Telur merupakan salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan, dan susu. Telur yang dikonsumsi oleh manusia umumnya berasal dari beberapa jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Namun, telur-telur yang lebih kecil, seperti telur ikan, kadang juga digunakan sebagai campuran dalam hidangan. Selain itu, dikonsumsi pula telur berukuran besar, seperti telur burung unta, maupun telur berukuran sedang, seperti telur penyu.
Sebagian besar produk telur ayam yang ditujukan untuk konsumsi manusia tidak dibuahi oleh ayam pejantan. Namun, telur yang dibuahi dapat pula dimakan, meskipun tidak memiliki perbedaan kandungan nutrisi yang signifikan. Telur pasaran yang dibuahi umumnya tidak mengandung embrio yang berkembang karena disimpan dalam lemari pendingin sehingga mencegah pertumbuhan sel-sel dalam telur.
Pada 2020, produksi telur ayam dunia mencapai 77 juta ton. Tiongkok merupakan produsen telur terbesar saat itu dengan memproduksi sebanyak 35% produksi telur dunia, disusul oleh Amerika Serikat dengan (8%), India (7%), Meksiko (4%), Brazil (4%), Jepang (3%), Rusia (3%), dan Indonesia (2%).[4] Produsen besar telur umumnya dapat memasok jutaan lusin telur tiap pekannya.[5]
Sebelum didistribusikan, telur biasanya dicek kualitasnya menggunakan cahaya yang dipancarkan melaluinya. Menggunakan metode tersebut, ukuran kantung udara dan keberadaan embrio telur dapat diketahui.[6] Beberapa pemerintah di dunia juga mewajibkan telur untuk dicuci terlebih dahulu sebelum didistribusikan.[7]
Kuliner
Jenis hidangan
Telur unggas dapat diolah menjadi hidangan asin dan manis dengan berbagai cara, antara lain diasinkan, direbus matang, digoreng, dan direbus setengah matang. Telur juga dapat dimakan mentah, meskipun hal ini tidak dianjurkan bagi orang-orang yang rentan terhadap bakteri Salmonella, seperti orang tua, orang sakit, maupun wanita hamil. Selain itu, protein dari telur yang matang lebih mudah dicerna oleh tubuh daripada telur mentah.[8]
Sebagai bahan makanan, bagian kuning telur merupakan pengemulsi penting dalam kegiatan memasak. Di sisi lain, bagian albumen (putih telur) dapat digunakan secara terpisah untuk membentuk busa pada hidangan-hidangan tertentu. Putih telur dapat diaerasi atau dikocok untuk mendapatkan tekstur yang empuk.
Dalam konsumsi sehari-hari, bagian cangkang telur umumnya dibuang. Namun, cangkang telur sebenarnya dapat digiling atau ditumbuk sebagai bahan tambahan pangan mengandung kalsium.[9] Beberapa resep masakan menggunakan telur yang belum sempurna dengan cara mengambilnya setelah ayam disembelih atau memasak ayam ketika telur masih berada di dalam tubuhnya.[10]
Pemasakan
Telur mengandung beberapa protein yang memadat (menjadi gel) pada temperatur tertentu. Kuning telur menjadi memadat pada temperatur antara 61 dan 70 °C (142 dan 158 °F). Bagian putih telur memadat pada temperatur 60 hingga 73 °C (140 hingga 163 °F). Dalam beberapa proses memasak, bagian putih telur dimasak terlebih dahulu karena harus berada dalam temperatur tinggi dalam waktu yang lebih lama daripada kuning telur.[11]
Salmonella dapat mati pada temperatur 60 °C (140 °F) apabila dimasak selama 45 menit.[12] Untuk menghindari risiko kontaminasi Salmonella, telur dapat dipasteurisasi pada temperatur 57 °C (135 °F) selama 57,5 menit. Meskipun demikian, proses ini akan meningkatkan kekentalan putih dan kuning telur.[13]
Apabila telur direbus terlalu lama, sebuah cincin berwarna kehijauan seringkali muncul di sekitar bagian kuning telur. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan pada senyawa besi dan sulfur dalam telur.[14] Memasak telur hingga terlalu matang juga dapat merusak kualitas proteinnya.[15] Telur yang dimasak terlalu matang dapat direndam dalam air dingin untuk mencegah terbentuknya cincin kehijauan di kuning telur.[16]
