Tongkat pastoral

Tongkat Pastoral Gagrak Barat dan Gagrak Timur
Tongkat pastoral gagrak Barat peninggalan Pangeran Uskup Agung Trier, Heinrich von Vinstingen, koleksi Khazanah Katedral Trier
Tongkat (gagrak Timur) Batrik Antiokhia Ortodoks Suryani, ditambahi hiasan ular untuk melambangkan tongkat Musa
Tongkat pastoral Ortodoks Timur menyerupai aksara Tau, peninggalan Santo Dimitri Rostovski di Museum Rostov
Gambar tongkat pastoral pada lambang kebesaran Basel, Swiss, salah satu praja kepangeranan-keuskupan di Kekaisaran Romawi Suci pada Abad Pertengahan

Tongkat pastoral (bahasa Latin: baculus pastoralis), paterisa, tongkat uskup, tongkat kegembalaan, atau tongkat gembala,[1] adalah tongkat yang dibuat dengan indah sebagai lambang kepemimpinan seorang uskup atau abas, dan dibawa oleh para prelatus-teras Katolik Roma, Katolik Timur, Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, Gereja Suryani Mar Toma Malangkara, maupun beberapa gereja Anglikan, Lutheran, Persatuan Metodis, dan Pentakosta.

Di lingkungan Kristen Barat, tongkat pastoralis biasanya dibuat menyerupai tongkat gembala, yakni tongkat yang digunakan gembala untuk menggiring kawanan domba atau kawanan kambing. Di lingkungan Kristen Timur, lazim dijumpai dua ragam tongkat pastoral, yaitu tongkat berhulu aksara Tau meleding bermercukan sebuah salib kecil, dan tongkat berhulu ukiran sepasang ular atau naga bersemuka mengapit salib.

Tanda-tanda pengenal lain untuk prelatus adalah mitra, salib dada, dan cincin uskup.

Sejarah

Asal muasal pemakaian tongkat pastoral sebagai lambang kewenangan tidak diketahui secara pasti, tetapi sudah ada preseden untuk kebiasaan ini pada Abad Kuno. Contoh-contohnya adalah lituus yang dibawa para augur Romawi,[2] dan tongkat Musa yang diriwayatkan di dalam Alkitab Ibrani. Beragam tongkat jabatan lainnya dapat dijumpai pada zaman-zaman selanjutnya, bahkan beberapa di antaranya masih dipakai dalam konteks-konteks seremonial dewasa ini.

Di Gereja Barat, bentuk tongkat pastoral lazimnya menyerupai tongkat gembala. Bentuk semacam ini berkaitan dengan pengibaratan uskup sebagai gembala bagi "kawanan" umat Kristen, sejalan dengan pengibaratan Kristus sebagai Gembala Baik.

Bentuk tongkat pastoral Ortodoks Timur dan Katolik Timur lazimnya berhulu aksara Tau meleding bermercukan sebuah salib kecil, atau berhulu ukiran sepasang ular atau naga bersemuka mengapit salib. Ukiran ular melambangkan Nehustan, ular tembaga yang dibuat Musa, sebagaimana diriwayatkan di dalam Kitab Bilangan (Bilangan 21:8–9). Ukiran ular juga mengingatkan orang kepada tongkat Asklepios, dewa Yunani Kuno yang dipuja masyarakat di sekitar laut Egea termasuk di Asia Kecil, menyiratkan peran uskup selaku tabib penyembuh sakit rohani.

Tongkat Musa

Tongkat Musa pertama kali disebut-sebut di dalam Kitab Keluaran (Keluaran 4ː2), ketika Allah menampakkan diri kepada Musa di dalam belukar yang bernyala-nyala. Allah bertanya kepada Musa, apa yang sedang ia pegang, dan Musa menjawab, "tongkat". Secara ajaib tongkat itu berubah menjadi ular, kemudian berubah kembali menjadi tongkat. Tongkat itu selanjutnya disebut "tongkat Allah".

