Taman Nasional Khao SokTaman Nasional Khao Sok (bahasa Thai: เขาสก , diucapkan [kʰǎw sòk]), merupakan hutan hujan dengan keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan yang luar biasa. taman ini merupakan tujuan taman nasional daratan paling populer di Thailand Selatan, yang berada pada Provinsi Surat Thani, Thailand. Luas wilayahnya adalah 461.712 rai ~ 739 kilometer persegi.(285 mil persegi).[1] Taman Nasional Khao Sok memiliki sebagian hutan yang sudah berusia lebih dari 100 juta tahun dengan perbukitan yang curam dan beragam jenis flora dan fauna, termasuk mamalia besar seperti harimau dan gajah. Khao Sok merupakan salah satu kawasan alam liar yang paling mudah diakses di Thailand, karena pengunjung bisa menjelajahi taman ini dengan perahu melintasi Danau Cheow Lan.[2] Puncak yang tinggi di jantung hutan lebat, Khao Sok terletak di tengah kawasan hutan hujan terbesar di seluruh wilayah selatan dan meliputi area seluas 738,74 kilometer persegi, termasuk area di sebelah utara Bendungan Rajjaprabha.[3] Sejarah Taman Nasional Khao SokPohon-pohon hijau di Taman Nasional Khao Sok merupakan bagian dari salah satu hutan hujan tertua di dunia, bahkan lebih tua dari Amazon. Banyak orang tidak menyadari sejarahnya yang mencekam dan bagaimana tempat ini dijadikan sebagai Taman Nasional saat mereka pertama kali menjelajahi daerah yang mempesona dan indah ini. Sebagian besar peristiwa bersejarah yang dramatis diketahui oleh manusia, namun di kedalaman hutan, pepohonan, bukit, ngarai, dan guanya masih tersimpan mitos dan kisah tersembunyi yang mungkin tidak akan pernah terungkap.[4] Pada 22 Desember 1982, Taman Nasional Khao Sok diresmikan sebagai taman nasional ke-22 di Thailand. Area hutan ini mencakup sekitar 739 km², termasuk Danau Cheow Lan buatan yang menakjubkan. Bersama dengan Taman Nasional Sri Phang Nga (246 km²), Khlong Phanom (410 km²), dan Kaeng Krung (541 km²) di sekitarnya, serta suaka margasatwa Khlong Saeng (1.156 km²) dan Khlong Naka (480 km²), Khao Sok menjadi bagian dari kawasan Hutan Hujan yang dilindungi terbesar di Thailand Selatan.[4] Sejarah GeologiSekitar 300-400 juta tahun lalu, terdapat sebuah daratan tua bernama Shan-Thai, jauh sebelum Thailand ada seperti sekarang. Sedimen terus menerus terbawa dari sini, membentuk delta di tepi cekungan laut biru yang dalam. Secara berkala, erosi mengalirkan endapan yang tidak stabil ke dalam laut, sehingga laut menjadi lebih dangkal dan hangat secara bertahap. Hal ini menjadi kondisi ideal bagi karang dan organisme lainnya untuk tumbuh subur dengan keindahan dan keanekaragaman yang luar biasa.[4] Sekitar 250 juta tahun lalu, tidak ada hutan hujan selalu hijau di area ini. Selama periode ini, terjadi banyak perubahan dan kemungkinan besar terbentuknya terumbu karang terbesar sepanjang sejarah. Terumbu karang ini membentang dari Cina Selatan hingga Kalimantan dan diduga lima kali lebih besar daripada Great Barrier Reef di Australia saat ini. Bekas terumbu karang ini sekarang terlihat di daerah seperti Teluk Halong di Vietnam, Guilin di Cina, dan beberapa bagian Thailand Selatan. Topografi daerah-daerah ini menunjukkan bahwa mereka pernah berada di bawah air sebagai bagian dari terumbu karang raksasa ini. Proses geologi selama berabad-abad menyebabkan pengendapan lapisan batuan yang menutupi ekosistem laut.[4] Zaman es terakhir hampir tidak mempengaruhi Khao Sok, hutannya, dan daerah sekitarnya karena suhu dan kelembaban yang relatif stabil. Namun, perubahan permukaan laut akibat mencairnya es dan salju mengubah lanskap, menciptakan daratan berbukit dan banyak sungai indah yang mengalir melalui lembah.[4] Sekitar 50 juta tahun lalu, tabrakan antara lempeng India dan Eurasia menyebabkan pergerakan tektonik besar. Batu-batuan terangkat dan terlipat, membentuk pegunungan kapur yang menakjubkan di Khao Sok. Peristiwa geologis yang sama juga menciptakan Pegunungan Himalaya yang megah, sekitar 2000 kilometer dari Thailand.