Penyimpanan
Penyimpanan telur yang akan dimakan sangatlah penting untuk mencegah kontaminasi bakteri Salmonella yang dapat menyebabkan keracunan parah. Telur juga dapat dibasuh terlebih dahulu untuk membersihkan cangkangnya.[17] Pakar kesehatan merekomendasikan penyimpanan telur dalam kulkas untuk mencegah pertumbuhan Salmonella.[18]
Pengawetan
Metode paling sederhana untuk mengawetkan telur ialah pengasinan. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur.[19] Di Tiongkok, telur asin umumnya dibuat dengan merendam telur bebek ke dalam air garam. Telur asin juga dapat dibuat dengan melapisinya menggunakan pasta garam dan lumpur atau lempung. Telur akan berhenti menyerap garam setelah satu bulan ketika mencapai kesetimbangan. Saat akhir proses pengasinan, bagian kuning telur menjadi berwarna jingga kemerahan dan menjadi padat. Meskipun demikian, bagian putih telur tetap cair dan umumnya harus direbus terlebih dahuku sebelum dikonsumsi.[19]
Metode pengawetan lain ialah dengan membuat acar telur. Telur yang dibuat acar harus direbus terlebih dahulu, kemudian direndam dalam cuka, garam, dan rempah-rempah (seperti jahe). Sari bit merah dapat ditambahkan untuk memberi warna merah pada telur.[19] Ketika telur direndam dalam campuran tersebut selama beberapa pekan, cuka akan melarutkan sebagian kalsium karbonat yang terkandung dalam cangkang telur sehingga dapat masuk ke putih dan kuning telur dan menghambat pertumbuhan bakteri serta jamur.
Telur bitan atau "telur seratus tahun" merupakan salah satu proses pengawetan telur dengan cara melumuri telur dengan campuran lempung, abu kayu, garam, kapur tohor, dan sekamberas selama beberapa pekan atau bulan, tergantung metode yang digunakan.[20] Setelah selesai dibuat, kuning telur akan berubah menjadi hijau gelap dan memiliki zat seperti krim beraroma kuat akibat keberadaan sulfur dan ammonia. Sementara itu, bagian putih telur menjadi jelly transparan berwarna coklat gelap dengan rasa yang tidak dominan. Perubahan pada telur bitan dipengaruhi oleh bahan alkalin yang meningkatkan pH secara perlahan.[21]
Hanya mencakup bagian yang dapat dimakan.[a] Berat telur di atas tergolong sebagai telur dengan ukuran besar di Amerika Serikat, tetapi hanya tergolong sebagai ukuran sedang di Eropa dan berukuran standar di Selandia Baru. Pranala sumber di situs web USDA
Metode memasak dapat memengaruhi nutrisi dan dampak kesehatan telur. Sebagai contoh, telur yang direbus cenderung mengandung protein yang lebih sedikit daripada telur yang digoreng.[23][24] Telur yang direbus dapat mengandung beberapa vitamin dan mineral, seperti vitamin A, riboflavin, asam pantotenat, vitamin B12, fosforus, dan selenium.[25] Telur matang lebih mudah dicerna oleh tubuh[26] serta memiliki risiko penularan salmonelosis lebih rendah daripada telur mentah.[27]
Kandungan nutrisi telur juga dipengaruhi oleh pakan ayam petelur. Sebagai contoh, ayam petelur dapat menghasilkan telur dengan kandungan asam lemakomega-3 tinggi apabila mendapatkan pakan yang mengandung lemak tak jenuh ganda, seperti minyak ikan, biji chia, atau biji flaks.[28] Ayam yang dibiakkan secara bebas di padang rumput juga menghasilkan telur dengan kandungan asam lemak omega-3 yang relatif lebih tinggi daripada ayam yang dibiakkan di kandang.[29]
Dampak terhadap kesehatan
Bagian artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam bagian artikel ini hanya boleh digunakan untuk penjelasan ilmiah; bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan diagnosis medis. Wikipedia tidak memberikan konsultasi medis. Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat, berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.