"Dan bawalah tongkat ini di tanganmu, yang harus kaupakai untuk membuat tanda-tanda mujizat." Lalu Musa kembali kepada mertuanya Yitro serta berkata kepadanya: "Izinkanlah kiranya aku kembali kepada saudara-saudaraku, yang ada di Mesir, untuk melihat apakah mereka masih hidup." Yitro berkata kepada Musa: "Pergilah dengan selamat." Adapun TUHAN sudah berfirman kepada Musa di Midian: "Kembalilah ke Mesir, sebab semua orang yang ingin mencabut nyawamu telah mati. "Kemudian Musa mengajak isteri dan anak-anaknya lelaki, lalu menaikkan mereka ke atas keledai dan ia kembali ke tanah Mesir; dan tongkat Allah itu dipegangnya di tangannya.

Ketika Musa dan Harun menghadap Firaun, tongkat Harun berubah menjadi seekor ular. Tukang-tukang sihir Firaun juga mampu mengubah tongkat-tongkat mereka menjadi ular, tetapi ular Harun menelan semua ular mereka. Tongkat Harun sekali lagi digunakan untuk mengubah air Sungai Nil menjadi darah. Tongkat ini beberapa kali dipakai atas perintah Allah untuk mendatangkan tulah ke atas tanah Mesir.

Pada peristiwa Keluar dari Mesir, Musa merentangkan tangannya seraya memegang tongkat itu supaya Laut Teberau terbelah dua. Semasa bangsa Israel mengembara di padang gurun, Musa tidak menaati perintah Allah untuk "berkata-kata kepada batu itu di depan mata bangsa Israel", dan malah menghantamkan tongkatnya pada batu itu sehingga memancarkan air untuk diminum bangsa Israel. Musa tidak menguduskan Allah di depan mata bangsa Israel, dan malah berkata "dengarlah hai para pemberontak; haruskah kami keluarkan air dari batu ini bagi kamu?" Dengan demikian Musa sudah bersalah meninggikan diri sendiri ketimbang meninggikan Allah. Lantaran tidak menjalankan perintah-Nya, Allah menghukum Musa dengan cara tidak mengizinkannya masuk ke Tanah Terjanji (Bilangan 20:10–12).

Untuk terakhir kalinya Musa menggunakan tongkat itu ketika bangsa Israel bertempur melawan orang Amalek di Rafidim. Bilamana ia mengangkat "tongkat Allah", bangsa Israellah yang "unggul", dan sebaliknya pihak lawan yang unggul apabila ia menurunkan tongkat itu. Harun dan Hur membantu menopang lengan Musa supaya tongkat itu tetap terangkat sampai bangsa Israel memenangkan pertempuran.

Tata guna

Eufemia Szaniawska, Abdis Biara Benediktin di Nieśwież membawa tongkat pastoral, ca 1768, Museum Nasional Warsawa

Tongkat pastoral adalah lambang jabatan pemerintahan seorang uskup, abas, atau rasul.

Kristen Barat

Di Gereja Barat, tongkat pastoral (dari kata Latin pastor, artinya "gembala") dibuat menyerupai tongkat gembala. Seorang uskup atau kepala gereja memegang tongkat ini selaku "gembala kawanan domba Allah", khususnya jemaat yang bernaung di bawah yurisdiksinya, tetapi semua uskup, baik yang mengepalai maupun yang tidak mengepalai sebuah keuskupan, boleh pula memegang tongkat pastoral pada waktu menerimakan sakramen dan memimpin ibadat. Disebutkan di dalam Caeremoniale Episcoporum Gereja Katolik[3] bahwa sebagai tanda fungsi pastoralnya, seorang uskup membawa tongkat pastoral di dalam wilayah kewenangannya, tetapi uskup lain yang merayakan liturgi kudus atas persetujuan uskup setempat boleh pula membawa tongkat pastoral. Ditambahkan pula bahwa jika beberapa uskup beribadat bersama-sama, maka hanya uskup yang memimpin ibadatlah yang membawa tongkat pastoral.

