Serikat Pekerja Kampus
Serikat Pekerja Kampus (disingkat SPK) adalah serikat pekerja di Indonesia yang anggotanya setiap pekerja berkewarganegaraan Indonesia yang berpengalaman kerja di lembaga perguruan tinggi dan mendaftarkan diri secara sukarela sebagai anggota SPK, baik di tingkat nasional, wilayah, maupun unit kerja/lembaga perguruan tinggi. Anggota SPK terdiri dari anggota biasa, yakni anggota aktif SPK; dan anggota kehormatan, yakni anggota SPK yang sudah memasuki usia pensiun atau purna tugas. Anggota SPK tersebar di seluruh Indonesia dan beberapa negara seperti Korea Selatan, Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Serikat Pekerja Kampus memiliki manifesto, Visi dan Misi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan susunan pengurus organisasi. Serikat Pekerja Kampus dicatat sebagai serikat di Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Kota Administrasi Jakarta Utara, dengan nomer pencatatan 2479/III/SP/V/2025. Serikat Pekerja Kampus dideklarasikan berbagai pekerja kampus di Indonesia yang mengadakan kongres pendirian Serikat Pekerja Kampus di Salemba, Jakarta Pusat.[1] Kongres ini merupakan hasil kolaborasi dari para pekerja di lebih dari 100 perguruan tinggi di Indonesia yang bergabung pada Kongres SPK 17 Agustus 2023.[2][3][4] Pendirian Serikat Pekerja Kampus dilatari keresahan tentang persoalan ketenagakerjaan di lingkungan perguruan tinggi. Tak banyak yang tahu, karena dosen atau akademisi dianggap profesi bergengsi dan mapan.[5] Namun, hasil riset tim Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Mataram (Unram) pada Mei 2023, menunjukkan 42,9 persen dosen belum sejahtera. Bahkan akademisi yang mendapat upah di bawah Rp 3 juta per bulan.[6][7][8][9][10][11][12][13] SejarahKaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menggagas serikat pekerja sebagai wadah bagi dosen, tenaga kependidikan dan pekerja di lingkungan kampus untuk bersatu pada 19 September 2021.[14]KIKA kemudian memprakarsai diskusi daring bertema 'Menggagas Serikat Pekerja Kampus' pada tanggal 16 Nopember 2021. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi dengan tema 'Urgensi Serikat Pekerja di tengah Otoritarianisme' pada 21 Maret 2022. Selanjutnya, pada 31 Maret 2022, KIKA kembali membahas pentingnya serikat dosen dalam menghadapi otoritarianisme serta mengkritisi peran Korpri sebagai salah satu wadah dosen Aparatur Sipil Negara.[15] Pada 19 April 2023 KIKA menyatakan menolak Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023. Peraturan tersebut dianggap aksi sepihak kementerian tanpa melalui proses yang partisipatif. PermenPAN-RB ini mengatur penilaian kinerja yang secara terang benderang diorientasikan untuk pemenuhan ekspektasi pimpinan. Juga PermenPAN-RB ini dianggap hendak mengintegrasikan kinerja dosen ke dalam mesin kerja birokrasi. Bagi dosen, beban administratif yang semakin berat. Beban ini akan membuat dosen membangun menara gading yang terasing.[16] Kemudian, tanggal 29 April 2023 dilakukan pernyataan bersama bertajuk “Saya Dosen, Saya Buruh” sebagai bentuk peringatan May day 2023.[17][18] Hal inilah yang kemudian membuat beberapa pekerja kampus mendeklarasikan dirinya sebagai buruh pada 1 Mei 2023.[19][20][21][22] Aksi demonstrasi yang dimotori serikat pekerja di Universitas Indonesia, KIKA, Universitas Gadjah Mada dan berbagai komunitas diskusi kemudian turut membawa animo hingga kemudian menginisiasi pergerakan pekerja kampus. Pada 1 Mei 2023 Komite Persiapan Serikat Pekerja Kampus yang diketuai oleh Herdiansyah Hamzah dan Kanti Pertiwi membuat strategi bersama untuk merumuskan hal-hal substansial tentang desain ideal serikat yang akan dibentuk. Persiapan pendirian Serikat Pekerja Kampus kemudian membentuk Panitia Kongres Pendirian Serikat Pekerja Kampus yang diketuai Estu Putri Wilujeng. Disela-sela panitia mempersiapkan hal-hal teknis,anggota sibuk membahas tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Perdebatan empat kali pra kongres tanggal 22 Juni, 28 Juni, 6 dan 10 Juli 2023 dengan durasi pembahasan delapan jam tiap tanggal dan akhirnya menghasilkan 44 (empat puluh empat) lembar yang menjadi desain Serikat Pekerja Kampus, yang kemudian dirapikan oleh tim hukum Serikat Pekerja Kampus. ![]() Kongres Pendirian Serikat Pekerja Kampus terselenggara 17 Agustus 2023 di Salemba, Jakarta Pusat.