Penelitian seputar dampak konsumsi telur terhadap kesehatan manusia menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Hal ini karena sebagian besar penelitian merupakan hasil pengamatan sehingga terdapat beberapa efek pengacau yang tidak dapat dikontrol.[30]
Kolesterol dan lemak
Lebih dari setengah kalori yang terkandung dalam telur berasal dari lemak dalam kuning telur. Telur berukuran besar mengandung kuning telur yang tersusun atas 58% (4,5 gram) lemak. Sebesar 35 persen lemak dalam telur merupakan lemak jenuh (asam palmitat, stearat, dan miristat).[31] Sementara itu, bagian putih telur tersusun atas air (sekitar 90 persen) dan protein (sekitar 10 persen), tanpa mengandung (atau sangat sedikit) kolesterol dan lemak.[32]
Terdapat perdebatan mengenai risiko kesehatan akibat konsumsi kuning telur. Sebuah penelitian menyatakan bahwa konsumsi kolesterol yang terkandung dalam telur dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL tubuh.[33] Sementara itu, penelitian lain menyatakan bahwa konsumsi telur satu kali sehari tidak tercatat meningkatkan risiko penyakit jantung bagi orang yang sehat.[34]Harold McGee berargumen bahwa peningkatan kadar kolesterol bukanlah akibat dari kolesterol dalam kuning telur, melainkan dampak dari lemak (terutama lemak jenuh) telur.[35]
Diabetes melitus tipe 2
Terdapat beberapa penelitian tentang dampak konsumsi telur terhadap risiko diabetes tipe 2 dengan hasil yang saling bertolak berlakang. Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2013 menemukan bahwa konsumsi telur meningkatkan risiko diabetes tipe dua. Pada penelitian tersebut, disebutkan bahwa orang yang mengonsumsi satu atau lebih telur per hari memiliki 42% kemungkinan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe dua dibandingkan orang yang tidak mengonsumsi telur sama sekali.[36]
Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2016 menyimpulkan bahwa hubungan antara konsumsi telur dengan peningkatan risiko diabetes tipe dua mungkin hanya terbatas pada penelitian-penelitian di Amerika Serikat.[37] Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2020 menemukan bahwa secara umum, tidak ada hubungan antara konsumsi telur dan risiko diabetes tipe dua. Selain itu, risiko yang ditemukan dalam penelitian-penelitian di Amerika Serikat tidak ditemukan pada penelitian-penelitian serupa di Eropa dan Asia.[38]
Kanker
Sebuah metaanalisis yang terbit pada 2015 menemukan hubungan antara konsumsi tinggi telur (lima kali sepekan) dan peningkatan risiko kanker payudara.[39] Bertolak belakang dengan analisis tersebut, sebuah peninjauan yang dilakukan pada 2021 tidak menemukan hubungan antara konsumsi telur dan kanker payudara.[40]
Metaanalisis lain menemukan bahwa konsumsi telur juga mungkin meningkatkan risiko kanker ovarium.[41] Pada 2021, sebuah umbrella review juga menemukan bahwa konsumsi telur meningkatkan risiko kanker ovarium secara signifikan.[42] Metaanalisis yang terbit pada 2019 menemukan hubungan konsumsi tinggi telur dan risiko kanker sistem pernapasan atas.[43]
Risiko kardiovaskular
Telur merupakan salah satu penyumbang terbesar fosfatidil kolina (lesitin) dalam makanan manusia.[44] Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature menunjukkan bahwa fosfatidil kolina dapat dicerna oleh bakteri di usus dan diubah menjadi senyawa TMAO, sebuah senyawa yang sering dikaitkan dengan penyakit jantung.[45] Namun, penelitian lain menemukan bahwa diabetes melitus tipe dua dan penyakit ginjal juga menyebabkan kenaikan kadar TMAO, sehingga hubungan antara TMAO dan penyakit kardiovaskular mungkin juga diakibatkan oleh adanya efek pengacau atau kesalahpahaman sebab akibat.[46]
