RabiRabi atau Rabbi (Ibrani Klasik רִבִּי ribbī;; Ashkenazi modern dan Israel רַבִּי rabbī) dalam Yudaisme, berarti "guru", atau arti harafiahnya "yang agung". Kata "Rabi" berasal dari akar kata bahasa Ibrani RaV, yang dalam bahasa Ibrani alkitabiah berarti "besar" atau "terkemuka, (dalam pengetahuan)". Dalam aliran-aliran Yudea kuno, kaum bijaksana disapa sebagai רִבִּי (Ribbi atau Rebbi) — dalam abad-abad belakangan ini diubah ucapannya menjadi Rabi ("guruku"). Juga Rabuni (Markus 10:51; Yohanes 20:16) sama artinya, yaitu "guruku". Istilah sapaan penghormatan ini lambat laun dipergunakan sebagai gelar, dan akhiran pronomina "i" ("-ku") kehilangan maknanya karena seringnya kata ini digunakan. Di Eropa Timur, Rabi diucapkan sebagai "Ravin," (Раввин). Peranan Rabi dalam masyarakat Yahudi mempunyai banyak sisi, dari dulu sampai sekarang. Di zaman dahulu, Rabbi merupakan gelar seseorang yang terpelajar, yaitu guru yang menguasai keseluruhan 613 mitzvot (hukum agama) Yahudi, atau orang yang ditunjuk sebagai pemimpin agama di komunitasnya. Saat ini rabi-rabi masih bertanggungjawab untuk mengajarkan ajaran agama Yahudi secara umum, dan Halakha (aturan-aturan agama) secara khusus; dan umumnya berhak menentukan penerapan hukum Yahudi. SejarahMusa dan Yosua: rabi-rabi pertamaMenurut tradisi, Musa adalah rabi pertama bagi orang Israel. Sampai sekarang ia dikenal di kalangan orang Yahudi sebagai Moshe Rabbeinu ("Musa, 'rabi' atau guru kami"). Musa juga dianggap nabi terbesar dalam Alkitab Ibrani. Musa menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Yosua bin Nun atas perintah Allah yang dicatat di dalam Kitab Bilangan, dengan cara semicha ("penumpangan tangan" atau "pentahbisan") yang pertama kalinya disebutkan di Taurat dalam Kitab Bilangan pasal 27:15-23[1] dan Kitab Ulangan 34:9.[2] Menurut tradisi Yahudi, kewenangan yang diberikan melalui semicha diberikan sambung menyambung oleh para rabi sejak dari Musa sampai sekarang. Zaman Tanakh (Alkitab Ibrani)Pemerintahan kerajaan Israel dan Kerajaan Yehuda didasarkan pada sistem raja-raja, para nabi, kewenangan hukum pengadilan Sanhedrin dan kewenangan ibadah para imam (kohen). Anggota Sanhedrin semua harus menerima semicha ("pentahbisan" yang diturunkan tak putus-putusnya sejak dari Musa) tetapi lebih sering disebut "hakim-hakim" (dayanim) semacam Shoftim yaitu para hakim di Kitab Hakim-hakim, bukan sebagai "rabi". Seluruh kepribadian dan kemampuan memahami Taurat serta ke-613 mitzvot (perintah Allah) sebenarnya sama dengan "rabi" yang dikenal sekarang. Dengan kehancuran dua Bait Allah di Yerusalem, pada akhir kerajaan/pemerintahan Yahudi, serta menurunnya peranan nabi dan imam, maka fokus kepemimpinan di bidang ilmu agama dan kerohanian bergeser kepada orang-orang bijak (sage) sebagai "Orang-orang dalam Kumpulan Agung" (Anshe Knesset HaGedolah). Kumpulan ini meliputi rabi-rabi yang fungsinya lebih dikenal selama 2000 tahun terakhir, terutama karena mereka memulai penyusunan dan penjelasan "Hukum-hukum oral" Yahudi (Torah SheBe'al Peh), yang kemudian dibakukan dan dibukukan dalam bentuk Mishnah dan Talmud. Selanjutnya keilmuan rabi-rabi ini menghasilkan Yahudi berdasarkan Kerabian atau "Rabbinical Judaism". Rabi bukanlah profesi yang ditemukan di Taurat. Pertama kalinya kata ini disebutkan dalam Mishnah, yang umumnya dianggap dibakukan sekitar 200 M, yaitu oleh Rabi Judah Hanasi. Lihat pula
ReferensiRujukan lainUmum
Perempuan dalam Ajaran Ortodoks
Pranala luar
|