Seorang uskup lazimnya memegang tongkat pastoralnya dengan tangan kiri, sehingga tangan kanannya dapat digunakan untuk memberkati. Caeremoniale Episcoporum menyebutkan bahwa uskup memegang tongkat pastoral dengan keluk hulu tongkat mengarah ke depan atau menghadap umat. Disebutkan pula bahwa seorang uskup lazim memegang tongkat pastoral sepanjang prosesi serta pada saat mendengarkan pembacaan Injil, menyampaikan khotbah, menerima kaul, prasetia, atau pernyataan keimanan, dan pada saat memberkati umat, kecuali jika ia harus menumpangkan kedua belah tangannya ke atas mereka. Bilamana tidak dipegang uskup, tongkat pastoral dipegang oleh seorang putra altar (disebut "pembawa tongkat pastoral") yang menudungi pundaknya dengan sehelai vimpa supaya tangannya tidak bersentuhan langsung dengan tongkat pastoralis. Putra altar lain yang juga mengenakan vimpa bertugas memegang mitra bilamana tidak dikenakan uskup. Di dalam tradisi Anglikan, tongkat pastoral boleh saha dibawa oleh orang lain yang berjalan di depan uskup dalam prosesi.

Salib pastoral diserahkan kepada seorang uskup pada saat ia ditahbiskan menjadi uskup. Tongkat pastoral juga diserahkan kepada seorang abas pada saat ia diberkati menjadi abas, adat purwa yang melambangkan tugasnya untuk menggembalakan paguyuban biarawan. Meskipun tidak ada aturan khusus penyerahan tongkat gembala dalam ibadat pemberkatan seorang wanita menjadi abdis, sesuai adat kebiasaan lama seorang abdis boleh saja membawa tongkat pastoral pada saat memimpin paguyuban biarawati.

Penjelasan tradisional untuk bentuk tongkat pastoralis yang menyerupai tongkat gembala adalah, berkait pada hulu untuk menggiring domba yang berkeliaran supaya kembali ke dalam kawanan, meruncing pada ujung untuk memacu domba yang degil dan malas, serta bergalah di antara ujung dan pangkal sebagai tonggak penopang yang kukuh.

Tongkat pastoral digunakan di dalam ranah tata lambang kebesaran rohaniwan sebagai lambang wewenang penggembalaan pada lambang kebesaran kardinal, uskup, abas, dan abdis. Tongkat pastoral dihilangkan dari banyak lambang kebesaran pribadi di lingkungan Gereja Katolik pada tahun 1969, dan sejak saat itu hanya dapat dijumpai pada lambang kebesaran abas dan abdis, lambang keuskupan, dan berbagai lambang kelembagaan lainnya.

Di lingkungan Gereja Allah Dalam Kristus, gereja Pentakosta terbesar di Amerika Serikat, uskup ketua membawa tongkat pastoral sebagai tanda perannya selaku pemimpin posisional maupun fungsional gereja tersebut. Di lingkungan beberapa yurisdiksi Gereja Persatuan Metodis, uskup membawa tongkat pastoral pada kesempatan-kesempatan seremonial.[4]

Tongkat paus

Paus Yohanes Paulus II membawa ferula, 5 Oktober 1997

Paus tidak lagi membawa tongkat pastoralis, tetapi ferula. Pada abad-abad pertama sejarah Gereja, paus juga membawa tongkat pastoralis, tetapi kebiasaan ini lambat laun memudar dan sudah sirna ketika Paus Inosensius III menjabat pada abad ke-13. Pada Abad Pertengahan, jika uskup membawa tongkat pastoralis, maka paus membawa tongkat salib berpalang tiga, satu palang lebih banyak daripada jumlah palang pada tongkat salib yang dibawa di depan seorang uskup agung dalam prosesi (baca artikel salib uskup agung). Kebiasaan ini pun lambat laun menghilang. Paus Paulus VI memperkenalkan tongkat pastoral paus masa kini, yakni ferula, pada tahun 1965. Ia maupun para penggantinya selalu membawa ferula atau variasinya, tetapi tidak pernah membawa tongkat pastoral.

Kristen Timur

Mar Giwargis Alenceri, Uskup Agung Mayor Suryani Malabar, membawa tongkat pastoralnya

Di lingkungan Kristen Timur (Ortodoks Oriental, Ortodoks Timur, dan Katolik Timur), uskup juga membawa tongkat pastoral. Bilamana seorang uskup ditahbiskan, tongkat pastoral (bahasa Yunani: paterisa, bahasa Slavi Gereja: pósok) diserahkan kepadanya oleh konsekrator utama sesudah penutupan Liturgi Kudus.

