4 November, pasukan Soviet dalam jumlah besar menginvasi Budapest dan wilayah lainnya. Perlawanan dari Hungaria berlanjut hingga 10 November. Lebih dari 2.500 warga Hungaria dan 700 serdadu Soviet tewas dalam konflik ini, dan 200.000 warga Hungaria melarikan diri sebagai pengungsi. Penangkapan massal dan pengecaman berlangsung hingga beberapa bulan setelahnya. Pada Januari 1957, pemerintahan baru yang didukung Soviet telah menekan seluruh gerakan oposisi. Tindakan Soviet tersebut, walau berhasil menguatkan kendali atas Blok Timur, telah membuat kaum Marxis Barat kecewa, mengakibatkan perpecahan dan/atau penurunan jumlah anggota partai komunis di negara kapitalis. Pembahasan mengenai revolusi ini dilarang di Hungaria selama lebih dari 30 tahun. Setelah berlangsungnya liberalisasi pada tahun 1980-an, kejadian ini menjadi subjek pembelajaran dan perdebatan. Pada awal dari era Republik Ketiga Hungaria pada tahun 1989, tanggal 23 Oktober ditetapkan menjadi hari libur nasional. Latar BelakangSelama Perang Dunia II Hungaria merupakan anggota dari Blok Poros, bersekutu dengan Nazi Jerman, Italia Fasis, Rumania, dan Bulgaria. Pada tahun 1941, pasukan militer Hungaria ikut serta dalam pendudukan Yugoslavia dan invasi ke Uni Soviet. Tentara Merah mampu memukul balik pasukan Hungaria dan sekutu dari Blok Poros lainnya, dan pada tahun 1944 pasukan Soviet maju menuju Hungaria. Khawatir negaranya akan diinvasi, pemerintah Hungaria memulai negosisasi gencatan senjata dengan Blok Sekutu. Negosiasi ini berakhir setelah Nazi Jerman menginvasi dan menduduki Hungaria dan melantik Pemerintahan Persatuan Nasional yang pro-Blok Poros. Baik pasukan Hungaria dan Jerman yang bertugas di Hungaria, dikalahkan setelah Uni Soviet menginvasi Hungaria di akhir 1944. Pendudukan pascaperangMenjelang akhir dari Perang Dunia II, Angkatan Darat Soviet menduduki Hungaria, dengan negara tersebut jatuh ke dalam lingkup pengaruh Uni Soviet. Segera setelah Perang Dunia II, Hungaria menganut sistem demokrasi multipartai, dan pemilu pada tahun 1945 menghasilkan pemerintahan koalisi dengan Perdana Menteri Zoltán Tildy. Namun, Partai Komunis Hungaria yang merupakan partai Marxis–Leninis dengan ideologi yang sama dengan pemerintah Uni Soviet, terus-menerus menggerus pemerintahan dengan taktik salami, yang sedikit demi sedikit menyingkirkan pengaruh pemerintahan yang dipilih secara demokratis, walau Partai Komunis Hungaria hanya mendapat 17% suara.[6][7] Setelah pemilu tahun 1945, posisi menteri dalam negeri, yang membawahi Otoritas Perlindungan Negara (Államvédelmi Hatóság, ÁVH), diambil alih dari kader Partai Petani Kecil Mandiri ke kader Partai Komunis.[8] ÁVH menggunakan berbagai metode dari intimidasi, tuduhan palsu, pemenjaraan, dan penyiksaan untuk menekan pihak oposisi.[9] Periode demokrasi multi partai harus berakhir dalam waktu yang singkat setelah Partai Komunis bergabung dengan Partai Demokrat Sosial untuk membentuk Partai Rakyat Buruh Hungaria dan tidak ada lawan pada pemilu 1949. Republik Rakyat Hungaria kemudian dideklarasikan.[7] Partai Rakyat Buruh Hungaria memutuskan untuk mengubah sistem perekonomian negara menjadi berlandaskan sosialisme dengan melakukan nasionalisasi secara radikal sesuai dengan model Soviet. Penulis dan jurnalis merupakan golongan pertama yang menyatakan kritik terhadap pemerintah dan kebijakannya, dengan menerbitkan artikel yang mengkritik pemerintah pada tahun 1955.[10] Pada tanggal 22 Oktober 1956, mahasiswa Universitas Teknologi dan Ekonomi Budapest mendirikan kembali Perhimpunan Federasi Mahasiswa dan Pelajar Hungaria yang dilarang oleh pemerintah,[11] dan melakukan demonstrasi pada tanggal 23 Oktober. Kejadian ini yang nantinya akan mengawali sebuah revolusi. Penindasan politik dan penurunan kondisi perekonomianHungaria menjadi negara komunis dibawah kepemimpinan otoriter Mátyás Rákosi.