[23][24][25][26] Hasil kongres menekankan pentingnya berserikat tak hanya bagi dosen, namun semua pekerja kampus tanpa terkecuali seperti Tenaga Kependidikan (Tendik), Security, Pekerja Kebersihan, dan Pekerja Magang (Internship). SPK adalah milik semua kampus, milik semua pekerja kampus yang berpikir bahwa tanpa serikat, kita semua akan terus ditindas oleh kampus. ![]() Hasil Kongres ke-1 SPK menetapkan Ketua, Dhia Al Uyun dari Universitas Brawijaya dan Sekretaris Jenderal, Hariati Sinaga dari Universitas Indonesia.[27][28] Pembentukan Serikat Pekerja Kampus melalui kongres mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Para akademisi, serikat buruh, dan berbagai lembaga swadaya masyarakat turut memberikan solidaritas dan apresiasi atas terbentuknya SPK di dalam kongres. Budi Ansori dari Building and Wood Workers’ International mengapresiasi SPK yang tidak hanya berfokus kepada permasalahan dosen, tetapi juga pekerja dan staf akademik. Sebab, menurutnya, masih banyak dari mereka yang bekerja lebih dari delapan jam di bawah perintah yang terkadang tidak masuk akal dengan gaji di bawah standar. Ia mengungkapkan, banyak keluhan dari para pekerja kampus yang menerima gaji di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) hingga tidak mendapat jaminan sosial.[29] Vedi Hadiz, profesor asal University of Melbourne, turut mengafirmasi pernyataan Budi tentang banyaknya tuntutan dari kampus terhadap para pekerjanya untuk bekerja secara maksimal. Menurutnya, beban yang dituntut dari kampus tidak selaras dengan kondisi kerja, pengorganisasian institusional, remunerasi, dan sistem kepegawaian yang ada. Ddi satu sisi, pekerja kampus dituntut maksimal, tetapi sistem dan pengorganisasian institusionalnya tidak mendukung para pekerja kampus untuk selalu mencapainya. Ahmad Umar, dosen University of Queensland, menegaskan bahwa para akademisi, pengajar, dan peneliti di perguruan tinggi termasuk ke dalam kelas pekerja. Alhasil, solidaritas dibutuhkan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dalam kehidupan di perguruan tinggi.[30] Umar juga menyinggung terkait kongres SPK yang bertepatan dengan peringatan Kemerdekaan Indonesia ke-78. Ia kemudian menceritakan tentang para pekerja Indonesia yang bekerja sama dengan serikat pekerja di Queensland untuk memblokade kapal-kapal Belanda dalam peristiwa Black Armada. Ia menilai bahwa kongres ini merupakan momentum yang sangat penting untuk kembali mengingat peristiwa semacam itu sekaligus menegaskan bahwa Kemerdekaan Indonesia juga lahir dari keringat dan darah para pekerja. Sebagai sivitas akademika di kampus, penting untuk mengingat hal tersebut karena kita juga merupakan bagian dari kelas pekerja. Michele Ford, profesor asal University of Sydney mendukung pembentukan Serikat Pekerja Kampus. Ia menyebut sebagai langkah yang luar biasa dalam sejarah perburuhan di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa dengan gaji yang tidak memadai, para akademisi dan staf akademik di Indonesia kerap mendapat banyak tuntutan dan beban di luar tugas pokok mereka. Dengan terbentuknya SPK, Michele menilai bahwa wawasan masyarakat Indonesia terhadap gerakan buruh akan bertambah, setelah selama ini hanya terbatas di lingkup industri saja. Di Indonesia masih banyak pegawai kerah putih, khususnya