Sosrokartono

Raden Mas Panji Sosrokartono
Lahir(1877-04-10)10 April 1877
Pelemkerep, Mayong, Jepara, Hindia Belanda
Meninggal8 Februari 1952(1952-02-08) (umur 74)
Bandung, Indonesia
AlmamaterUniversitas Leiden
PekerjaanWartawan perang, penerjemah, guru, ahli kebatinan
Dikenal atasAhli bahasa dan sastra Jawa, poliglot

Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono (atau Kartono) (10 April 1877 – 8 Februari 1952) adalah wartawan perang, penerjemah, guru, dan ahli kebatinan Indonesia.[1] Ia adalah anak keempat dari R.M. Ario Sosrodiningrat dan kakak kandung R.A. Kartini yang memberi inspirasi Kartini untuk menjadi tokoh emansipasi wanita.[1] Ia dijuluki "Si Jenius dari Timur".[2]

Setelah tamat dari Europeesche Lagere School di Jepara, Sosrokartono meneruskan pendidikannya ke H.B.S. di Semarang.[1] Selanjutnya pada 1898, Sosrokartono meneruskan pendidikannya ke Belanda di Sekolah Teknik Tinggi di Delft. Namun karena merasa tidak cocok, ia pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur sehingga lulus dengan gelar Doctorandus in de Oostersche Talen dari Universitas Leiden. Ia merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putra-putra Indonesia lainnya.[1]

Profesi

R.M.P. Sosrokartono memiliki beberapa profesi, di antaranya:

Wartawan Perang Dunia I

Sosrokartono pernah berprofesi sebagai wartawan Perang Dunia I dari harian New York Herald Tribune di Wina, Austria semenjak 1917. Dalam buku "Memoir" tulisan Mohammad Hatta, dituliskan bahwa Sosrokartono memperoleh gaji sebesar USD1250. Bahkan guna memudahkan pergerakannya selama Perang Dunia I, ia diberi pangkat Mayor oleh Panglima Perang Amerika Serikat. Prestasinya yang lain, Sosrokartono adalah seorang wartawan pertama di Indonesia yang bisa memotret kawah Gunung Kawi dari atas udara, tanpa menggunakan pesawat terbang. Dalam sejarah dunia, perundingan damai Perang Dunia I yang resmi berlangsung di kota Versailles, Prancis. Ketika banyak wartawan yang mencium adanya 'perundingan perdamaian rahasia' masih sibuk mencari informasi, New York Herald Tribune telah berhasil memuat hasil perundingan perdamaian rahasia di hutan Champaigne, Prancis Selatan yang menggemparkan Amerika dan Eropa. Penulisnya 'anonim', hanya menggunakan kode pengenal 'Bintang Tiga'. Kode tersebut di kalangan wartawan Perang Dunia I dikenal sebagai kode dari wartawan perang R.M.P. Sosrokartono.

Dalam Memoir juga ditulis bahwa R.M.P. Sosrokartono yang menguasai bahasa Basque, menjadi penerjemah pasukan Sekutu kala melewati daerah suku Basque menjelang akhir Perang Dunia I, diadakan perundingan perdamaian rahasia antara pihak yang bertikai. Suku Basque adalah salah satu suku yang hidup di Spanyol. Pihak-pihak yang berunding naik kereta api dan berhenti di hutan Compaigne di Prancis Selatan. Di dalam kereta api, pihak yang bertikai melakukan perundingan perdamaian rahasia. Di sekitar tempat perundingan telah dijaga ketat oleh tentara dan tidak sembarangan orang apalagi wartawan boleh mendekati tempat perundingan dalam radius 1 km. Semua hasil perundingan perdamaian rahasia tidak boleh disiarkan, dikenakan embargo sampai perundingan yang resmi berlangsung.

Penerjemah

Sosrokartono menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah di Nusantara. Tahun 1919 didirikan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) atas prakarsa Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson. Dari 1919 sampai 1921, R.M.P. Sosrokartono menjadi anak bumiputra yang mampu menjabat sebagai Kepala penerjemah untuk semua bahasa yang digunakan di Liga Bangsa-Bangsa. Liga Bangsa-Bangsa kemudian berubah nama menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1921.

Dokter

Di Belanda, ia dikenal sebagai Dokter Air Putih karena dapat mengobati penyakit hanya dengan menggunakan media air putih. Dikisahkan bahwa Sosrokartono mendengar berita tentang sakitnya seorang anak berumur lebih kurang 12 tahun. Anak itu adalah anak dari kenalannya yang menderita sakit keras, yang tak kunjung sembuh meski sudah diobati oleh beberapa dokter. Dengan dorongan hati yang penuh dengan cinta kasih dan hasrat yang besar untuk meringankan penderitaan orang lain, saat itu juga ia menjenguk anak kenalannya yang sakit parah itu. Sesampainya di sana, ia langsung meletakkan tangannya di atas dahi anak itu dan terjadilah sebuah keajaiban. Tiba-tiba si bocah yang sakit itu mulai membaik dengan hitungan detik, dan hari itu juga ia pun sembuh. Kejadian itu membuat orang-orang yang tengah hadir di sana terheran-heran, termasuk juga dokter-dokter yang telah gagal menyembuhkan penyakit anak itu. Setelah itu, ada seorang ahli Psychiatrie dan Hypnose yang menjelaskan bahwa sebenarnya Drs. R.M.P. Sosrokartono mempunyai daya persoonalijke magneetisme yang besar sekali yang tak disadari olehnya. Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya ia merenungkan dirinya dan memutuskan menghentikan pekerjaannya di Jenewa dan pergi ke Paris untuk belajar Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di kota itu. Akan tetapi, karena ia adalah lulusan Bahasa dan Sastra, maka di sana ia hanya diterima sebagai toehoorder saja, sebab di Perguruan Tinggi tersebut secara khusus hanya disediakan untuk mahasiswa-mahasiswa lulusan medisch dokter.

Dalam budaya populer

Referensi

  1. ^ a b c d "Pengembaraan Sosrokartono". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2016-04-21. Diakses tanggal 2022-08-24. 
  2. ^ Wibisana, Chris. "Sosrokartono Setia Memberi Pelayanan Sosial, meski Diawasi Belanda". tirto.id. Diakses tanggal 2022-08-24.