Uskup Agung Siprus memiliki keistimewaan berdasarkan hukum kanon untuk membawa paterisa yang menyerupai cogan Kaisar Romawi Timur. Keistimewaan ini adalah salah satu dari Tiga Keistimewaan yang dianugerahkan Kaisar Zeno kepada pemimpin Gereja Ortodoks Siprus. Dua keistimewaan selebihnya adalah membubuhkan tanda tangan dengan batu kawi, yaitu tinta kirmizi yang diramu dengan mineral batu kawi, dan mengenakan jubah ungu alih-alih hitam di balik vestimentum).

Arkimandrites (abas ketua), hegumenos (abas) atau hegumenia (abdis) yang mengepalai sebuah paguyuban kerahiban juga membawa tongkat pastoral. Tongkat tersebut diserahkan kepada mereka oleh uskup dalam perayaan Liturgi Kudus untuk mengangkat sang calon. Jika tidak mengenakan vesimentum dalam ibadat, maka uskup, arkimandrites, atau abas membawa tongkat jabatan berhulu bonggol perak.

Kristen Ortodoks Oriental

Tongkat pastoral Vardapet, Gereja Apostolik Armenia, abad ke-19

Di lingkungan Gereja-Gereja Ortodoks Oriental, tongkat pastoral digunakan sebagai tongkat gembala para uskup. Gereja Apostolik Armenia menggunakan tongkat pastoral gagrak Timur maupun gagrak Barat, sementara Gereja Ortodoks Suryani dan Gereja Ortodoks India menggunakan tongkat pastoral yang lebih ramping daripada yang digunakan rekan-rekan mereka yang setradisi tetapi berlainan persekutuan. Para rohaniwan Gereja Tewahedo Ortodoks Etiopia dan Gereja Tewahedo Ortodoks Eritrea menggunakan tongkat pastoral yang persis sama dengan rekan-rekan mereka dari gereja Yunani.

Di lingkungan Gereja Ortodoks Kubti Aleksandria, tongkat pastoral kadang-kadang lebih panjang dan ukiran salib serta ularnya selalu dihiasi kain berwarna merah darah, lambang tanggung jawab uskup atas darah kawanan dombanya.

Deskripsi

Tongkat pastoral kerap dibuat dari atau dihiasi dengan logam-logam mulia, atau setidaknya disepuhi emas atau perak. Di balik lapisan logam mulia itu terdapat rangka yang seringkali terbuat dari kayu. Beberapa tongkat pastoral seutuhnya terbuat dari kayu, meskipun tongkat pastoral semacam ini lebih lazim dijumpai di kalangan abas ketimbang di kalangan uskup. Gading beruang laut atau gading gajah kerap digunakan sebagai bahan baku pembuatan tongkat pastoral pada Abad Pertengahan.

Gagrak Barat

Tongkat pastoral yang digunakan uskup-uskup Barat dibuat berhulu kait menyerupai tongkat yang dulu lazim digunakan para gembala, sehingga juga dikenal dengan sebutan tongkat gancu gembala. Beberapa bahasa hanya memiliki satu istilah bagi tongkat dengan bentuk seperti ini, misalnya istilah Krummstab dalam bahasa Jerman atau istilah kromstaf dalam bahasa Belanda. Gancu (hulu yang melengkung seperti kait) itu sendiri dapat dibuat menyerupai gancu gembala yang polos, dihiasi corak ukir bunga-bungaan yang mengingatkan orang kepada tongkat Harun, atau menyerupai kepala ular. Lingkaran gancu dapat pula dihiasi gambar lambang kebesaran si uskup atau gambar orang kudus. Pada beberapa tongkat pastoral yang sarat dengan hiasan, titik pertemuan tongkat dengan gancu dapat dihias dengan ukiran yang melambangkan gereja.