di sektor pemerintahan, yang menganggap bahwa dirinya bukan buruh. Amru Sebayang dari Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Jabodetabek menyebut bahwa cara yang dapat dilakukan untuk keluar dari persoalan yang dihadapi pekerja kampus adalah dengan berserikat. Ia memahami bahwa semua pekerja kampus di Indonesia pasti mendukung Tri Dharma Perguruan Tinggi. Akan tetapi, para pekerja kampus juga harus mendapatkan jaminan kesejahteraan untuk melaksanakan hal tersebut. Dengan berserikat, pekerja kampus bisa membuat collective bargaining (perundingan kolektif) dengan pihak-pihak pengambil keputusan. Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Vina Adriany mengungkapkan pentingnya dosen untuk berserikat, karena hak untuk berkumpul dan berserikat merupakan salah satu hak dasar manusia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD). Vina Adriany menyampaikan kondisi dosen di Indonesia saat ini belum setara, dan bahkan ada yang di bawah standar. Ia mengungkapkan terdapat dosen yang tidak mendapatkan akses terhadap hal-hal yang bisa meningkatkan kapasitas pengembangan dirinya, sehingga berpengaruh pada kualitas pengajaran. Dengan berserikat memberikan ruang bagi dosen yang memiliki privilege (hak istimewa) untuk membangun empati dan solidaritas dengan dosen lain yang belum memiliki hak yang sama. Vina Adriany yang mendapatkan gelar Ph.D di Lancaster University, Inggris menambakan dengan berserikat akan memberikan ruang bagi dosen yang belum terpenuhi haknya untuk menyuarakannya secara bersama-sama. Menurutnya, jika mencermati hal serikat dosen dari perspektif perubahan sosial, perubahan yang berkeadilan hanya bisa dicapai manakala sebagian yang dianggap lemah dapat diperkuat. Kita terhubung satu sama lain, satu kenyamanan harus menjadi kenyamanan untuk semua, karena masyarakat yang lebih adil adalah tatanan masyarakat yang lebih baik bagi semua.[31] Kehadiran SPK turut menambah solidaritas buruh lintas sektor. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Unang Sunarno menyebut bahwa kongres SPK ini merupakan suatu kemajuan besar bagi perjuangan buruh di Indonesia. Ia menyampaikan, dari serikat buruh manufaktur dan industri sudah sedari lama berangan-angan ada pekerja dari lingkungan akademik yang turut mendukung dan membantu perjuangan buruh di Indonesia.[32][33] Audiensi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi![]() Serikat Pekerja Kampus (SPK) menggelar audiensi dengan perwakilan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) membahas isu-isu strategis mengenai kesejahteraan dosen dan tata kelola perguruan tinggi di Indonesia pada Kamis, 19 September 2024. [34] Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Abdul Haris dan Direktur Sumber Daya Manusia, Lukman menerima perwakilan SPK yang dipimpin Estu Putri Wilujeng dari Departemen Penelitian dan Pengembangan. Dalam pertemuan ini, SPK menyampaikan ketidakpuasan terkait upah dosen yang masih berada di bawah standar Upah Minimum Kota (UMK), terutama bagi dosen non-Aparatur Sipil Negara (ASN) di perguruan tinggi swasta. Usulan dari pihak SPK meliputi peningkatan gaji pokok bagi dosen ASN dan penerapan standar gaji pokok minimal bagi dosen di PTS yang setara dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Menanggapi hal ini, pihak Kemendikbud menyampaikan bahwa beberapa upaya telah dilakukan, termasuk pengajuan kenaikan tunjangan fungsional bagi dosen. Usulan kenaikan ini, yang sebelumnya berada di angka Rp375.000, diharapkan bisa naik signifikan. Namun, Kemendikbud menegaskan bahwa usulan tersebut masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan, yang berpotensi menyesuaikan angka akhir. Lebih lanjut, Kemendikbud juga menyampaikan bahwa peraturan pemerintah sedang dirumuskan untuk memastikan bahwa perguruan tinggi swasta membayar dosennya setidaknya setara dengan UMK di wilayah masing-masing. Selain soal kompensasi, pembahasan juga mencakup tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen. Menurut penjelasan dari Kemendikbud, tukin telah dianggarkan dan akan mulai dicairkan pada Januari 2025 bagi dosen ASN yang tidak menerima remunerasi. Bagi perguruan tinggi negeri (PTN) yang memberikan remunerasi dalam jumlah rendah, para dosen akan diberi opsi untuk memilih antara tukin atau tetap menerima remunerasi.