ABSTRACTCocoa (Theobroma cacao L.) is an important estate crop commodity which plays a role in national economy for creating jobs, farmers income, stock-exchange sources, and agro-industry development. This article discusses cacao farming bioindustry in Luwu Regency, South Sulawesi, as eco-friendly, efficient, value added, and competitive farming system. The main benefit is derived from plants as a source of livestock feed and increasing plantproduction due to utilization of compost as fertilizer. While the benefit from livestock can be generated from livestock waste as organic fertilizer and a source of energy. Implementation of the model increased farming revenues by 45.9%. Cattle business efficiency can be obtained from utilization of cocoa pods and legume forage as feed sources which save labor allocation up to 50%. Cocoa farming efficiency that is obtained through the use of manure as organic fertilizer reached 40%. Financial analysis showed that  integrated cocoa and livestock was more profitable than non-integrated model. Within one year, the integration pattern provided profits of Rp13.03 million/ha/2 cattle, whereas nonintegration pattern only provided net profit of 7.84 million/ha/year. Thus the integration pattern gave added value of Rp5.1 million or 66% with an incremental benefit cost ratio (IBCR) of 1.08. The system is potential to be developed in other cocoa development areas in Indonesia, as well as to support the increasing cow population program.Keywords: Bioindustries, farming system, integration, cocoa, cow livestock AbstrakKakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan cukup penting dalam perekonomian nasional, sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan petani dan devisa negara, dan pengembangan agroindustri. Tulisan ini membahas sistem usaha tani kakao berbasis bioindustri di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, sebagai usaha tani ramah lingkungan yang efisien, bernilai tambah, dan berdaya saing tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan sistem ini melalui integrasi kakao-sapi dapat mendorong peningkatan produktivitas tanaman kakao dan pengembangan sapi melalui pemanfaatan limbah kakao sebagai sumber pakan ternak serta limbah ternak sebagai sumber pupuk organik dan energi. Penerapan model integrasi kakao-sapi dapat meningkatkan pendapatan petani hingga 45,9%. Efisiensi usaha ternak sapi pada pola integrasi kakao-sapi terjadi melalui pemanfaatan kulit kakao dan tanaman pelindung (leguminosa) sebagai bahan pakan yang menghemat tenaga kerja dalam penyediaan pakan hingga 50%. Efisiensi pengelolaan kebun kakao terjadi melalui penghematan biaya penggunaan pupuk kandang yang mencapai 40%. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa usaha tani integrasi kakao-sapi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan nonintegrasi. Pola integrasi mampu memberikan keuntungan Rp13,03 juta/ha/2 ekor/tahun, sedangkan keuntungan pada pola nonintegrasi hanya Rp7,84 juta/ha/tahun. Pola integrasi memberikan nilai tambah Rp5,1 juta atau 66% dengan incremental benefit cost ratio (IBCR) 1,08. Sistem ini berpotensi untuk diimplementasikan di berbagai wilayah pengembangan kakao di Indonesia, sekaligus untuk mendukung program peningkatan populasi sapi.