Pada 2013, sebuah metanalisis menemukan bahwa tidak ada keterkaitan antara konsumsi telur dan penyakit jantung atau strok.[47] Penelitian sistematis dan metanalisis yang diterbikan pada 2013 menemukan tidak adanya keterkaitan antara konsumsi telur dan penyakit kardiovaskular, tetapi menemukan bahwa konsumsi telur lebih dari sekali sehari dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada penderita diabetes tipe dua sebesar 1,69 kali dibandingkan penderita diabetes melitus tipe dua yang tidak memakan telur lebih dari sekali sepekan.[36]
Pada 2018, sebuah metaanalisis berbasis uji klinis acak menemukan bahwa konsumsi telur dapat meningkatkan kolesterol total (TC), LDL-C, dan HDL-C dibandingkan tidak mengonsumsi telur sama sekali.[48] Pada 2020, dua metaanalisis tidak menemukan hubungan antara konsumsi telur sekali sehari dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.[49][50] Sebuah umbrella review yang diterbikan pada 2020 menyimpulkan bahwa peningkatan konsumsi telur tidak berkaitan dengan risiko penyakit kardivaskular pada sebagian populasi manusia.[51]
Pada 2021, sebuah penelitian juga tidak menunjukkan hubungan antara konsumsi tinggi telur (lebih dari satu per hari) dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Namun, penelitian tersebut menemukan hubungan konsumsi telur dengan peningkatan risiko penyakit arteri koroner.[52]
Salah satu alergi makanan yang paling sering ditemukan pada anak ialah alergi akibat telur.[53] Negara-negara maju mulai memberi label peringatan pada makanan yang mengandung telur untuk mencegah terjadinya hal-hal seperti ini.[54]
Kontaminasi
Kontaminasibakteripatogenik, seperti Salmonella enteritidis, merupakan penyebab masalah kesehatan yang umumnya dikaitkan dengan kontaminasi telur. Kontaminasi telur akibat anggota genus Salmonella dapat terjadi ketika telur keluar dari kloaka unggas betina.[55] Oleh karena itu, perlu penanganan khusus untuk mencegah cangkang telur terkontaminasi oleh feses unggas. Telur di Amerika Serikat mengalami proses pencucian menggunakan larutan pembersih sesaat setelah diambil dari kandang. Risiko infeksi akibat telur mentah atau kurang matang tergantung pada kondisi sanitasi kandang ayam petelur.[56]
Pakar kesehatan menyarankan masyarakat untuk menyimpan telur yang telah dicuci ke dalam kulkas[18] dan memasaknya dengan kematangan dan temperatur yang tepat. Hal ini karena telur yang tidak matang sempurna dan proses pemasakan dengan api yang terlalu kecil tidak akan membunuh bakteri.[57] Sama seperti daging, wadah penyimpanan dan pemrosesan telur mentah harus dipisahkan dengan makanan matang untuk mencegah berpindahnya kontaminan.[58]
Sebuah penelitian yang diakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat pada 2002 menemukan bahwa masalah kontaminasi tidak separah yang mereka pikirkan. Dari 69 miliar telur yang diproduksi setahun, hanya terdapat 2,3 juta telur yang terkontaminasi oleh Salmonella—setara dengan satu dari 30.000 telur—sehingga menunjukkan bahwa infeksi Salmonella cukup jarang disebabkan oleh telur. Meskipun demikian, kasus infeksi Salmonella enteritidis dan Salmonella typhimurium menjadi salah satu kekhawatiran utama di negara lain.[59][60] Cangkang telur bertindak sebagai pelindung yang mencegah masuknya bakteri. Namun, penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi telur.
Sebagian besar telur ayam yang diternakkan untuk kepentingan komersial tidak mengalami pembuahan karena ayam betina dipisahkan dari pejantannya. Telur yang mengalami pembuahan dapat dimakan, tetapi tidak memiliki perbedaan nutrisi yang signifikan dibandingkan telur yang tidak mengalami pembuahan. Embrio dalam telur yang mengalami pembuahan tidak dapat berkembang karena disimpan dalam temperatur rendah dalam waktu yang lama. Namun, embrio ini seringkali dibiarkan berkembang untuk dijadikan hidangan tertentu, contohnya balut.
Mutu berdasarkan kualitas dan ukuran
Departemen Pertanian A.S. menilai telur berdasarkan kualitas interior, penampilan, dan kondisi cangkangnya. Telur dengan nilai kualitas yang sama dapat memiliki berat dan ukuran yang berbeda.[61]
Mutu AA A.S.