[35] Terkait dukungan terhadap akademisi, Kemendikbud sedang dalam proses menyusun aturan baru yang akan meringankan persyaratan sertifikasi bagi dosen, terutama di perguruan tinggi swasta. Namun, aturan ini tidak akan diterapkan untuk dosen ASN. Langkah ini merupakan bagian dari upaya memperkuat kualitas dosen di sektor swasta yang kerap menghadapi tantangan dalam mendapatkan pengakuan sertifikasi. Audiensi antara SPK dan Kemendikbud ini merupakan langkah konkret untuk memperbaiki kondisi dosen, baik dari sisi kesejahteraan maupun peningkatan tata kelola perguruan tinggi yang menyangkut pekerja kampus. Meski beberapa usulan masih menunggu keputusan lebih lanjut, seperti kenaikan tunjangan fungsional dan peraturan terkait gaji dosen swasta, Kemendikbud menyatakan berkomitmen untuk memperbaiki kondisi kerja para akademisi di Indonesia.[36] Pertemuan ini diharapkan menjadi awal dari perbaikan yang signifikan bagi kesejahteraan dosen dan lingkungan pendidikan tinggi di Tanah Air, meskipun masih ada jalan panjang sebelum kebijakan-kebijakan tersebut sepenuhnya terealisasi. Peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2024![]() Serikat pekerja Kampus (SPK) memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei 2024 dengan demonstrasi dari Dukuh Atas ke ke bundaran HI, Jakarta Pusat. Rombongan SPK secara bergantian berorasi tentang situasi pendidikan tinggi di Indonesia. [37][38][39] Dalam peringatan hari Buruh 2024, Ketua Umum Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al Uyun mengungkapkan berdasarkan hasil riset SPK bahwa masih ada begitu banyak dosen dan tendik di Indonesia yang dibayar di bawah UMR. Hal ini membuat kinerja dosen tidak fokus dan optimal dalam mendidik, serta melakukan penelitian. [40][41][42] Sebagai suatu permasalahan sistemik, persoalan upah murah bagi pekerja kampus wajib diperhatikan oleh para pengambil kebijakan. Mengingat posisi sentral dunia pendidikan dalam pembangunan bangsa. [43] Sekretaris Jenderal SPK, Hariati Sinaga menyampaikan, harus ingat bahwa pekerja kampus memegang peran penting dalam memastikan Indonesia mencapai pembangunan yang optimal, terutama dengan target pemerintah mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045, tepat 100 tahun setelah Indonesia merdeka.[44] Hariati Sinaga menyampaikan, jangan sampai Indonesia malah mencapai Indonesia Cemas 2045 karena tidak sejahteranya pekerja kampus.[45] Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR RI![]() Komisi X DPR RI mengundang Serikat Pekerja Kampus sebagai narasumber pada Rapat Dengar Pendapat Umum pada Selasa, (5/11/2024). [46][47][48][49][50] Ketua Serikat Pekerja Kampus, Dr. Dhia Al Uyun menyampaikan pentinya segera menetapkan regulasi standar upah layak untuk dosen swasta secepatnya.[51][52][53][54][55] Serikat Pekerja Kampus juga mendesak agar pemerintah membayarkan tunjangan kinerja dosen Kemenristekdikti, termasuk empat tahun tunjangan kinerja yang tertahan tidak dibayarkan.[56][57] Dhia Al Uyun juga menambahkan remunerasi menjamin batas bawah yang layak, berbasis pemerataan yang saat ini hanya terpusat di elit kampus. Serikat Pekerja Kampus juga menuntut penghapusan beban kerja dosen sebagai syarat pemberian sertifikasi dosen. Secara tegas, Serikat Pekerja Kampus menuntut upah layak tanpa syarat.[58][59] Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum tersebut, Serikat Pekerja Kampus menyampaikan tuntutan sebagai berikut:
