Kerajaan Iha

Kerajaan Iha

Abad ke-13–1652
Bendera Iha
Bendera/Panji
Perkiraan wilayah kekuasaan Iha di Pulau Saparua yang terbentang dari Negeri Kulur hingga Negeri Ullath sekarang.
Perkiraan wilayah kekuasaan Iha di Pulau Saparua yang terbentang dari Negeri Kulur hingga Negeri Ullath sekarang.
StatusKerajaan
Ibu kotaKupalatu
Bahasa yang umum digunakanBahasa tanah

Bahasa Saparua

Melayu Ambon
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
• Raja yang terkenal
Latu Sopacua
• Putra pertama
Latusali (berganti nama menjadi Latukaisupy)
• Putra kedua
Latuwaji
• Putra ketiga
Latupicahulan
Pendirian
Sejarah 
• Disebutkan secara eksplisit dalam arsip Portugis sebagai Hiamao oleh Pedro Mascarenhas. Kata Hiamao sebenarnya merujuk pada 2 nama Soa, yaitu Soa Iha dan Soa Mahu bukan Kerajaan Iha secara keseluruhan. Hal ini karena kedua soa itu, adalah soa terbesar dari soa lainnya dalam kerajaan Iha.
1570
• Diserang Portugis dibawah Sancho de Vasconcelos. Pada ekspedisi penyerangah ini, ia dibantu oleh Dom Henrique (Don Anrique). Perang ini disebut Perang Iha I.
1575 - 1590
• Penyerangan kembali oleh Portugis dibawah Andre Furtado de Mendonca, namun gagal total.
1601
• Kontrak antara Gubernur VOC di Ambon Adriaen Blocq Martensz dengan Pemimpin/penguasa (Hooffden ende Principaelen) dari Iha namun tidak disebutkan nama pemimpinnya.
16 Mei 1617
• Kontrak antara Gubernur VOC di Ambon Herman van Speult dengan Orang kaya Iha.
19 November 1618
• Kontrak antara VOC dengan Raja dan Kepala Soa Mahu dari Iha.
7 Juni 1621
• Perang terakhir dengan VOC dibawah Arnold de Vlaming dan akhirnya Iha dapat ditaklukkan. Peristiwa ini disebut Penaklukan Iha atau Perang Iha II.
1632 - 1652
• Didirikan
Abad ke-13
• Dibubarkan
1652
Didahului oleh
Digantikan oleh
Peradaban Alifuru
Hindia Belanda
Sekarang bagian dari Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Iha adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Saparua, Maluku. Di Pulau Saparua, sampai pada masa penjajahan Belanda ada dua kerajaan yang terkenal yaitu Iha dan Honimoa (Siri Sori). Kedua kerajaan Islam yang cukup berpengaruh ini sempat dikenal sebagai sapanolua artinya "dua sampan" atau "dua perahu". Yang dimaksudkan ialah pulau Saparua mempunyai dua Jazirah yang besar yang di atasnya berkuasa dua orang raja dengan tanahnya yang sangat luas itu yaitu di sebelah utara (Jazirah Hatawano) Raja Iha dengan kerajaannya dan di sebelah tenggara Raja Honimoa dengan Kerajaannya. Sebelum datangnya Portugis dan Belanda, Kerajaan Iha terletak di antara Negeri Kulur sampai dengan perbatasan Negeri Ullath yang dahulunya berbatas dengan Kerajaan Honimoa. [1]Kerajaan Iha terlibat dalam sebuah perlawanan melawan kolonial Belanda pada tahun 1632–1652 yang disebut Perang Iha II.[2] Perang ini sendiri mengakibatkan kerajaan Iha kehilangan sebagian besar daerah dan rakyatnya sehingga kemudian mengalami kemunduran.

Penaklukan Iha

Perang antara Kerajaan Iha dan Belanda berlangsung sekitar 20 tahun. Belanda, dengan peralatan tempur modern dan armada perang yang terus bertambah, selalu siap menyerang. Sebaliknya, masyarakat Iha hanya mengandalkan peralatan tradisional dan semangat cinta tanah air untuk bertahan.

Setelah gagal menundukkan Iha melalui peperangan langsung, Belanda menggunakan strategi lain. Mereka mencoba menarik dukungan dari amano-amano (negeri) yang berada di bawah pemerintahan Kerajaan Iha Beberapa amano yang terlibat di antaranya adalah Ullath, Tuhaha, Paperu, dan Nolloth. Dengan berhasilnya Belanda membujuk beberapa amano menjadi sekutu, pertahanan Kerajaan Iha mulai melemah. Dukungan ini memberi keuntungan besar bagi Belanda, karena mereka dapat mengetahui jalur-jalur rahasia menuju pusat pemerintahan Kerajaan Iha di puncak Gunung Amaiha.

