Istilah warga digital memiliki arti yang berbeda-beda. Menurut definisi yang diberikan oleh Karen Mossberger, salah satu penulis Digital Citizenship: Internet, Masyarakat, dan Partisipasi,[1] warga digital adalah "mereka yang menggunakan internet secara teratur dan efektif." Dalam pengertian ini, warga digital adalah orang yang menggunakan teknologi informasi (TI) untuk terlibat dalam masyarakat, politik, dan pemerintahan.
Elaborasi yang lebih baru dari konsep ini mendefinisikan kewarganegaraan digital sebagai pelaksanaan peran individu dalam masyarakat melalui penggunaan teknologi digital, yang menekankan karakteristik pemberdayaan dan demokratisasi dari ide kewarganegaraan. Teori-teori ini bertujuan untuk memperhitungkan datafikasi masyarakat kontemporer yang terus meningkat (seperti yang secara simbolis dapat dikaitkan dengan bocoran Snowden), yang secara radikal mempertanyakan makna "menjadi warga negara (digital) dalam masyarakat yang terdata",[2] juga disebut sebagai "masyarakat algoritmik",[3] yang dicirikan oleh meningkatnya datafikasi kehidupan sosial dan merajalelanya praktik-praktik pengawasan - lihat kapitalisme pengawasan dan pengawasan, penggunaan Kecerdasan Buatan, dan Maha Data.
Datafikasi menghadirkan tantangan krusial bagi gagasan kewarganegaraan, sehingga pengumpulan data tidak bisa lagi dilihat sebagai masalah privasi semata sehingga:
Kita tidak bisa begitu saja berasumsi bahwa menjadi warga digital sudah berarti sesuatu (apakah itu kemampuan untuk berpartisipasi atau kemampuan untuk tetap aman) dan kemudian mencari orang-orang yang perilakunya sesuai dengan makna ini[4]
Sebaliknya, gagasan kewarganegaraan digital harus mencerminkan gagasan bahwa kita tidak lagi sekadar "pengguna" teknologi, karena teknologi membentuk agensi kita baik sebagai individu maupun sebagai warga negara.
Kewarganegaraan digital adalah penggunaan teknologi yang bertanggung jawab dan penuh rasa hormat untuk terlibat secara daring, menemukan sumber-sumber yang dapat dipercaya, serta melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia. Hal ini mengajarkan keterampilan untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan bertindak secara positif di platform daring apa pun. Ini juga mengajarkan empati, perlindungan privasi, dan langkah-langkah keamanan untuk mencegah pelanggaran data dan pencurian identitas.
Tiga prinsip kewarganegaraan digital
Kewarganegaraan digital adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penggunaan teknologi yang tepat dan bertanggung jawab di antara para pengguna. Tiga prinsip dikembangkan oleh Mike Ribble untuk mengajarkan pengguna digital bagaimana menggunakan teknologi secara bertanggung jawab untuk menjadi warga negara digital: menghormati, mendidik, dan melindungi.[5] Setiap prinsip mengandung tiga dari sembilan elemen kewarganegaraan digital.[6]
Menghormati: elemen etiket, akses, dan hukum digunakan untuk menghormati pengguna digital lainnya.
Mendidik: elemen literasi, komunikasi, dan perdagangan digunakan untuk mempelajari penggunaan dunia digital yang tepat.
Melindungi: elemen hak dan tanggung jawab, keamanan, serta kesehatan dan kesejahteraan digunakan untuk tetap aman di dunia digital dan non-digital.
Di dalam tiga prinsip inti ini, terdapat sembilan elemen yang juga perlu dipertimbangkan terkait kewarganegaraan digital:[6]
Akses digital: Ini mungkin merupakan salah satu hambatan paling mendasar untuk menjadi warga digital. Namun, karena status sosial ekonomi, lokasi, dan ketidakmampuan lainnya, beberapa individu mungkin tidak memiliki akses digital. Akhir-akhir ini, sekolah-sekolah [kapan?] menjadi lebih terhubung dengan internet, sering kali menawarkan komputer dan bentuk akses lainnya. Hal ini dapat ditawarkan melalui kios, pusat komunitas, dan laboratorium terbuka. Hal ini paling sering dikaitkan dengan kesenjangan digital dan faktor-faktor yang terkait dengannya. Akses digital tersedia di banyak negara terpencil melalui kafe dunia maya dan kedai kopi kecil.
Perdagangan digital: Ini adalah kemampuan pengguna untuk mengenali bahwa sebagian besar ekonomi diatur secara online. Hal ini juga berkaitan dengan pemahaman akan bahaya dan manfaat dari pembelian daring, penggunaan kartu kredit secara daring, dan lain sebagainya. Seperti halnya keuntungan dan aktivitas legal- ada juga aktivitas berbahaya seperti unduhan ilegal, perjudian, transaksi narkoba, pornografi, plagiarisme, dan lain sebagainya.
Komunikasi digital: Elemen ini berkaitan dengan pemahaman tentang berbagai media komunikasi daring seperti surel, pesan instan, dan lain sebagainya. Ada standar etiket yang terkait dengan setiap media.
Literasi digital: Hal ini berkaitan dengan pemahaman tentang cara menggunakan berbagai perangkat digital. Misalnya, bagaimana cara mencari sesuatu dengan benar di mesin pencari versus basis data daring, atau cara menggunakan berbagai catatan daring. Sering kali banyak institusi pendidikan akan membantu membentuk literasi digital seseorang.
Etika digital: Seperti yang telah dibahas di elemen ketiga, komunikasi digital, ini adalah harapan bahwa berbagai media membutuhkan berbagai etiket. Media tertentu menuntut perilaku dan bahasa yang lebih tepat daripada yang lain.
Hukum digital: Di sinilah penegakan hukum terjadi untuk pengunduhan ilegal, menjiplak, meretas, membuat virus, mengirim spam, pencurian identitas, perundungan siber, dll.
Hak dan tanggung jawab digital: Ini adalah seperangkat hak yang dimiliki oleh warga digital, seperti privasi dan kebebasan berbicara.
Kesehatan digital: Warga digital harus menyadari tekanan fisik yang ditimbulkan oleh penggunaan internet pada tubuh mereka. Mereka harus sadar untuk tidak terlalu bergantung pada internet yang menyebabkan masalah seperti ketegangan mata, sakit kepala, dan stres.
Keamanan digital: Ini berarti bahwa warga negara harus mengambil langkah-langkah untuk menjaga keamanan dengan berlatih menggunakan kata sandi yang aman, perlindungan virus, mencadangkan data, dan sebagainya.