[12] Di bawah rezim Rákosi, polisi rahasia (ÁVH) memulai serangkaian pembersihan, awalnya dalam internal partai kemudian menyebar ke seluruh oposisi pada rezim Rákosi. Para korban dicap sebagai "Titois," "agen barat," atau "Trotskyis" karena tindakan sepele seperti menghabiskan waktu di negara barat untuk ikut serta dalam Perang Saudara Spanyol. Keseluruhan, sekitar setengah dari pejabat partai tingkat menengah dan bawah—paling sedikit 7.000 orang—telah dibantai.[13][14][15] Pada tahun 1950 hingga 1952, ÁVH secara paksa merelokasi ribuan orang untuk memperoleh properti dan rumah untuk anggota Partai Rakyat Buruh, dan untuk menyingkirkan ancaman dari kaum intelektual dan kelas borjuis. Ribuan orang ditangkap, disiksa, diadili, dan dipenjarakan di kamp konsentrasi, dideportasi ke timur, atau dieksekusi mati, termasuk pendiri ÁVH László Rajk.[14][16] Dalam waktu satu tahun, lebih dari 26.000 orang dipindahkan secara paksa dari Budapest. Akibatnya, pekerjaan dan rumah sangat sulit didapatkan. Para korban pengusiran mengalami kesulitan dalam hidup dan banyak dari mereka yang ditahan dijadikan buruh paksa pada lahan kolektif. Banyak yang meninggal karena kondisi kehidupan yang buruk dan malnutrisi.[15] Pemerintahan Rákosi dengan saksama mempolitisasi sistem pendidikan Hungaria untuk menggantikan kaum berpendidikan dengan intelektual kiri.[17] Pelajaran bahasa Rusia dan politik komunis menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah dan universitas di seluruh Hungaria. Sekolah agama diambil alih oleh negara dan para pemimpin gereja diganti dengan mereka yang loyal dengan pemerintah.[18] Pada tahun 1949, pemimpin dari Gereja Katolik Hungaria, Kardinal József Mindszenty, ditangkap dan dihukum penjara seumur hidup dengan dakwaan pengkhianatan tingkat tinggi terhadap negara.[19] Di bawah Rákosi, pemerintahan Hungaria merupakan salah satu pemerintahan paling represif di Eropa.[7][16] Perekonomian Hungaria pascaperang mengalami berbagai kesulitan. Hungaria setuju untuk membayar pampasan perang sekitar US$300 juta kepada Uni Soviet, Cekoslowakia, dan Yugoslavia dan membantu garnisun tentara Soviet.[20] Pada tahun 1946, Bank Nasional Hungaria memperkirakan biaya pampasan perang sebesar "19 sampai 22 persen dari pendapatan negara tahunan."[21] Pada tahun yang sama, mata uang Hungaria mengalami depresiasi, mengakibatkan hiperinflasi terbesar sepanjang sejarah.[22] Keikutsertaan Hungaria dalam Comecon (Dewan Bantuan Ekonomi Bersama/Council Of Mutual Economic Assistance) yang didukung Uni Soviet membuat Hungaria tidak dapat melakukan perdagangan dengan negara barat atau menerima bantuan Rencana Marshall .[23] Selain itu, Rákosi memulai Rencana Lima Tahun pertama pada tahun 1950. Rencana ini berlandaskan pada program yang telah diterapkan lebih dulu oleh Joseph Stalin yang bertujuan untuk meningkatkan hasil industri hingga 380 persen.[13] Sama seperti di Uni Soviet, Rencana Lima Tahun tersebut tidak mencapai target yang tinggi karena ekspor bahan mentah dan teknologi yang berlebihan ke Uni Soviet dan pembersihan yang dilakukan oleh Rákosi terhadap kelas profesional. Rencana Lima Tahun ini justru melemahkan perindustrian yang ada dan menyebabkan upah buruh riil menurun hingga 18 persen antara 1949 hingga 1952.[13] Walau pendapatan negara per kapita meningkat pada tiga tahun pertama tahun 1950-an, standar hidup mengalami penurunan. Pemotongan pendapatan untuk investasi industri membuat pendapatan siap pakai menurun; mismanajemen membuat kelangkaan bahan pangan yang parah, sehingga pemerintah harus memberlakukan penjatahan terhadap roti, gula, tepung, dan daging.[24] Kewajiban untuk membeli obligasi negara juga mengurangi pendapatan pribadi. Hasilnya pendapatan siap pakai dari buruh dan pekerja pada tahun 1952 hanya dua per tiga dari pendapatan siap pakai pada tahun 1938.[25] Kebijakan tersebut memicu ketidakpuasan dari warga, dengan membengkaknya utang luar negeri dan kelangkaan barang.[26] Peristiwa internasionalPada tanggal 5 Maret 1953, Joseph Stalin meninggal, menandai awal dari periode liberalisasi, ketika sebagian besar partai komunis di Eropa melakukan reformasi. Di Hungaria, Imre Nagy yang merupakan seorang reformis menggantikan Rákosi yang merupakan "Murid Terbaik Stalin di Hungaria", sebagai Perdana Menteri.