Putih telur tebal dan menyatu; kuning telur tinggi, bulat, dan tidak cacat; serta memiliki cangkang yang bersih dan tidak rusak.
Telur bermutu AA dan A baik untuk digoreng dan direbus karena tempilannya yang bagus.
Mutu A A.S.
Memiliki karakteristik seperti mutu AA, tetapi bagian putih telur hanya "cukup" menyatu.
Mutu telur yang paling banyak dijual di toko.
Mutu B A.S.
Telur dengan bagian putih telur yang kemungkinan lebih tebal serta kuning telur yang lebih lebar dan pipih. Cangkang telur tidak rusak, tetapi dapat sedikit bernoda.
Kualitas telur ini umumnya jarang ditemui di toko karena umumnya digunakan untuk membuat produk-produk mengandung telur.
Telur ayam juga dinilai berdasarkan ukurannya untuk kepentingan penjualan. Beberapa telur "maxi" dapat memiliki dua kuning telur dan umumnya dijual secara khusus.[62]
Perbandingan antara sebuah telur dan sebuah telur "maxi" yang memiliki dua kuning telur - belum dibuka (1/2)
Perbandingan antara sebuah telur dan sebuah telur "maxi" yang memiliki dua kuning telur - dibuka (2/2)
Sebuah telur yang memiliki dua kuning telur
Warna cangkang telur
Meskipun warna cangkang telur umumnya hanyalah masalah tampilan dan tidak memiliki pengaruh terhadap rasa atau kualitas telur,[63] tetapi hal ini menjadi masalah karena berkaitan dengan tingkat permintaan di wilayah-wilayah tertentu. Telur berwarna coklat digemari di Tiongkok, Hungaria, Irlandia, Prancis,[64] dan Britania Raya.[65] Sementara itu di Kanada, Finlandia, dan India, telur ayam berwarna putih digemari untuk keperluan rumah tangga.[64]
The New York Times melaporkan bahwa selama Perang Dunia Kedua, ibu rumah tangga di Boston menggemari telur berwarna coklat, sementara ibu rumah tangga di New York lebih memilih telur berwarna putih.[66] Pada Februari 1976, majalah New Scientist mendiskusikan masalah warna telur dengan menyatakan, "ibu rumah tangga cukup rewel dalam memilih warna telur, mereka memilih membayar lebih untuk telur berwarna coklat meskipun kualitasnya sama dengan yang berwarna putih".[67] Oleh karena itu, produsen telur harus mempertimbangkan masalah budaya dan kepentingan komersial dalam memilih ras ayam yang diternakkan.[63]
Tradisi Paskah di beberapa tempat melibatkan penggunaan telur rebus yang diwarnai sebagai dekorasi. Tradisi serupa dapat ditemui di beberapa tempat yang terpengaruh budaya Persia. Sebelum ekuinoks musim semi dalam tradisi Tahun Baru Persia (disebut Nowruz), tiap anggota keluarga mendekorasi telur rebus dan menempatkannya dalam sebuah mangkuk.[68]
Terdapat tradisi berburu telur di Eropa Utara[69] dan Amerika Utara, yakni ketika anak-anak mencari telur Paskah yang telah disembunyikan oleh orang-orang dewasa.[70] Di Eropa Tengah, Eropa Timur, dan sebagian wilayah Inggris, telur Paskah diadu untuk mencari telur mana yang paling kuat.[71] Sejak abad ke-16, terdapat tradisi "telur menari" yang dilakukan di Barcelona dan beberapa kota Katalan ketika Pesta Copus Christi. Tradisi ini dilakukan dengan menempatkan cangkang telur di atas semburan air mancur sehingga telur melayang dan berputar.[72]
^R, Manjunath (2021). Timelines of Nearly Everything (dalam bahasa Inggris). hlm. 625.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Heritage, J.; Evans, E. G. V.; Evans, Glyn; Killington, R. A. (1999-06-28). Microbiology in Action (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 89. ISBN978-0-521-62912-6.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Egg-Grading Manual(PDF). United States Department of Agriculture. Juli 2000. hlm. 27–30.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^A Blue Story. New Scientist. Reed Business Information. 1976. hlm. 449. Diakses tanggal 24 Januari 2022.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)