EndotoksinEndotoksin adalah toksin pada bakteri gram negatif berupa lipopolisakarida (LPS) pada membran luar dari dinding sel yang pada keadaan tertentu bersifat toksik pada inang tertentu.[1] Lipopolisakarida ini disebut endotoksin karena terikat pada bakteri dan dilepaskan saat mikroorganisme mengalami lisis atau pecahnya sel.[1] Beberapa juga dilepaskan saat penggandaan bakteri.[2] Komponen toksik pada LPS adalah bagian lipid atau lemak, yang disebut lipd A.[2] Komponen lipid A ini bukanlah struktur makromolekuler tunggal melainkan terdiri dari susunan kompleks dari residu-residu lipid.[2] Endotoksin hanya ada pada bakteri gram negatif berbentuk basil/batang dan kokus dan tidak secara aktif dilepaskan dari sel serta dapat menimbulkan demam, syok, dan gejala lainnya.[2] Endotoksin adalah LPS sementara eksotoksin adalah polipetida; enzim-enzim yang menghasilkan LPS tersebut dikodekan oleh gen-gen pada kromosom bakteri daripada plasmid atau DNA bakteriofage yang biasanya mengkodekan eksotoksin.[2] Toksisitas endotoksin lebih rendah dibandingkan dengan eksotoksin, namun beberapa organisme memiliki endotoksin yang lebih efektif dibanding yang lain.[2] Endotoksin adalah antigen yang lemah dan menginduksi antibodi dengan lemah sehingga tidak cocok digunakan sebagai antigen dalam vaksin.[2] Keberadaan endotoksin tanpa bakteri penghasilnya sudah cukup untuk menimbulkan gejala keracunan pada inang contohnya keracunan makanan karena endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Salmonella.[2][3] DampakEfek biologis dari endotoksin yaitu:
Efek langsung maupun tak langsung lain dari endotoksin termasuk stimulasi pembentukan sel granulosit, penggumpalan dan degenerasi dari sel trombosit.[4] SumberNeisseria meningitidis
Haemophilus influenzae
Deteksi dan EliminasiDeteksi dan eliminasi endotoksin telah menjadi masalah bertahun-tahun bagi industri farmasi dan alat-alat kedokteran.[1] Contohnya pemberian obat yang terkontaminasi dengan endotoksin dapat berakibat pada komplikasi bahkan kematian kepada pasien.[1] Selain itu, endotoksin juga menjadi masalah bagi mereka yang bekerja dengan kultur sel dan rekayasa genetika.[1] Untuk itu, dikembangkan metode untuk mendeteksi dan mengeliminasi endotoksin.[1] Prosedur tersebut harus sangat sensitif sehingga dapat mendeteksi endotoksin sampai dengan 0,25 endotoxin unit (E.U.) atau setara dengan 0,025ng/ml.[1] Salah satu prosedur yang paling akurat adalah uji Limulus amoebocyte lysate (LAL) yang didasarkan pada observasi pembentukan gel beku sewaktu endotoksin bersentuhan dengan protein pembeku dari amoebocytes Limulus yang bersikulasi.[1] Perangkat uji ini terdiri dari kalsium, enzim propembekuan (proclotting) dan senyawa propenggumpalan/prokoagulan (procoagulan).[1] Enzim proclotting akan teraktivasi oleh endoktoksin dan kasium unuk membentuk enzim pembeku (clotting enzyme) yang akan memotong prokoagulan menjadi subunit polipeptida (koagulogen).[1] Subunit-subunit tersebut akan bergabung membentuk ikatan disulfida membentuk gel beku.[1] Lalu dilakukan metode spektrofotometri untuk mengukur jumlah protein yang tergumpalkan pada lisat tersebut yang mana bisa terdeteksi hingga 10pg/ml lipopolisakarida.[1][3] Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi endotoksin di dalam serum, cairan serebrospinal, air minum, dam cairan untuk injeksi dan obat.[3] Lihat PulaReferensi
Pranala luar |