Setelah mendapat dukungan dari sejumlah kapitan dan raja setempat, De Vlamingh merancang strategi baru. Serangan kali ini banyak melibatkan pasukan rakyat yang dipimpin oleh kapitan dari setiap amano. Salah satu taktik yang digunakan adalah menyandera Raja Lawaranta dari Paperu untuk memaksa Kapitan Kamalau Tarapa membantu Belanda melawan pasukan Kerajaan Iha yang dipimpin oleh Kapitan Hatibe Pati. Pada saat yang sama, sekutu Belanda dari amano Tuhaha, yang dipimpin Kapitan Sasabone, juga siap menyerang.

Pada tanggal 5 September 1652, Arnold de Vlamingh bersama sekutu lokal menaklukan Kerajaan Iha

Puncaknya terjadi pada tada tanggal 5 September 1652, ketika Arnold de Vlamingh memimpin dalam pertempuran di petuanan Italili (sekarang negeri Itawaka) berhasil mengalahkan Kapitan Hatibe Pati dengan bantuan kaki-tangannya. Sehingga sampai sekarang tempat wafatnya kapitan Hatibe Pati disebut dengan istilah air potang-potang dalam dialektika masyarakat setempat. Selain pada kekalahan kapitan Hatibe Pati, kekalahan yang lain diperoleh kerajaan Iha ialah tumbangnya Masjid di puncak gunung Amaiha  akibat 29 tembakan senjata yang terbuat dari tulang rahang babi.[3]

Pasca Runtuhnya Iha

Runtuhnya Kerajaan Iha pada 1652 menyebabkan penduduknya terpecah menjadi tiga negeri berbeda:

  1. Negeri Iha Kulur (Ama Iha Ulupia/Nurwaitu Amalatu): Orang Iha yang bermigrasi ke Huamual, Pulau Seram.
  2. Negeri Ihamahu (Noraito Amapatti): Orang Iha yang dibaptis menjadi Kristen Protestan di Pulau Saparua.
  3. Negeri Iha (Ulupalu Amalatu): Orang Iha yang tetap memeluk Islam dan memilih kembali ke Pulau Saparua dan hanya mendapat sebidang tanah kecil tanpa petuanan.

Untuk menghargai sekutu-sekutu yang membantu Belanda menaklukkan Kerajaan Iha, Gubernur Arnold de Vlamingh membagi tanah-tanah bekas kerajaan Iha, sebagaimana tercatat dalam buku hariannya (16 Mei 1653):

  1. Tanah Soa Raja (Soa Iha): Diberikan kepada penduduk yang pindah ke tanah Iha dan mendirikan Negeri Itawaka.
  2. Tanah Soa Patty (Soa Mahu): Diberikan kepada masyarakat Paperu.
  3. Tanah Soa Hahuhan (Soa Hatala): Diberikan kepada masyarakat Saparua, namun kemudian diambil alih oleh Tuhaha.
  4. Tanah Soa Matalete (Soa Malige Hukom): Diberikan kepada masyarakat Ullath yang mendirikan Negeri Tuhaha.
  5. Tanah Soa Pelesula (Soa Pia): Diberikan kepada masyarakat Sirisori (Honimua).

Kebijakan pembagian tanah ini mempertegas dominasi Belanda dan sekutunya serta menjadi strategi politik untuk melemahkan sisa-sisa kekuatan Kerajaan Iha.[4]

Lihat Juga

Referensi

  1. ^ Hitipeuw, Frans (2021-04-04). "Kerajaan Iha berinteraksi dengan segala Suku Bangsa di Abad XVII dalam Perjuangan Nasional - Bagian 1". Pisarana Hatusiri Amalatu. Diakses tanggal 2025-01-12. 
  2. ^ Klinken, gerry van. (2001) The Maluku wars; bringing society back in Indonesia No.71. http://cip.cornell.edu/DPubS?service=Repository&version=1.0&verb=Disseminate&view=body&content-type=pdf_1&handle=seap.indo/1106942065#
  3. ^ Stenly, Loupatti (2014-08). "HIJRAH MASYARAKAT IHA DI PULAU SAPARUA" (PDF). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses tanggal 2025-01-12. 
  4. ^ Hitipeuw, Frans (2021-04-06). "Kerajaan Iha berinteraksi dengan segala Suku Bangsa di Abad XVII dalam Perjuangan Nasional - Bagian 2". Pisarana Hatusiri Amalatu. Diakses tanggal 2025-01-12.