Tuntut Pembayaran Tunjangan Kinerja bagi Dosen Aparatur Sipil NegaraSerikat Pekerja Kampus menyoroti peniadaan anggaran tunjangan kinerja atau tukin bagi dosen dengan status aparatur sipil negara (ASN) di satuan kerja Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) pada 2025.[64][65][66][67] Ketua Umum Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al Uyun, menyampaikan alasan Kemendiktisaintek yang menyebutkan peniadaan anggaran tukin disebabkan oleh kerap berubahnya nomenklatur tidak dapat menjadi pembenar. [68] Dalam pernyataanya, SPK secara tegas menyampaikan pembayaran tukin adalah kewajiban, bukan pilihan. Pembayaran tukin bukan hanya menyangkut soal kesejahteraan, namun juga keadilan.[69][70][71] Pembayaran tukin merupakan kewajiban yang harus ditunaikan karena telah ada regulasi yang mengaturnya. Regulasi yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020. Pada Pasal 2 ayat (1) peraturan ini, disebutkan jika pegawai di lingkungan Kementerian diberikan tunjangan kinerja setiap bulan.[72] Serikat Pekerja Kampus menyatakan, dosen ASN di satuan kerja Kemendiktisaintek mesti memperoleh tunjangan kinerja. Pun, regulasi ihwal pemberian tunjangan kinerja bagi dosen ASN telah diatur secara eksplisit pada Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 447/P/2024 yang diteken Nadiem Makarim sebelum lengser dari jabatannya.[73] Pada aturan ini diatur mengenai pemberian tunjangan kinerja mulai dari jenjang jabatan, kelas jabatan dan berapa besaran tunjangan kinerja yang harus diberikan kepada dosen ASN. Pada jenjang jabatan Asisten Ahli atau masuk pada kelas jabatan 9, besaran tunjangan yang diperoleh adalah Rp 5,07 juta. Kemudian pada jenjang jabatan Lektor atau pada kelas jabatan 11, memperoleh besaran tunjangan senilai Rp 8,7 juta. Lalu pada jenjang jabatan Lektor Kepala atau pada kelas jabatan 13, memperoleh besaran tunjangan Rp 10,9 juta. Sementara pada jenjang jabatan Profesor atau pada kelas jabatan 15, besaran tunjangan yang diperoleh adalah sebesar Rp 19,2 juta. Kecam Kriminalisasi Akademisi Bambang Hero SaharjoSerikat Pekerja Kampus mengecam keras kriminalisasi yang dilakukan terhadap Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo.[74][75] Prof. Bambang Hero Saharjo sebelumnya menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi timah. Dalam persidangan, sebagai saksi ahli dibawah sumpah ia memberikan kesaksian sesuai bidang keilmuannya dengan menggunakan metode ilmiah. Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Kampus, Hariati Sinaga menyampaikan Serikat Pekerja Kampus yang menghimpun lebih dari 1.190 dosen dan tenaga kependidikan menyatakan kecaman keras terhadap upaya sistemik kriminalisasi akademisi. Bila saksi ahli yang hadir di persidangan terus dikriminalisasi, maka ini berbahaya bagi kebebasan akademik dan menjadi ancaman dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di negara ini. Hariati Sinaga menambahkan, keberadaan ahli dalam persidangan dilindungi hukum. Terlebih dalam kasus ini, Prof. Bambang Hero Saharjo hadir sebagai saksi ahli yang dipanggil oleh negara melawan perusahaan yang melakukan korupsi yang merugikan negara dan mengakibatkan kehancuran ekologis. Serikat Pekerja Kampus menyatakan sebagai berikut:
