Kerajaan Sekadau
Kerajaan Sekadau adalah sebuah kerajaan yang terletak di Kabupaten Sekadau, Provinsi kalimantan barat , Indonesia.[5] Nama Sekadau diambil dari sejenis pohon yang banyak tumbuh di muara Sungai Sekadau.[6] Penduduk setempat menamakannya Batang Adau.[6] SejarahAsal mula penduduk Sekadau adalah pecahan rombongan Dara Nante yang berada di bawah pimpinan Singa Patih Bardat dan Patih Bangi yang meneruskan perjalanan ke hulu Sungai Kapuas.[7] Rombongan Singa Patih Bardat menurunkan suku Kematu, Benawas, Sekadau, dan Melawang.[7]Mula-mula kerajaan Sekadau terletak di daerah Kematu, lebih kurang 3 kilometer sebelah hilir Rawak.[7] Raja pertama Sekadau adalah Pangeran Engkong yang memiliki tiga putra, yakni Pangeran Agong, Pangeran Kadar dan Pangeran Senarong.[7] Sesudah Pangeran Engkong wafat, kerajaan diteruskan oleh putra keduanya, Pangeran Kadar, karena dinilai lebih bijaksana dari putra-putra yang lain.[7] Karena kecewa, Pangeran Agong kemudian meninggalkan Sekadau menuju daerah Lawang Kuwari.[7] Sedangkan Pangeran Senarong kemudian menurunkan penguasa kerajaan Belitang.[7] Setelah Pangeran Kadar wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh putra mahkota Pangeran Suma.[8] Pangeran Suma pernah dikirim orangtuanya untuk memperdalam pengetahuan agama Islam ke kerajaan Mempawah, karena itu pada masa pemerintahannya agama Islam berkembang pesat di kerajaan Sekadau.[8] Ibu kota kerajaan kemudian dipindahkan ke kampung Sungai Bara dan sebuah masjid kerajaan didirikan disana. Pada masa ini pula Belanda sampai ke kerajaan Sekadau.[8] Pangeran Suma kemudian digantikan oleh Putra Mahkota Abang Todong dengan gelar Sultan Anum.[8] Lalu digantikan lagi oleh Abang Ipong bergelar Pangeran Ratu yang bukan keturunan raja namun naik tahta karena putra mahkota berikutnya belum cukup dewasa.[8] Setelah putra mahkota dewasa, ia pun dinobatkan memerintah dengan gelar Sultan Mansur.[8] Kerajaan Sekadau kemudian dialihkan kepada Gusti Mekah dengan gelar Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara karena putra mahkota berikutnya, yakni Abang Usman, belum dewasa.[8] Abang Usman kemudian dibawa ibunya ke Nanga Taman.[8] Sesudah pemerintahan Panembahan Gusti Mekah Kesuma Negara berakhir, Panembahan Gusti Akhmad Sri Negara dinobatkan naik tahta.[8] Tetapi oleh penjajah Belanda, panembahan beserta keluarganya kemudian diasingkan ke Malang, Jawa Timur, dengan tuduhan telah menghasut para tumenggung untuk melawan Belanda.[8] Karena peristiwa tersebut, Panembahan Haji Gusti Abdullah kemudian diangkat dengan gelar Pangeran Mangku sebagai wakil panembahan.[8] Ia pun dipersilakan mendiami keraton.[8] Belum lama setelah penobatannya, Pangeran Mangku wafat.[8] Ia kemudian digantikan oleh Panembahan Gusti Akhmad, kemudian Gusti Hamid.[8] Raja Sekadau berikutnya adalah Panembahan Gusti Kelip.[8] Tahun 1944 Gusti Kelip tewas dibunuh penjajah Jepang.[8] Pihak Jepang kemudian mengangkat Gusti Adnan sebagai pembesar kerajaan Sekadau dengan gelar Pangeran Agung, ia berasal dari Belitang.[8] Bergabung dengan NKRIPada Juni 1952, bersama Gusti Kolen dari kerajaan Belitang, Gusti Adnan menyerahkan administrasi kerajaan kepada pemerintah Republik Indonesia di Jakarta dengan tergabung dalam Kabupaten Sanggau.[8] Pemerintahan Kabupaten Sekadau dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat.[9] Kabupaten Sekadau merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Sanggau, maka sejak Tahun 2003 resmi menjadi kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Sekadau.[9] Daftar Panembahan Sekadauversi kedua melalui sumber http://www.worldstatesmen.org/Indonesia_princely_states2.html c.1600 Sekadau dibentuk / state founded. Pangeran * 1780 – ….: Suto * …. – 1830: Kusuma Negara Sultan * 1830 – 1861: Muhammad Kamaruddin * 1861 – 1867: Mansur Kusuma Negara Panembahan * 1867 – 31 Jul 1902: Muhammad Kusuma Negara * 31 Jul 1902 – 1910: Ahmad Seri Negara (1st time) * 1910 – 1919: Regency [four members] * 1919: Ahmad Seri Negara (2nd time) * 1920 – 1931: Regency * Gusti Ahmad Pangeran Nata Negara * Adi Abul Murad (to 1923) * 1931 – 1944: Gusti Muhammad (d. 1944?) * 1944 – c.1946: Gusti Kelip * c.1946 – c.1952: Abang Kolin * 19.. – 1963: Gusti Adenan * 2018: Gusti Muhammad Effendi Referensi
|