Suro Sardjono

Suro Sardjono
Ketua Barisan Tani Indonesia
Masa jabatan
1 Januari 1947 – 9 Januari 1950
Masa jabatan
September 1953 – 12 September 1957
Anggota Dewan Konstituante
Masa jabatan
9 November 1956 – 5 Juli 1959
Daerah pemilihanJawa Tengah
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
25 Juni 1960 – 15 November 1965
Daerah pemilihanTidak ada
Informasi pribadi
Lahir(1910-11-10)10 November 1910
Pengawatrejo, Hindia Belanda
(sekarang Banguntapan, Kabupaten Bantul)
MeninggalTidak diketahui
Partai politikPartai Sosialis (1945–1948)
Partai Komunis Indonesia (1948–1965)
Afiliasi politik
lainnya
Barisan Tani Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Raden Suro Sardjono[a], juga dikenal dengan panggilan Petruk, (10 November 1910; meninggal tidak diketahui) adalah seorang guru dan politikus Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia merupakan pendiri sekaligus anggota Barisan Tani Indonesia (BTI). Ia pernah menjadi anggota Partai Sosialis dan Gerindo. Pada masa pendudukan Jepang, ia masuk dalam Hokokai. Sardjono lalu menjabat sebagai anggota DPR RIS (kelak DPR RI) mewakili BTI. Sardjono juga menjadi anggota Fraksi PKI di Dewan Konstituante.

Kehidupan awal

Sardjono lahir di Kelurahan Pengawatrejo, Kabupaten Sleman (kini Banguntapan, Kabupaten Bantul), pada 10 November 1910. Dia terlahir dari kalangan priyayi dan menyandang gelar Raden.[1] Sardjono menempuh pendidikan di Sekolah Guru (kweekschool) di Surakarta, dan setelah lulus pada 1927, menjadi guru di Klaten hingga 1930.[2] Setelah itu, Sardjono merantau ke Sumatra, di mana ia kemudian dipenjara oleh pemerintah kolonial Belanda. Ia pertama dijebloskan ke penjara di Tanjung Balai (Karimun Besar) selama sebulan. Ia kemudian merantau ke Thailand dan dipenjara di Pattani selama tiga bulan. Setelah itu, ia pindah ke Singapura dan kembali masuk bui di sana selama enam bulan.[3]

Setelah itu, ia kembali ke Yogyakarta dan mencoba mendirikan sebuah sekolah partikelir. Sekolah tersebut hanya bertahan selama tiga bulan sebelum dipaksa tutup oleh pemerintah kolonial.[3] Sardjono kemudian menjadi anggota Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) dan menjadi pemimpin Persatoean Boeroeh Tjetak Indonesia (PBTI) dan Persatoean Boeroeh Mendjait Indonesia (PBMI). Ia aktif memimpin aksi pemogokan kedua serikat tersebut.[3][4] Pada 1940, Sardjono bergabung dengan Gerakan Rakjat Indonesia (Gerindo).[3][4] Pada masa Jepang, ia bergabung dengan Hokokai.[5] Ia sempat ditangkap tentara Jepang karena terlibat dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan militer mereka.[3]

Masa Revolusi Nasional

Pada 25 November 1945, Sardjono, bersama dengan beberapa tokoh seperti Mochamad Tauchid, Wijono Surjokusumo, Djadi, Asmu, dan Sajoga, mendirikan BTI.[6] Saat itu, Sardjono masih berada di dalam penjara.[3] Sardjono ditunjuk sebagai Wakil Ketua I BTI berdasarkan hasil Konferensi Yogyakarta pada Oktober 1945.[7][b] Sebagai hasil dari Kongres BTI pertama di Jember yang diselenggarakan dari 29 Desember 1946 hingga 1 Januari 1947, Sardjono terpilih sebagai Ketua BTI dan merangkap sebagai Ketua Bagian Pemuda.

Pada 1946, Sardjono juga duduk sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Partai Sosialis sebagai pengganti Wijono Surjokusumo, yang saat itu diangkat menjadi Menteri Muda Dalam Negeri dalam Kabinet Sjahrir III.[8] Pada 24 Maret 1947, dia diangkat menjadi anggota Badan Pekerja KNIP.[9]

Akibat terjadinya Peristiwa Madiun, Sardjono ditangkap pada 19 September 1948. Karena ia ditahan, kepemimpinan BTI diambil alih untuk sementara waktu oleh Mochamad Tauchid pada 21 September. Namun, karena Tauchid juga kemudian ditangkap, maka pada 13 Oktober kepemimpinan dipegang oleh Sadjarwo. Sardjono kemudian dibebaskan saat Belanda melancarkan Agresi Militer II. Di hari yang sama, Sadjarwo mengembalikan mandat kepemimpinan kepada Sardjono.[10]

