Undang-undang telah menggariskan tentang norma hukum keabsahansuatu perkawinan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1),namun masih menyisakansuatu persoalan yang selalu urgen didiskusikan terkait dengan keabsahanperkawinan beda agama.Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatifdengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Teknikanalisis adalah analisis isi terhadap bahan-bahan hukum.Hasil penelitianmengemukakan bahwa Mahkamah Konstitusi dalam bagian Pertimbangan Hakimdalam Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 dari perspektif Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sangat tepat dalam menjaga prinsip-prinsiphukum yang hidup di masyarakat, sehingga tuntutan para pemohon yangmenghendaki Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 harus dibacabahwa: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masingagamanya dan kepercayaannya itu, sepanjang penafsiran mengenai hukumagamanya dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calonmempelai ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Rumusan Pasal 2 ayat (1) yangdemikian sangat urgen untuk ditolak karena membuka ruang penafsiran yangberagam kepada siapapun, termasuk penafsiran hukum agama dan kepercayaandalam pelaksanaan perkawinan beda agama.Kata kunci: Keabsahan, Perkawinan Beda Agama.