Tidur pada hewan non manusia dapat didefinisikan sebagai keadaan fisiologis dan tingkah laku organisme yang ditandai dengan berkurangnya gerakan dan respon terhadap rangsangan dari lingkungan yang terjadi secara teratur setiap hari dan memiliki kemampuan reversibel. Kondisi yang reversibel menjadikan pembeda antara tidur dengan koma. Tidur pada hewan dapat diamati dari beberapa spesies, meliputi mamalia, burung, ikan, serangga hingga hewan dengan bentuk terkecil seperti nematoda. Siklus tidur pada hewan memiliki pola yang berbeda tergantung golongannya, untuk organisme diurnal (seperti manusia) memiliki pola tidur pada malam hari sedangkan organisme nokturnal (seperti pengerat) memiliki pola tidur pada siang hari. Namun tidur pada hewan kebanyakan berlaku untuk sebagian kecil spesies seperti mamalia dan burung.[1]
Kinyongia tavetana, salah satu jenis bunglon kerdil Afrika, memiliki kondisi tidur yang hanya melibatkan perubahan pada perilaku, tanpa adanya perubahan elektrofisiologis seperti gerakan mata, aktifitas otak seperti pada mamalia. Sehingga dalam kondisi ini, definisi tidur pada hewan yang tidak memiliki sistem saraf hanya melibatkan perilaku.[2] Para ilmuwan juga menggunakan istilah istirahat untuk mengaitkan tidur pada hewan invertebrata seperti reptil, amfibi dan ikan karena tidak adanya tanda-tanda elektrofisiologis yang muncul. Hingga saat ini, belum ada pembuktian yang pasti bahwa tidur berlaku untuk semua hewan, namun hanya beberapa jenis hewan. Pada serangga dan bahkan pada hewan yang lebih sederhana seperti nematoda. Jam sirkadian internal mendorong tidur di malam hari untuk organisme diurnal (seperti manusia) dan di siang hari untuk organisme nokturnal (seperti hewan pengerat). Pola tidur sangat bervariasi di antara spesies. Tampaknya menjadi persyaratan untuk semua mamalia dan sebagian besar hewan lainnya.
Dampak berbahaya kekurangan tidur pada hewan belum jelas. Penelitian sebelumnya, menyatakan bahwa kekurangan tidur dapat berujung pada kematian seperti pada kasus tikus yang dilarang untuk tidur.[3] Hal ini juga berlaku pada lalat,[4] kecoa[5] yang menunjukkan gejala sindrom perifer seperti pada tikus yang tetap terjaga.[6] Namun, berbeda halnya pada Merpati yang dapat tetap terjaga dalam waktu yang sangat lama.[7] Dengan demikian, kematian yang terjadi akibat kurang tidur belum bisa dipastikan, karena kemungkinan adanya faktor lain seperti tekanan dan stress yang terlibat.
Referensi
- ^ Cirelli, Chiara; Tononi, Giulio (2008 Agu 26). "Is Sleep Essential?". PLOS Biology (dalam bahasa Inggris). 6 (8): e216. doi:10.1371/journal.pbio.0060216. ISSN 1545-7885. PMC 2525690 . PMID 18752355.
- ^ Flanigan, Jr., W.F. (1973). "Sleep and Wakefulness in Iguanid Lizards, Ctenosaura pectinata and Iguana iguana; pp. 417–436". Brain, Behavior and Evolution. 8 (6): 417–436. doi:10.1159/000124367. ISSN 0006-8977.
- ^ Rechtschaffen, Allan; Bergmann, Bernard M. (2002-01). "Sleep Deprivation in the Rat: An Update of the 1989 Paper". Sleep. 25 (1): 18–24. doi:10.1093/sleep/25.1.18. ISSN 1550-9109.
- ^ Shaw, Paul J.; Tononi, Giulio; Greenspan, Ralph J.; Robinson, Donald F. (2002-05). "Stress response genes protect against lethal effects of sleep deprivation in Drosophila". Nature. 417 (6886): 287–291. doi:10.1038/417287a. ISSN 0028-0836.
- ^ Stephenson, R.; Chu, K. M.; Lee, J. (2007-07-15). "Prolonged deprivation of sleep-like rest raises metabolic rate in the Pacific beetle cockroach, Diploptera punctata (Eschscholtz)". Journal of Experimental Biology. 210 (14): 2540–2547. doi:10.1242/jeb.005322. ISSN 0022-0949.
- ^ Montagna, P (2002-04). "Agrypnia Excitata: a generalized overactivity syndrome and a useful concept in the neurophysiopathology of sleep". Clinical Neurophysiology. 113 (4): 552–560. doi:10.1016/s1388-2457(02)00022-6. ISSN 1388-2457.
- ^ Newman, Sarah M.; Paletz, Elliott M.; Rattenborg, Niels C.; Obermeyer, William H.; Benca, Ruth M. (2008-01). "Sleep deprivation in the pigeon using the Disk-Over-Water method". Physiology & Behavior. 93 (1-2): 50–58. doi:10.1016/j.physbeh.2007.07.012. ISSN 0031-9384.