[27] Namun, Rákosi tetap menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Buruh Hungaria, dan dapat menghalangi sebagian besar reformasi yang dilakukan oleh Nagy. Pada bulan April 1955, Rákosi mendiskreditkan Nagy dan menyingkirkannya dari jabatan Perdana Menteri.[28] Setelah "pidato rahasia" Nikita Khrushchev disampaikan pada Februari 1956, yang mengutuk Stalin dan pengikutnya,[29] Rákosi disingkirkan dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal Partai dan diganti oleh Ernő Gerő pada tanggal 18 Juli 1956.[30] Radio Free Europe (RFE) menyiarkan "pidato rahasia" ke Eropa Timur atas saran dari Ray S. Cline, yang memandangnya sebagai jalan untuk "menuduh keseluruhan sistem Soviet." [31] Pada tanggal 14 Mei 1955, Uni Soviet mendirikan Pakta Warsawa, mengikat Hungaria ke Uni Soviet dan negara satelit lainnya di Eropa Tengan dan Timur. Salah satu prinsip dari Pakta Warsawa adalah "menghormati kemerdekaan dan kedaulatan setiap negara" dan "tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri setiap negara".[32] Pada tahun 1955, Perjanjian Negara Austria ditandatangani dan membuat Austria menjadi negara netral dan bebas dari militer asing.[33] Hal ini membuat warga Hungaria memiliki harapan bahwa negaranya akan menjadi negara netral dan membuat Nagy mempertimbangkan mengenai "... kemungkinan Hungaria memberlakukan status netral serupa dengan Austria".[34] Pada bulan Juni 1956, pemberontakan berdarah oleh buruh Polandia di Poznań ditumpas oleh pemerintah, dengan banyak pengunjuk rasa tewas dan terluka. Menanggapi tuntutan masyarakat, pada Oktober 1956, pemerintah menunjuk tokoh reformis yang baru saja direhabilitasi, Władysław Gomułka sebagai Sekretaris Pertama Partai Persatuan Pekerja Polandia, dengan tanggung jawab untuk menegosiasikan kesepakatan perdagangan dan pengurangan jumlah pasukan Uni Soviet yang ditempatkan di Polandia. Setelah negosiasi yang alot selama beberapa hari, pada 19 Oktober Uni Soviet menerima tuntutan reformasi dari Gomułka.[35] Berita mengenai kesepakatan yang dimenangkan oleh Polandia, yang dikenal sebagai Oktober Polandia, membuat banyak warga Hungaria semakin berharap untuk membuat kesepakatan yang serupa untuk Hungaria, dan harapan tersebut mengubah iklim politik di Hungaria di pertengahan kedua Oktober 1956.[36] Dalam konteks Perang Dingin waktu itu, pada tahun 1956 terdapat ketegangan dalam kebijakan AS terhadap Hungaria dan Blok Timur secara umum. Amerika Serikat berharap untuk mendorong negara-negara di Eropa untuk memutuskan hubungan dengan Blok Timur, sedangkan pada saat yang bersamaan berusaha untuk menghindari konfrontasi militer AS-Soviet, karena dengan adanya eskalasi keadaan mungkin akan menyebabkan perang nuklir. Karena alasan tersebut, pembuat kebijakan AS mempertimbangkan cara lain untuk mengurangi pengaruh Soviet di Eropa Timur, atau dengan bahasa sederhananya perlu untuk membuat kebijakan dorong balik. Hal ini mengarah pada pengembangkan kebijakan pembendungan seperti perang ekonomi dan psikologis, operasi rahasia, dan kemudian, negosiasi dengan Uni Soviet mengenai status dari negara-negara di Eropa Timur.[37] Wakil Presiden Richard Nixon juga menyampaikan pendapatnya kepada Dewan Keamanan Nasional bahwa kepentingan AS akan terpenuhi apabila Uni Soviet mencoba memberangus pemberontakan seperti di Polandia, karena hal tersebut dapat menjadi bahan bagi AS untuk terus menyebarkan propaganda antikomunis.[38] Namun, ketika Direktur CIA Allen Dulles mengklaim bahwa ia membuat jaringan yang luas di Hungaria, pada waktu itu CIA tidak memiliki pos di Hungaria, hampir tidak ada agen yang dapat berbahasa Hungaria, dan aset lokal yang korup dan tidak dapat diandalkan. Sejarah rahasia dari CIA mengakui "kami tidak pernah memiliki sesuatu yang dapat atau yang seharusnya dikira sebagai operasi intelijen".