Reformasi ekonomi TiongkokReformasi ekonomi Tiongkok (Hanzi sederhana: 改革开放; Hanzi tradisional: 改革開放; Pinyin: Gǎigé kāifàng; harfiah: 'reformasi & pembukaan' atau reformasi dan keterbukaan) mengacu pada program reformasi ekonomi yang dijuluki "sosialisme dengan karakteristik Tiongkok" di Republik Rakyat Tiongkok yang dimulai pada Desember 1978 oleh reformis di Partai Komunis Tiongkok yang dipimpin oleh Deng Xiaoping. TahapReformasi ekonomi yang memperkenalkan prinsip-prinsip pasar dimulai pada tahun 1978 dan diberlakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dari awal tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an meliputi dekolektivisasi agrikultur, keterbukaan terhadap investasi asing, dan pemberian izin bisnis kepada wiraswasta. Namun, sebagian besar industri masih berada di tangan pemerintah. Reformasi tahap kedua dari akhir tahun 1980-an hingga tahun 1990-an meliputi privatisasi, pengkontrakan industri-industri yang dimiliki negara, dan pencabutan kontrol harga, kebijakan proteksionis, dan regulasi, walaupun monopoli negara masih ada di beberapa bidang seperti perbankan dan minyak. Selama reformasi, sektor swasta berkembang pesat dan mencakup 70% produk domestik bruto Tiongkok pada tahun 2005.[1] Dari tahun 1978 hingga 2013, ekonomi Tiongkok mengalami pertumbuhan yang pesat dengan rata-rata 9,5% per tahun. Pemerintahan Hu-Wen yang lebih konservatif memberlakukan regulasi dan mengontrol ekonomi setelah tahun 2005, sehingga beberapa aspek reformasi telah dibatalkan.[2] SejarahSemasa Perang Dunia kedua, Tiongkok dan Amerika Serikat menjadi sekutu dalam melawan kekaisaran Jepang. Namun sayangnya setelah itu, Tiongkok terpecah menjadi dua kekuatan ideologis, "nasionalis" dipimpin oleh Chiang Kai-Shek sementara "komunis" dipimpin oleh Mao Zedong.[3] Perseteruan dimenangkan oleh Mao Zedong hingga berhasil membuatnya menjadi Presiden Tiongkok di masa itu, sementara Chiang Kai-Shek memimpin Taiwan. Tiongkok di bawa kepemimpinan Mao Zedong tentunya menjadi negara otoritarian dengan ideologi komunis yang diyakininya, serta menerapkan kebijakan CCP (Chinese Comunist Party) sehingga sistem pemerintahannya sangat tertutup, dan pemerintah menjadi distributor tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat China.[4] Namun sayangnya kebijakan ini tidak cocok untuk diterapkan di Tiongkok kala itu, pasalnya hal ini membuat alokasi sumber daya tidak efisien sebab satu komando dari pemerintah saja tak cukup memenuhi kebutuhan pasar domestik yang kompleks kala itu, ditambah lagi terdapat pengurangan bantuan keuangan serta tenaga ahli oleh Uni Soviet.[5] Keterpurukan tersebut terjadi semakin parah bahkan hingga terjadi bencana kelaparan hebat selama tiga tahun (1959-1961). Kebangkitan ekonomi Tiongkok akhirnya mulai terjadi ketika Mao wafat pada tahun 1976, kemudian digantikan oleh Deng Xiaoping pada tahun 1978. Deng kemudian mereformasi hampir seluruh sistem perekonomian di China, hingga akhirnya disebut sebagai bapak ekonomi China karena berhasil membawa kebangkitan ekonomi China. AkibatJutaan warga Tiongkok keluar dari kemiskinan berkat reformasi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang cepat hampir menghilangkan kemiskinan di kota-kota Tiongkok dan secara signifikan mengurangi tingkat kemiskinan di daerah pedesaan. Pertumbuhan PDB mencapai puncak sejarah dengan 15,2% pada tahun 1984.[6] Keberhasilan kebijakan ekonomi Tiongkok memicu perubahan besar dalam masyarakat Tiongkok. Program perencanaan pemerintah berskala besar telah mengurangi kemiskinan, tetapi kesenjangan pendapatan melebar. Para ahli telah mencoba menjelaskan keberhasilan kebijakan ekonomi Tiongkok dalam beberapa dasawarsa terakhir dan membandingkannya dengan upaya untuk mereformasi sosialisme di Blok Timur dan Uni Soviet serta pertumbuhan negara-negara berkembang lainnya. Catatan kaki
Bacaan lanjut
Pranala luar |