Ular kawat biasa (Indotyphlops braminus), juga sering disebut ular cacing atau ular kawat saja, adalah salah satu jenis ular yang terkecil di dunia. Nama-namanya dalam bahasa Inggris adalah common blindsnake, Brahminy blindsnake, flowerpot snake, bootlace snake. Dalam bahasa Jawa ia juga dikenal sebagai ula duwel, sedang dalam bahasa Madura dikenal dengan nama olar kabâk.
Identifikasi
Ular kawat bertubuh amat kecil, tampak berkilau seperti sepotong kawat kecil kehitaman. Panjang tubuh hingga 20 cm,[3] akan tetapi jarang yang lebih panjang dari 15 cm[4] Kebanyakan malah sekitar 10 cm atau kurang.
Tubuhnya berwarna hitam, kehitaman, kecoklatan, atau abu-abu kebiruan. Umumnya lebih gelap di bagian dorsal (punggung) dan lebih muda di sisi ventral (perut). Ekornya amat pendek dan pada ujungnya terdapat runcingan serupa duri. Terkadang kedua ujungnya (kepala dan ekor) berwarna lebih muda atau keputihan.[3][4]
Matanya tersembunyi dan hanya tampak sebagai bintik gelap samar-samar di balik sisik kepalanya. Oleh sebab itu, dalam bahasa Inggris dikenal sebagai blind snake (ular buta). Sisik-sisik yang menutupi bagian tengah tubuh tersusun dalam 20 deret, amat halus dan serupa saja bentuknya di bagian dorsal maupun ventral.[3][4]
Kebiasaan dan ekologi
Ular ini sangat mirip cacing,[4] baik ukuran tubuh maupun perilakunya. Sering ditemukan di bawah perabotan rumah, di balik pot-pot tanaman dan di halaman, di bawah batu dan kayu-kayu busuk,[4] di tempat yang tidak terlalu basah. Ular ini dengan segera menggelepar seperti cacing bila terusik. Namun bila diamati dengan saksama, terlihat ular ini memiliki sisik yang berkilau dan kulitnya tidak berlendir.
Ular kawat menggemari tempat-tempat yang sedemikian untuk mencari mangsanya yang berupa telur-telur semut,[3]rayap dan berbagai serangga kecil lainnya, ulat, serta cacing tanah.[5] Mulutnya begitu kecil, dan hanya cukup untuk menelan mangsanya yang juga amat kecil. Karena itu adanya sangka-sangkaan orang bahwa ular kawat termasuk semacam ular yang amat berbisa dan dapat mematikan manusia hanyalah mitos yang tidak berdasar. Ular ini bahkan tidak mampu menggigit orang.
Ular ini diduga berbiak secara partenogenesis,[5] yakni telurnya berkembang menjadi individu ular tanpa dibuahi oleh ular jantan. Dugaan ini muncul karena semua spesimen ular ini yang berhasil dikumpulkan ternyata teridentifikasi dengan kelamin betina.[4] Sejenis ular lain yang juga diketahui memiliki kemampuan partenogenesis adalah ular karung Papua (Acrochordus arafurae).
Kebiasaan ular ini yang hidup di bawah tanah (fossorial), ukurannya yang amat kecil, dan kemampuan partenogenesisnya, menjadikan ular kawat ini mudah tersebar luas; populasinya dapat terbentuk hanya dengan satu spesimen ular yang terbawa dalam tanah pada pot tanaman.
Penyebaran
Penyebaran ular ini amat luas:[5]Afrika (Zanzibar, Tanzania, Mozambique, Somalia, Kamerun, Benin, Togo, Pantai Gading).
Madagaskar, kepulauan-kepulauan Comoro, Mascarenes, Seychelles, Mauritius, Reunion, Rodrigues.
Asia tropis (Arab, Persia, India, Srilanka, Myanmar, Muangthai, Indonesia, Tiongkok selatan, Jepang selatan, Hongkong, Taiwan, Filipina, Semenanjung Malaya, dan kepulauan-kepulauan di Samudera Hindia).
Di Indonesia ular kawat menyebar di seluruh kepulauan.
Jenis yang berkerabat
Ada beberapa banyak spesies ular kawat lainnya dari marga Typhlops di Indonesia barat, Cyclotyphlops di Sulawesi dan Acutotyphlops di Papua. Kerabat dekat ular kawat, yakni Ramphotyphlops lineatus (Schlegel, 1839), memiliki panjang tubuh sampai sekitar 48 cm dan menyebar dari Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Nias, Kalimantan, Jawa barat dan tengah.
Mitos
Ular kawat diyakini dapat membawa bencana dalam berbagai mitos yang beredar di Indonesia. Ular kawat yang masuk rumah sering dianggap sebagai pertanda rezeki dari orang terdekat atau datangnya makhluk gaib seperti jin atau iblis.[6]
Rujukan
^Daudin, F.M. 1803. Histoire naturelle, générale et particulière, des reptiles : ouvrage faisant suite à l'Histoire naturelle générale et particulière, composée par Leclerc de Buffon, et rédigée par C.S. Sonnini. c.1 t.7: 279. A Paris :De l'Imprimerie de F. Dufart, an XI [1803]
^ abcdStuebing, R.B. & R.F. Inger. 1999. A Field Guide to The Snakes of Borneo: 58. Kota Kinabalu: Natural History Publications (Borneo). ISBN 983-812-031-6
^ abcdefTweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya: 25-6. Singapore: The Singapore National Printers.
^ abcDavid, P and G. Vogel. 1996. The Snakes of Sumatra. An annotated checklist and key with natural history.: 29-30. Frankfurt: Edition Chimaira. ISBN 3-930612-08-9
Podarcis: Artikel van Wallach (2020). "How to easily identify the flowerpot blindsnake, Indotyphlops braminus (Daudin, 1803), with proposal of a new genus (Serpentes: Typhlopidae)". Podarcis11 (1): 4-12.