[39] Pada musim panas, hubungan antara Hungaria dan AS mulai membaik. Pada waktu itu, AS merespons sangan positif terhadap tawaran Hungaria mengenai kemungkinan hubungan dagang antarnegara. Keingingan Hungaria untuk hubungan yang lebih baik sebagian disebabkan karena situasi ekonomi negara yang sangat kacau. Sebelum mencapai hasil yang diinginkan, usaha negosisasi mulai dihambat oleh Kementerian Dalam Negeri Hungaria, yang khawatir bahwa hubungan yang baik dengan Barat mungkin dapat melemahkan kekuasaan Partai Komunis di Hungaria.[37] Kerusuhan semakin menjadiPengunduran diri Rákosi pada Juli 1956 membuat pelajar, penulis, dan jurnalis semakin berani untuk terlibat aktif dan semakin kritis dalam perpolitikan negara. Pelajar dan jurnalis mulai membuka forum intelektual membahas masalah yang dihadapi Hungaria. Forum tersebut yang bernama lingkaran Petőfi menjadi sangat terkenal dan mengundang ribuan orang untuk ikut serta.[40] Pada tangggal 6 Oktober 1956, László Rajk, yang dieksekusi oleh pemerintahan Rákosi, dimakamkan ulang dengan upacara yang menguatkan pihak oposisi.[41] Pada tanggal 16 Oktober 1956, mahasiswa di Szeged menentang organisasi pelajar komunis resmi, DISZ, dengan mendirikan ulang MEFESZ (Perhimpunan Federasi Mahasiswa dan Pelajar Hungaria), sebuah organsasi pelajar yang pro-demokrasi, yang sebelumnya dilarang oleh pemerintahan Rákosi.[11] Dalam waktu beberapa hari, pelajar di Pécs, Miskolc, dan Sopron mengikuti langkah yang serupa. Pada 22 Oktober, mahasiswa dari Universitas Teknik membuat enam belas poin tuntutan yang berisi tuntutan terhadap kebijakan negara.[42] Setelah pelajar mengetahui Persatuan Penulis Hungaria merencanakan pada keeseokan harinya akan menggelar aksi solidaritas dengan gerakan pro-reformasi di Polandia dengan meletakkan karangan bunga pada patung pahlawan Polandia Jenderal Józef Zachariasz Bem, yang juga merupakan pahlawan Revolusi Hungaria 1848 (1848–49), para pelajar memutuskan untuk menggelar demonstrasi secara bersamaan untuk menunjukkan simpati dan rasa persatuan.[36][43] RevolusiTembakan pertama
Siang hari tanggal 23 Oktober 1956, sekitar 20.400 pengunjuk rasa berkumpul di dekat patung József Bem—pahlawan nasional Polandia dan Hungaria.[44] Péter Veres, Presiden Persatuan Penulis Hungaria, membacakan manifesto di hadapan massa, salah satunya: Keingingan Hungaria untuk menjadi negara yang merdeka dari segala kekuatan asing; sebuah sistem politik yang berlandaskan sosialisme demokratis (reforma agraria dan kepemilikan negara dari perusahaan); Hungaria bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa; dan warga Hongarua harus mendapat seluruh hak manusia yang bebas.[45] Setelah pelajar membacakan proklamasi, massa meneriakkan puisi patriotik "Nemzeti dal" yang sebelumnya disensor, dengan refrain: "Kami bersumpah, kami bersumpah, bahwa kami tak akan lagi menjadi budak!" Seseorang dalam kerumunan massa memotong lambang komunis pada bendera Hungaria, meninggalkan lubang di bendera, dan lainnya mengikuti langkah yang sama.[46] Setelahnya, sebagian besar massa menyeberangi Sungai Donau untuk bergaubung dengan pengunjuk rasa di luar Gedung Parlemen. Pada pukul 18.00, jumlah pengunjuk rasa bertambah hingga mencapai lebih dari 200.000 orang;[47] unjuk rasa berlangsung dengan penuh semangat, tetapi tetap damai.[48] Pada pukul 20.00, Sekretaris Pertama Ernő Gerő berpidato yang disiarkan oleh media, pidato tersebut berisi penolakan terhadap tuntutan penulis dan pelajar.[48] Marah dengan penolakan oleh Gerő, beberapa pengunjuk rasa memutuskan untuk melakukan salah satu dari tuntutannya, menumbangkan patung perunggu Stalin yang didirikan pada tahun 1951 pada tempat yang dulunya merupakan gereja yang dihancurkan untuk membuat patung tersebut.[49] Pada pukul 21.30, patung berhasil ditumbahkan dan massa merayakannya dengan menaruh Bendera Hungaria di sepatu bot Stalin, yang merupakan bagian patung yang tersisa.[48] Sekitar pada waktu yang sama, kerumunan massa yang ramai berkumpul di gedung Radio Budapest, yang dijaga secara ketat oleh ÁVH. Unjuk rasa mencapai puncaknya setelah seorang perwakilan berusaha untuk menyiarkan tuntutan mereka telah ditangkap dan jumlah massa semakin bertambah setelah adanya desas-desus yang menyebar bahwa pengunjuk rasa telah ditembaki. Gas air mata dilemparkan dari jendela atas dan ÁVH mulai menembaki kerumunan massa, menewaskan banyak orang.