Serikat Petani Karawang
Serikat Petani Karawang disingkat SEPETAK adalah Organisasi massa berbasis petani dan nelayan bersifat terbuka di kabupaten Karawang, Jawa Barat. Organisasi ini bersifat terbuka bagi umum.[1] SejarahKONGRES PERTAMASEPETAK didirikan melalui kongres I (satu) pada hari Sabtu-Minggu, 3-4 November 2007 dan dideklarasikan pada 10 Desember 2007 di Karawang.[butuh rujukan] KONGRES KEDUAKongres kedua dilaksanakan pada tanggal 10-11 Desember 2010. Hasil kongres tersebut menghasilkan rekomendasi bahwa petani harus memiliki tanah, infrastruktur, modal, teknologi dan akses pasar.[butuh rujukan] Selain permasalahan tersebut Serikat Petani Karawang Juga menjadi bagian terdepan dalam penyelesaian sengketa tanah petani dan tanah Absente.[butuh rujukan] PermasalahanSepetak terlibat dalam menggerakkan petani mengajukan gugatan perdata kepada PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) yang sudah diakuisisi oleh Agung Podomoro Land. Hal ini terjadi karena sengketa 350 Hektar lahan pertanian milik petani di tiga desa di Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang. Kasus ini berlanjut hingga Mahkamah Agung, dan saat putusan dianggap tidak memuaskan, Serikat Petani Karawang mengadakan tolak bala.[2] Merasa tidak direspon dengan baik oleh Mahkamah Agung, pada 20 Februari 2013, petani memaksa masuk dan mengancam akan menduduki gedung Mahkamah Agung.[3] Pada tanggal 11 Juli 2013 Serikat Petani Karawang melakukan aksi menutup akses jalan tol Jakarta Cikampek yang mengakibatkan lumpuhnya perekonomian. Aksi tersebut tersebut terkait dengan kekecewaan petani atas putusan MA (Mahkamah Agung) atas tanah petani seluas 350 Ha yang diklaim oleh Agung Podomoro Land.[butuh rujukan] Isu dukungan penambangan pasir lautPada tanggal 21 Maret 2013, Sepetak membantah isu bahwa organisasi ini mendukung aktivitas penambangan pasir laut di daerah lepas pantai utara Karawang. Sepetak mengkonfirmasi memang pernah mengikuti undangan resmi ke pertemuan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu dan bertemu beberapa pengusaha dan Camat Cibuaya. Namun setelahnya menyatakan dengan tegas menolak penambangan tersebut.[4] Referensi
Pranala luar
|