Sardjono kemudian membentuk sebuah dewan pengurus darurat. Sardjono dan Asmu bertugas di Yogyakarta, sedangkan Sadjarwo dan Susilo bertugas di luar kota. Sardjono kemudian tidak lagi menjabat sebagai ketua sebagai hasil dari rapat Dewan Pimpinan BTI pada 25 April 1949, dan menjabat sebagai Ketua Harian sejak 9 Januari 1950.[11]

Pasca kemerdekaan

Pada masa Republik Indonesia Serikat, ia menjabat sebagai anggota DPR RIS. Sejak dihapuskannya RIS pada tanggal 17 Agustus 1950, ia menjabat sebagai anggota DPRS dan menjadi ketua Fraksi BTI di parlemen.[5][12][13] Sardjono berperan dalam penyelesaian Peristiwa Tanjung Morawa, di mana dia, bersama dengan Sidik Kertapati dari Sarekat Tani Indonesia (Sakti) dan Munaba dari Petani, mengajukan hak interpelasi kepada Menteri Dalam Negeri, Mohamad Roem, mengenai kebijakan agrarianya dan sikap "otokratis" dari Gubernur Sumatra Utara saat itu, Abdul Hakim Harahap. Sardjono juga tergabung dalam sebuah panitia peninjauan yang dibentuk oleh DPR, di mana dia bersikap kritis terhadap kebijakan agraria Roem dan sang Gubernur.[14] Sardjono kembali menjadi ketua umum BTI setelah kongres fusi antara Rukun Tani Indonesia (RTI) dengan BTI pada 17-19 September 1953.[3][15]

Pada tahun 1955, Sardjono ikut serta dalam pemilihan umum sebagai calon anggota DPR dan Dewan Konstituante dari Fraksi PKI. Ia berhasil terpilih sebagai anggota Dewan Konstituante.[2][16] Sardjono menjabat kembali sebagai ketua BTI pada tahun 1954. Namun, setelah Kongres Kelima BTI yang diselenggarakan pada tanggal 5-12 September 1957, dia didepak dari posisinya dan hanya diberi jabatan simbolis sebagai Wakil Ketua III karena dekat dengan Alimin. Adapun pucuk pimpinan BTI kini didominasi oleh kader-kader yang setia pada Aidit.[17] Meski demikian, Sardjono tetap bertahan di BTI. Sejak tanggal 25 Juni 1960, ia duduk di DPR-GR sebagai perwakilan dari golongan tani dan mewakili BTI.[18]

Pasca Gerakan 30 September

Setelah kegagalan Gerakan 30 September, pemerintah dan tentara melancarkan aksi pembersihan besar-besaran terhadap golongan komunis. Sardjono, bersama dengan anggota DPR-GR lain yang mewakili PKI dan semua organisasi yang terafiliasi dengannya, dibekukan keanggotaannya sejak 15 November 1965. Meski demikian, Sardjono baru secara resmi dinyatakan berhenti pada 1 April 1966.[18][19] Nasibnya kemudian tidak diketahui.

Catatan

  1. ^ Terkadang juga ditulis "Surosardjono".
  2. ^ Anderson menyebutkan jabatan Sardjono sebagai Wakil Ketua II.[4]

Referensi

  1. ^ Kementerian Penerangan 1955, hlm. 198.
  2. ^ a b Hidayat, Syahrul; Fogg, Kevin W. (2018-1-1). "Profil Anggota: Sura Sardjono". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2023-12-28. 
  3. ^ a b c d e f g "Pemimpin2 Organisasi2 Massa". Harian Rakjat. 13 September 1955. 
  4. ^ a b c Anderson 2006, hlm. 437.
  5. ^ a b Kementerian Penerangan 1954, hlm. 117.
  6. ^ Luthfi 2019, hlm. 73.
  7. ^ Barisan Tani Indonesia 1950, hlm. 7.
  8. ^ Sekretariat DPR-GR 1970, hlm. 20.
  9. ^ Sekretariat DPR-GR 1970, hlm. 21.
  10. ^ Barisan Tani Indonesia 1950, hlm. 11-12.
  11. ^ Barisan Tani Indonesia 1950, hlm. 12.
  12. ^ Almanak Pertanian 1954, hlm. 72.
  13. ^ Sekretariat DPR-GR 1970, hlm. 597.
  14. ^ Pelzer 1982, hlm. 73,175.
  15. ^ Barisan Tani Indonesia 1963, hlm. 30.
  16. ^ Kementerian Penerangan 1956, hlm. 297.
  17. ^ Hindley 1966, hlm. 166.
  18. ^ a b Sekretariat DPR-GR 1970, hlm. 645.
  19. ^ Sekretariat DPR-GR 1970, hlm. 293.

Daftar Pustaka

Jabatan politik
Didahului oleh:
Wijono Surjokusumo
Ketua Barisan Tani Indonesia
1947–1950
Diteruskan oleh:
Adjidarmo Tjokronegoro
Didahului oleh:
Adjidarmo Tjokronegoro
Ketua Barisan Tani Indonesia
1953–1957
Diteruskan oleh:
Djadi Wirosubroto