[50] ÁVH berusaha untuk mengisi ulang pasokan peluru dan persenjataan mereka dengan menyembunykan senjata dalam ambulans, tetapi massa mengetahui hal tersebut dan mencegat ambulans. Tentara Hungaria yang dikirimkan untuk membantu ÁVH justru ragu-ragu, dan akhirnya menyobek bintang merah dari topinya, dan berpihak dengan demonstran.[46][50] Setelah diprovokasi oleh serangan dari ÁVH, pengunjuk rasa bertindak ganas. Mobil polisi dibakar, senjata direbut dari depot militer dan didistribusikan ke massa dan simbol rezim komunis divandal.[51] Pertempuran meluas, pemerintahan jatuhKetika malam 23 Oktober, Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Buruh Hungaria Ernő Gerő meminta intervensi militer Soviet "untuk menumpas demonstrasi yang telah mencapai skala sangat besear dan tidak terbayangkan."[35] Pejabat Uni Soviet telah merancang rencana darurat untuk intervensi di Hungaria beberapa bulan sebelumnya.[52] Pada pukul 02.00 tanggal 24 Oktober, sesuai perintah Menteri Pertahanan Uni Soviet Georgy Zhukov, tank-tank Soviet memasuki Budapest.[53] Pada siang hari tanggal 24 Oktober, pasukan tank Soviet ditempatkan di luar gedung parlemen, dan serdadu Soviet menjaga jembatan dan jalanan yang penting. Pejuang revolusi bersenjata dengan cepat membuat barikade untuk mempertahankan Budapest, dan telah dilaporkan bahwa mereka telah menangkap beberapa tank Soviet di pertengahan hari.[46] Pada hari itu, Imre Nagy menggantikan András Hegedüs sebagai Perdana Menteri.[54] Dalam siaran radio, Nagy menyerukan untuk menghentikan tindakan kekerasan dan berjanji untuk memulai reformasi politik yang telah berhenti 3 tahun sebelumnya. Massa tetap mempersenjatai diri mereka karena kekerasan sporadis terus berlanjut.[55] Demonstran bersenjata mengambil alih gedung radio. Di kantor koran Partai Komunis Szabad Nép demonstran tidak bersenjata ditembaki oleh ÁVH. Demonstran bersenjata segera datang dan berhasil mengusir mereka.[55] Pada titik ini, kemarahan demonstran berfokus ke ÁVH;[56] Unit militer Soviet tidak sepenuhnya melakukan pengejaran terhadap demonstran, dan terdapat laporan bahwa sebagian dari serdadu Soviet menunjukkan rasa simpati terhadap demonstran.[57] Pada tanggal 25 Oktober, para pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung parlemen. Personel ÁVH mulai menembak ke kerumunan massa dari atas gedung sebelahnya.[58][59] Beberapa pasukan Soviet membalas tembakan ke ÁVH, mengira bahwa mereka merupakan target penembakan.[46][60] Berbekal dari senjata yang direbut dari ÁVH atau senjata yang diberikan oleh tentara Hungaria yang bergabung dengan pemberontakan, beberapa demonstran mulai menembak balik.[46][58] Selama waktu tersebut, Tentara Hungaria terbelah karena struktur komando pusat terdisintegrasi dengan meningkatnya tekanan dari pengunjuk rasa terhadap pemerintah. Mayoritas unit militer Hungaria di Budapest dan wilayah pinggiran tetap tidak terlibat, karena komandan setempat pada umumnya menghindari menggunakan kekuatan melawan pengunjuk rasa dan pejuang revolusi.[61] Namun, dari tanggal 24 sampai 29 Oktober terdapat 71 kasus bentrokan bersenjata antara tentara dan warga di 50 wilayah, bentrokan tersebut dapat berupa sikap bertahan dari serangan warga dan pasukan militer yang berusaha untuk bertempur melawan pejuang revolusi tergantung dari komandan militer setempat.[61] Salah saru contoh adalah di kota Kecskemét pada 26 Oktober, ketika unjuk rasa di depan kantor ÁVH dan penjara setempat berujung pada tindakan militer oelh Korps Ketiga di bawah perintah Mayor Jenderal Lajos Gyurkó, yang setidaknya tujuh pengunjuk rasa ditembak dan beberapa dalang dalang unjuk rasa ditangkap. Contoh lainnya sebuah jet tempur membombardir demonstran di kota Tiszakécske, menewaskan 17 orang dan melukai 117 orang.[61] Serangan ke Gedung Parlemen menyebabkan pemerintahan jatuh.[62] Sekretaris Jenderal Ernő Gerő dan mantan Perdana Menteri András Hegedüs melarikan diri ke Uni Soviet; Imre Nagy menjadi Perdana Menteri dan János Kádár menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis.[63] Pejuang revolusi mulai menyerang secara agresif ke pasukan Soviet dan sisa-sisa dari ÁVH. Unit yang dipimpin Béla Király menyerang gedung Komite Sentral Partai Komunis pada 30 Oktober. Setelah penyerangan tersebut, mereka mengeksekusi sejumlah orang yang dianggap anggota partai, anggota ÁVH, dan personel militer. Dari foto menunjukkan korban dengan tanda-tanda bahwa mereka disiksa terlebih dulu.[64] Politikus komunis Hungaria János Berecz, dalam "buku putih" mengenai revolusi yang didukung oleh pemerintah, mengklaim bahwa pemberontak menahan ribuan orang, dan ribuan orang lainnya tercatat namanya dalam daftar untuk dibunuh. Menurut buki tersebut, di kota Kaposvár 64 orang termasuk 13 perwira militer ditahan pada 31 Oktober.[65] Menurut Berecz dan sumber dari era Kádár lainnya, komite komunis Hungaria mengorganisasi pertahanan di Budapest dan wilayah lainnya. Pada distrik Csepel di Budapest, sejumlah 250 orang Komunis mempertahankan Pabrik Besi dan Baja Csepel. Pada 27 Oktober, unit militer dikerahkan untuk mengamankan Csepel dan mengembalikan ketertiban. Mereka akhirnya mundur pada tanggal 29 Oktober, setelah pemberontak merebut kendali wilayah tersebut. Pendukung Komunis di wilayah Angyalföld di Budapest memimpin lebih dari 350 buruh bersenjata dan 380 pegawai dari Pabrik Láng. Veteran anti-fasis dari Perang Dunia II ikut serta dalam penyerangan yang membuat gedung koran Szabad Nép berhasil direbut kembali. Di wilayah pinggiran, tindakan pertahanan dilakukan oleh pasukan pro-komunis. Di Békés, wilayah dalam dan sekeliling kota Szarvas, paramiliter dari Partai Komunis berhasil mempertahankan kekuasaan.[66] Sementara gerakan perlawanan Hungaria bertempur melawan tank Soviet dengan menggunakan bom molotov di gang-gang Budapest, dewan revolusioner terbentuk secara meluas di seluruh negara, mengambil alih kekuasaan dari pemerintah lokal, dan menyerukan mogok kerja. Lambang komunis seperti bintang merah dan monumen perang Soviet dihancurkan, dan buku-buku komunis dibakar. Jumlah milisi revolusioner terus meningkat, seperti kelompok beranggotakan 400-an orang yang dipimpin oleh József Dudás, yang menyerang atau membunuh simpatisan Soviet dan anggota ÁVH.[67] Unit militer Soviet bertempur terutama di Budapest; sementara di wilayah lain relatif tenang. Salah satu divisi lapis baja yang ditempatkan di Budapest, yang dipimpin oleh Pál Maléter, memilih untuk bergabung dengan pemberontak. Komandan militer Soviet terkadang menegosiasikan gencatan senjata dengan pemberontak.[68] Di beberapa wilayah, pasukan Soviet dapat menumpas gerakan revolusi. Di Budapest, pasukan Soviet pada akhirnya berhenti bertempur dan pertempuran perlahan mulai berhenti. Jenderal Hungaria Béla Király, dibebaskan dari hukuman penjara seumur hidup atas dakwaan pelanggaran politik dan bertindak dengan dukungan dari pemerintahan Nagy untuk mengembalikan ketertiban dengan menyatukan berbagai elemen dari polisi, angkatan darat, dan pemberontak ke dalam Garda Nasional.[69] Perjanjian gencatan senjata dibuat pada tanggal 28 Oktober, dan pada tanggal 30 Oktober sebagian besar pasukan Soviet mundur dari Budapest ke garnisun di pinggir wilayah.[70] Gencatan senjataGencatan senjata berlangsung antara 28 Oktober hingga 4 November, dengan banyak rakyat Hungaria yakin bahwa pasukan militer Soviet telah mundur dari Hungaria.[71] Menurut sebuah sumber dari pihak komunis, terdapat sekitar 213 anggota Partai Rakyat Buruh Hungaria yang dihukum atau dieksekusi pada periode ini.[72] Pemerintahan baruPemberontakan yang semakin meluas di jalan-jalan Budapest dan tergulingnya pemerintahan Gerő-Hegedüs membuat pemerintahan yang baru cukup sulit untuk mengonsolidasikan kekuatan pada awalnya. Nagy, sosok reformis yang loyal di dalam partai yang sering disebut hanya memiliki "kemampuan politik yang biasa saja",[73] pada awalnya menghimbau kepada warga untuk tenang dan tertib. Nagy, sebagai satu-satunya pemimpin Hungaria dengan kepercayaan penuh dari rakyat dan Soviet, "menyimpulkan bahwa tetah terjadi pemberontakan rakyat dan bukan kontra-revolusi".[74] Pada tanggal 28 Oktober pukul 13.20, Nagy mengumumkan gencatan senjata menyeluruh dan segera melalui radio dan sebagai perwakilan dan pemerintahan yang baru menyatakan:
Pada 1 November, dalam pidato kepada rakyat Hungaria yang disiarkan melalui radio, Nagy secara resmi mengumumkan mundurnya Hungaria dari Pakta Warsawa dan sikap Hungaria yang netral.[61][75][76] Kareena hanya berkuasa selama sepuluh hari, pemerintahan yang baru tidak sempat untuk memperjelas kebijakannya secara rinci. Namun, editorial koran pada waktu itu menekankan bahwa Hungaria haruslah bersikap netral, dan menjadi negara demokrasi sosial multipartai.[77] Banyak tahanan politik yang dibebaskan, salah satunya adalah Kardinal József Mindszenty.[78] Partai politik yang sebelumnya dilarang seperti Partai Petani Kecil Mandiri, Buruh Agraria, dan Masyarakat Sipil dan Partai Petani Nasional (dengan nama "Partai Petőfi"),[79] didirikan kembali dan bergabung dengan koalisi.[80] Selama waktu tersebut, di 1.170 wilayah seluruh Hungaria terdapat 348 kasus dewan revolusioner dan pengunjuk rasa menyingkirkan pegawai dari dewan administratif lokal, terdapat 312 kasus mereka memecat kepala administrasi lokal, dan 215 kasus pembakaran berkas dan catatan administrasi lokal. Selain itu, di 681 wilayah terjadi perusakan simbol dari kekuasaan Soviet seperti bintang merah dan patung Lenin atau Stalin; sebanyak 393 kasus perusakan monumen peringatan perang Soviet, dan 122 kasus pembakaran buku.[13][61] Dewan revolusioner lokal terbentuk di berbagai wilayah di Hungaria,[81][82][83][84] yang umumnya tidak melibatkan pemerintahan yang baru di Budapest. Dewan revolusioner mengambil alih tanggung jawab pemerintahan lokal dari partai komunis.[85] Pada tanggal 30 Oktober, dewan ini secara resmi diakui oleh Partai Rakyat Buruh Hungaria, dan pemerintahan Nagy meminta dukungan mereka sebagai "pemerintahan lokal yang otonom dan demokratis yang terbentuk selama Revolusi".[85] Selain itu, dewan buruh juga didirikan di pabrik-pabrik dan pertambangan. Dewan buruh menghapuskan kebijakan yang tidak populer seperti peraturan-peraturan selama proses produksi. Dewan buruh juga berusaha untuk mengatur perusahaan sembari melindungi kepentingan buruh, sehingga terbentuk sebuah sistem perekonomian sosialis yang terbebas dari kendali partai yang ketat.[86] Pengambilalihan kekuasaan oleh dewan buruh tidak selalu berjalan dengan lancar; di Debrecen, Győr, Sopron, Mosonmagyaróvár dan kota lainnya, para demonstran ditembaki oleh ÁVH, dengan banyak korban berjatuhan. ÁVH kemudian dilucuti senjatanya, terkadang dengan kekerasan, dan dalam banyak kasus dibantu oleh polisi lokal.[85] Keseluruhan terdapat sekitar 2.100 dewan revolusioner lokal dan dewan buruh dengan lebih dari 28.000 anggota. Dewan ini mengadakan konferensi di Budapest, memutuskan untuk menghentikan mogok kerja nasional dan kembali bekerja pada 5 November, dengan dewan lokal yang berpengaruh mengirimkan perwakilan ke parlemen untuk memastikan dukungannya ke pemerintahan Nagy.[61] Sudut pandang Uni SovietPada tanggal 24 Oktober, Politbiro Partai Komunis Uni Soviet membahas gejolak politik di Polandia dan Hungaria. Faksi garis keras yang dipimpin Vyacheslav Molotov mendesak untuk melakukan intervensi, tetapi Khrushchev dan Marsekal Zhukov awalnya menolak. Perwakilan di Budapest melaporkan bahwa situasi tidak seburuk apa yang digambarkan. Khrushchev menyatakan bahwa ia meyakini bahwa permintaan dari Sekretaris Jenderal Ernő Gerő untuk melakukan intervensi pada 23 Oktober menunjukkan bahwa Partai Rakyat Buruh Hungaria masih mendapat kepercayaan dari warga Hungaria. Selain itu, ia memandang bahwa unjuk rasa yang terjadi bukanlah pertentangan ideologi, melainkan ketidakpuasan masyarakat karena masalah ekonomi mendasar dan masalah sosial yang tidak kunjung teratasi.[35] Kejadian Krisis Suez yang terjadi bersamaan menjadi alasan lain untuk tidak melakukan intervensi; sebagaimana yang Khrushchev katakan pada 28 Oktober, akan menjadi kesalahan jika meniru "kekacauan nyata" yang diperbuat Prancis dan Britania.