Indonesia menduduki peringkat pertama dalam kasus bullying dengan jumlah 84%. Hal ini menjadi perhatian publik untuk mengatasi masalah tersebut. Namun hal ini menjadi tantangan penelitian dari sudut pandang komunikasi mengenai pendekatan interpersonal dengan anak korban bullying. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengelola keterbukaan diri korban bullying dalam menggali informasi dan model komunikasi yang dilakukan komunikator dalam berhadapandengan korban bullying. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik penentuan informan adalah purposive sampling, sehingga didapat empat orang informan sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Cara pengumpulan data ada dua macan, yaitu wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini adalah komunikasi interpersonal merupaakn jembatan antara individu dengan individu lain. Keterbukaan diri merupakan cara yang dapat dilakukan antara komunikator kepada komunikan untuk bisa memaknai sebuah pesan. Dalam keterbukaan diri, tidak semuanya tindakan komunikasi dapat menyelesaikan masalah. Hal ini disebabkan oleh kemampuan informan untuk mau berubah. Perbedaan penyelesaian masalah terjadi karena kemampuan komunikator dalam meyakinkan informan untuk mau berubah. Informan Wendi cenderung tidak ada perubahan dalam dirinya perlakuan bullying gestural dari lingkungan kampusnya, meskipun sudah mendapatkan masukan dari komunikatornya. Sedangkan informan kedua (Mega S) awalnya dia mengalami trauma, karena mulai terbuka dengan ibunya untuk menceritakan bentuk bullying gestural juga, namun ibunya sebagai komunikator mencoba menstimulus dengan meyakinkan informan untuk lebih percaya diri