Muhammad Said Bonjol
Syekh Muhammad Said Bonjol (1881-1979) adalah ulama Minangkabau dari Bonjol, Pasaman. Ia dikenal sebagai mursyid Naqsyabandiyah dan tokoh Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti). Riwayat hidupMuhammad Said lahir di Ganggo Hilia pada 1881 dari pasangan Syifat Sutan Mudo dan Kamimah. Pada 1892, ia belajar al-Qur'an kepada Syekh Jamaluddin Tanjung Bungo selama 3 tahun. Setelah tak lebih dari setahun merantau ke Padang bersama ibunya, ia melanjutkan pendidikan kepada Syekh Ibrahim Kumpulan, ulama Naqsyabandi terkemuka di Pasaman.[1] Setelah beberapa tahun di Kumpulan, Said berangkat ke Makkah untuk belajar di Jabal Abu Qubais.[2] Syekh Said terlibat dalam pembentukan perhimpunan ulama Kaum Tuo di Minangkabau, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, pada 1928.[3] Ia terpilih menjadi ketua Dewan Tarekat PI Perti pada muktamar 1953.[4] Ia juga terlibat dalam Konferensi Tarekat di Bukittinggi yang membahas ajaran Syekh Haji Jalaluddin, tokoh PPTI.[5] Syekh Said wafat pada 1979. Kepemimpinan surau suluk dilanjutkan oleh salah satu putranya, Buya H. Harun Al Rasyid Said.[1] Selain Harun, putra Said Bonjol yang juga terkenal adalah Buya H. Khalidi Said, tokoh Tarbiyah dan anggota DPR RI dari Golkar pada 1971-1977.[6][7] PeninggalanSurau Syekh Muhammad Said Bonjol di Ganggo Hilia menyimpan manuskrip-manuskrip dari beberapa ulama Naqsyabandiyah.[8][9] Salah satu naskah tersebut ialah Nazam al-Wasiyah, sebuah nazam tentang tasawuf yang ditulis oleh Syekh Said Bonjol.[10] Catatan kakiRujukan
Daftar pustaka
|