Gancu tongkat pastoral Clonmacnoise bergagrak Insuler Irlandia dari akhir abad ke-11, koleksi Museum Nasional Irlandia – Arkeologi, Dublin

Tongkat-tongkat pastoral Insuler, yang diproduksi di Inggris dan Irlandia pada Abad Pertengahan Awal, memiliki bentuk yang lebih sederhana, mungkin lebih mendekati tongkat gembala yang sesungguhnya. Tongkat-tongkat ini dianggap sebagai relikui-relikui penting peninggalan para pemuka agama terdahulu, dan sintas dalam jumlah yang tidak biasa, antara lain tongkat pastoral Clonmacnoise, tongkat pastoral Kells, tongkat pastoral Lismore, tongkat pastoral Prosperous, tongkat pastoral Sungai Laune, tongkat pastoral Santo Kolumba, tongkat pastoral Santo Filanus, dan tongkat pastoral Santo Melis.

Pada masa lampau, sehelai kain linen atau bahan sandang yang lebih mewah diikatkan pada tongkat pastoral sedemikian rupa sehingga dapat digenggam oleh uskup. Kain ini disebut sudarium (secara hafriah berarti "kain peluh"), dan mula-mula dimaksudkan sebagai pencegah keringat dari tangan uskup mengenai dan menodai (atau mencegah tangan uskup terkena noda) logam. Penemuan baja nirkarat pada akhir abad ke-19 dan pemanfaatannya sebagai bahan baku pembuatan tongkat pastoral membuat sudarium kehilangan fungsi aslinya, dan lambat laun fungsinya menjadi kian rumit dan bersifat seremonial. Di bidang tata lambang kebesaran, sudarium masih sering dijumpai gambarnya bilamana gambar tongkat pastoral muncul pada lambang kebesaran.

Di lingkungan Gereja Katolik Roma, tongkat pastoral senantiasa dipegang uskup dengan gancu mengarah ke depan, dengan kata lain terarah kepada orang atau benda di hadapan uskup, tanpa membedakan apakah si pemegang tongkat adalah ordinaris atau bukan ordinaris. Pada tanggal 26 November 1919, Kongregasi Suci Ritus-Ritus memberikan tanggapannya terkait pertanyaan berikut iniː

Tanyaː Jika seorang uskup dari luar menggunakan tongkat uskup, baik karena tuntutan tugas atau atas seizin ordinaris, maka ke manakah hulu atau gancunya harus ia arahkan?

Jawabː Gancu senantiasa diarahkan ke depan, yaitu ke arah orang atau benda di hadapannya. (AAS 12-177)

Gagrak Timur

Tongkat pastoral yang dibawa para uskup, arkimandrites, abas, dan abdis Gereja Timur berbeda rancangannya dari tongkat pastoral Gereja Barat. Tongkat pastoral Gereja Timur dibuat lebih menyerupai tongkat pemapah ketimbang tongkat gembala.

Sudarium atau mantel tongkat pastoral masih digunakan di Gereja-Gereja Timur, biasanya terbuat dari kain mewah seperti brokat atau beledu, dan lazim bersulamkan gambar salib atau lambang-lambang kagamaan lainnya, berpelipit pita, dan berumbai-rumbai sepanjang tepi bawahnya. Sudarium biasanya adalah sehelai kain persegi panjang. Seutas tali serut dijahitkan pada tepi atasnya supaya sudarium dapat diikat dan dikencangkan pada hulu tongkat pastoral. Manakala sudarium menjadi kian indah dan sarat hiasan, uskup tidak lagi menggenggam tongkat pastoral berbalut sudarium tetapi menggenggam tongkat pastoral di balik sudarium, supaya sudariumnya jelas terlihat.

Galeri

Baca juga

Kutipan

  1. ^  Chisholm, Hugh, ed. (1911). "Crozier". Encyclopædia Britannica. 7 (edisi ke-11). Cambridge University Press. hlm. 520. 
  2. ^  Morrisroe, Patrick (1908). "Crosier". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. 4. New York: Robert Appleton Company. 
  3. ^ Caeremoniale Episcoporum (Vatican Polyglott Press, 1985), 59
  4. ^ "The Bishop's Staff". www.moumethodist.org. Missouri Annual Conference of the United Methodist Church. October 20, 2016. Diakses tanggal 25 Juli 2022. 
  5. ^ Moss (2014), hlm. 314
  6. ^ "Hulu tongkat pastoral". Museum Nasional Skotlandia. Temu balik tanggal 20 Agustus 2021

Rujukan

Pranala luar