The existence of a dissenting opinion in the case investigation of corruption in terms of juridical reference to the Act No. 48 year 2009 on the judicial power. Based on the philosophical the existence of a dissenting opinion in a case of corruption as an extraordinary crime does not eliminate its essence as an extra crime. Application of the dissenting judges that occur analyzed show a dissenting judge believes the defendant is not an act of corruption but the crime of forgery under article 263, paragraph 1 of the Criminal Code and not the competence of the Corruption Court, Rather Competence General Court.Keywords: Dissenting Opinion, Corruption Decision Eksistensi dissenting opinion dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi dari segi yuridis mengacu pada Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Secara filosofis eksistensi dissenting opinion dalam perkara tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa tidak menghilangkan esensinya sebagai kejahatan extra. Penerapan dissenting opinion hakim yang terjadi dalam putusan yang dianalisis menunjukkan hakim yang dissenting opinion berpendapat perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana korupsi melainkan tindak pidana pemalsuan berdasarkan pasal 263 ayat 1 KUHP dan bukan merupakan kompetensi Pengadilan Tipikor melainkan Kompetensi Pengadilan Umum.Kata Kunci : Dissenting Opinion, Putusan KorupsiÂ