[4] Sejarah Manusia10.000 – 50.000 Tahun Lalu (Sejarah Tersembunyi)Meskipun penyelidikan ekstensif telah dilakukan, belum ada yang dapat secara jelas menyatakan siapa yang pertama kali menetap di hutan dan gua Taman Nasional Khao Sok. Ada kemungkinan manusia telah mendiami wilayah ini sejak Zaman Batu, namun hingga kini belum ditemukan bukti yang mendukung hal ini. Diperkirakan bahwa pada akhir zaman es terakhir, sekitar 10.000 tahun lalu, mungkin ada jembatan darat yang membentang dari Thailand ke Kalimantan, yang memungkinkan terjadinya migrasi.[4] Tahun 1800-an (Pelarian)Saat pantai barat daya Thailand diserang oleh Burma, penduduknya mengungsi dari daerah pesisir dan mencari perlindungan di dalam hutan. Di akhir pelarian mereka, mereka menemukan tanah yang belum tersentuh, penuh dengan satwa liar, tanaman, hujan, dan tanah subur. Kabar baik ini dengan cepat menyebar, akhirnya membawa lebih banyak penduduk setempat untuk menetap di daerah yang menjanjikan namun tidak dikenal ini.[4] 1944 (Desa Orang Mati)Populasi berkembang pesat hingga sebuah epidemi mengerikan membunuh semua kecuali beberapa penduduk. Para penyintas pindah, meninggalkan desa yang menjadi terbengkalai dan menyeramkan. Beberapa cerita mengatakan desa ini kemudian disebut "Ban Sop" yang berarti "Desa Orang Mati" dan berubah menjadi "Khao Sop". Cerita lain mengklaim nama tersebut sudah ada sebelum epidemi, diambil dari gunung berbentuk aneh di dekat desa yang disebut "Khao Sop" yang berarti "Gunung Mayat". Tidak jelas mana yang lebih dulu, namun nama tersebut tidak menarik orang untuk kembali, sehingga berubah menjadi "Khao Sok".[4] 1961 (Jalan Raya Hutan Hujan)Pada tahun 1961, sebuah jalur dibuka di hutan hujan untuk membangun jalan raya 401, satu-satunya penghubung Timur-Barat, yang menghubungkan pantai Andaman dengan pantai Teluk. Jalan ini membuka peluang baru untuk industri, pemukiman, dan perkebunan, namun pembangunan ini juga mengganggu alam. Penggunaan senjata berburu modern, mesin penambangan, dan penebangan berdampak buruk pada keseimbangan alam dan satwa liar.[4] Tahun 1970-an (Kisah Tragis Perlindungan Tak Disengaja)Masa ini terkenal dengan konflik politiknya dan pemerintahan militer Thailand yang keras. Sekelompok mahasiswa komunis memprotes militer, yang berujung pada serangkaian peristiwa tragis. Pada 6 Oktober 1976, sekitar 41 mahasiswa tewas dalam pembantaian berdarah di Universitas Thammasat, Bangkok. Hanya tiga tahun sebelumnya, peristiwa lebih buruk terjadi pada 14 Oktober 1973, dengan korban jiwa lebih banyak. Saat kudeta militer kedua terjadi, 170 m.[4] 1980 (Akhirnya Menjadi Taman Nasional)Penelitian pemerintah menegaskan bahwa Khao Sok adalah daerah aliran sungai terbesar di Thailand selatan. Berdasarkan temuan ini, EGAT dan Divisi Taman Nasional tertarik pada wilayah Khao Sok. Penelitian lebih lanjut menemukan keanekaragaman hayati yang kaya, termasuk spesies hewan dan tumbuhan langka dan terancam punah, yang harus dilindungi. Dengan bentang alam unik seperti formasi batu kapur karst, tebing terjal, gua, dan air terjun, wilayah ini dinyatakan sebagai Taman Nasional ke-22 Thailand pada 22 Desember 1980, dengan luas 645,52 km². Semua aktivitas penambangan dan penebangan dihentikan.[4] 1982 (Memberi dan Menerima)Meskipun telah menjadi Taman Nasional, pada tahun 1982 EGAT mulai membangun Bendungan Rajjaprabha yang selesai setelah empat tahun. Tujuannya untuk membuat danau buatan guna menghasilkan listrik tenaga air. Proses ini melibatkan penggenangan waduk seluas 165 km² yang merelokasi sembilan desa dan mengubah lanskap budaya. Satwa liar terpaksa meninggalkan wilayah mereka dan terperangkap di pulau-pulau yang terbentuk oleh banjir bandang. EGAT mendanai operasi penyelamatan satwa liar terbesar dalam sejarah Thailand, meskipun banyak hewan yang diselamatkan tidak bertahan hidup.[4] Saat Ini Membentuk Masa DepanTaman Nasional Khao Sok kini menjadi tujuan wisata populer dengan area seluas 739 km² termasuk danau. Satwa liar secara bertahap pulih dan tenaga hidroelektrik menyediakan listrik berkelanjutan untuk sebagian besar Thailand Selatan. Kini tergantung pada kita bagaimana kita membentuk masa depan dan melanjutkan sejarah Khao Sok. Penting untuk membuat keputusan bijaksana guna melindungi dan menyelamatkan alam beserta semua penghuninya.[4] Rujukan
|