[87] Setelah berbagai perdebatan,[88][89] pada tanggal 30 Oktober Politbiro memutuskan untuk tidak menggulingkan pemerintahan Hungaria yang baru. Bahkan Marsekal Georgy Zhukov berkata: "Kita harus menarik mundur pasukan dari Budapest, dan jika diperlukan mundur dari Hungaria sepenuhnya. Ini adalah pelajaran bagi kita dalam lingkup militer-politik." Uni Soviet membuat Deklarasi Pemerintah Uni Soviet Perihal Prinsip Pembangunan dan Peningkatan Persaudaaraan dan Kerja Sama Lebih Lanjut antara Uni Soviet dan Negara Sosialis Lainnya, yang diterbitkan keesokan harinya. Dokumen ini menyatakan: "Pemerintah Soviet bersedia untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Republik Rakyat Hungaria dan negara anggota Pakta Warsawa lainnya dalam hal adanya pasukan Soviet di wilayah Hungaria."[90] Sehingga dalam waktu sebentar, terlihat adanya solusi damai. Pada 30 Oktober, demonstran bersenjata menyerang detasemen ÁVH yang ditempatkan untuk menjaga markas Partai Rakyat Buruh Hongaroa di Köztársaság tér (Alun-alun Republik) Budapest. Penyerangan tersebut disebabkan karena adanya desas-desus bahwa para tahanan diamankan di sana dan adanya penembakan demonstran oleh ÁVH sebelumnya di kota Mosonmagyaróvár.[85][91][92] Lebih dari 20 perwira ÁVH tewas, sebagian mereka tewas karena dihajar massa. Tank Angkatan Darat Hungaria yang dikerahkan untuk mengamankan markas partai justru dengan tidak sengaja menembak gedung tersebut.[92] Ketua Komite Partai Wilayah Budapest, Imre Mező, terluka dan kemudian tewas.[93][94] Situasi dari Alun-Alun Republik kemudian ditampilkan di berita Soviet beberapa jam kemudian.[95] Pemimpin revolusi di Hungaria mengutuk insiden tersebut dan meminta warga untuk tenang, dan kemudian kerusuhan massa mulai mereda,[96] tetapi foto dari korban pada akhirnya digunakan sebagai propaganda oleh berbagai organisasi komunis lainnya.[94] Pada 31 Oktober, para pejabat Uni Soviet memutuskan untuk mengubah keputusan yang mereka buat kemarin. Terdapat perdebatan di antara sejarawan apakah pernyataan Hungaria untuk keluar dari Pakta Warsawa menyebabkan Uni Soviet melakukan intervensi untuk kali kedua. Risalah dari rapat anggota Politbiro pada tanggal 31 Oktober menunjukkan bahwa keputusan untuk melakukan intervensi secara militer telah diambil sehari sebelum Hungaria menyatakan netralitasnya dan mundur dari Pakta Warsawa.[97] Sejarawan yang menolak gagasan bahwa netralitas Hungaria—atau faktor lain seperti Blok Barat yang hanya diam saja atau ketidakberdayaan Blok Barat karena Krisis Suez—yang menyebabkan intervensi, memiliki pandangan bahwa keputusan Soviet berlandaskan pada kehilangan kendali Partai Komunis di Hungaria dalam waktu yang cepat.[87] Namun, beberapa sejarawan Rusia yang bukan berada di pihak komunis tetap berpendapat bahwa pernyataan netralitas negara Hungaria menyebabkan pemerintah Soviet melakukan intervensi untuk kedua kalinya.[98] Dua hari sebelumnya, pada 30 Oltober, ketika perwakilan Politbiro Soviet Anastas Mikoyan dan Mikhail Suslov berada di Budapest, Nagy mengisyaratkan bahwa netralitas adalah tujuan jangka panjang untuk Hungaria, dan bahwa dia berharap untuk berbincang mengenai masalah ini dengan pejabat di Kremlin. Informasi ini disampaikan ke Moskwa oleh Mikoyan dan Suslov.[99][100] Pada waktu itu, Khrushchev berada di dacha Stalin, mempertimbangkan pilihannya mengenai Hungaria. Salah satu penulis pidatonya kemudian berkata bahwa pernyataan netralitas merupakan faktor penting dalam keputusannya untuk mendukung intervensi.[101] Selain itu, beberapa pemimpin revolusi di Hungaria dan juga pelajar juga menyerukan untuk Hungaria mundur dari Pakta Warsawa lebih cepat, dan hal ini mempengaruhi pengambilan keputusan dari Soviet.[102] Beberapa kejadian penting ini juga membuat Politbiro khawatir dan memperkuat keputusan untuk melakukan intervensi:[103][104]
Referensi
Bacaan lebih lanjut
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Hungarian Revolution of 1956.
|