Tolak Pengelolaan Wilayah Izin Usaha Tambang oleh Perguruan TinggiSerikat Pekerja Kampus menolak pengelolaan wilayah izin usaha tambang (WIUP) mineral logam dan batubara oleh perguruan tinggi dengan cara prioritas sebagaimana tercantum dalam pasal tambahan Pasal 51A Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.[76][77] Serikat Pekerja Kampus melihat potensi besar conflict of interest oleh pemangku kepentingan perguruan tinggi terhadap pengelolaan wilayah izin usaha tambang.[78][79] Pasal 51A Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara cacat formil karena tidak melalui perencanaan dan bertolak belakang dengan undang-undang tentang pendidikan.[80] Pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilakukan tiba-tiba oleh Badan Legislasi (Baleg) dan tidak dilakukan oleh Komisi XII DPR yang membidangi pertambangan menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat. Serikat Pekerja Kampus menyampaikan:
Peringatan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer di Taman Ismail Marzuki![]() Serikat Pekerja Kampus mengikuti perayaan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer di satu abad Pramoedya Ananta Toer di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Sabtu (8/2/2025).[81][82] SPK bergabung bersama 8 organisasi masyarakat pada peringatan satu abad Pramoedya Ananta Toer di Taman Ismail Marzuki. SPK hadir bersama Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Solidaritas net dan Koreksi.[83][84] Koordinator SPK Wilayah Jabodektajur, Adek Risma Dedees yang hadir bersama belasan anggota menyampaikan, Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu sastrawan sekaligus tokoh intelektual dan kebudayaan besar di Indonesia. Pram dikenal dengan karya-karya yang kritis terhadap penguasa. Melalui karya-karya tersebut, Pram mengetuk hati nurani banyak orang. Bagi Pram, sastra merupakan bagian dari perjuangan melawan ketidakadilan. Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Serikat Pekerja Kampus, Dhiya Al-Uyun menyampaikan dukungan untuk kerja-kerja serikat di bidang seni dan budaya. Selain hadir mendukung langsung Peringatan 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer, anggota SPK juga mengisi petisi mendesak negara menjadikan sastra nasional Indonesia sebagai mata pelajaran wajib sekolah dasar, menengah dan atas. Mengkritisi Revisi Undang-Undang No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional IndonesiaSerikat Pekerja Kampus mengkritisi Revisi Undang-Undang No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang dilakukan secara diam-diam antara Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI bersama dengan Pemerintah karena bertentangan dengan agenda reformasi TNI yang semestinya mendukung TNI menjadi tentara profesional sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat konstitusi dan demokrasi.[85][86][87] DPR RI dan Presiden melalui usulan revisinya justru akan menarik kembali TNI ke dalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis yang di masa Orde Baru terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi. Revisi UU TNI justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas/kekebalan hukum anggota TNI. Jika hal ini dibiarkan akan berdampak serius pada suramnya masa depan demokrasi, tegaknya negara hukum dan peningkatan eskalasi pelanggaran berat HAM di masa depan. Revisi UU TNI tidak hanya mengancam profesionalisme militer, tetapi juga mengkhianati komitmen Indonesia dalam menjalankan berbagai rekomendasi PBB dan kewajiban hukum HAM internasional. Draf revisi ini dinilai bertentangan dengan rekomendasi Komite Hak Sipil dan Politik (CCPR), Universal Periodic Review (UPR), serta instrumen HAM global seperti Statuta Roma ICC dan Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT). Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen HAM inti, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT), yang mewajibkan negara memastikan akuntabilitas militer dan perlindungan hak sipil. Maka dari itu, Serikat Pekerja Kampus bersama Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:[88][89][90][91][92][93]
Peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025Pada Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025, Serikat Pekerja Kampus (SPK) bergabung dalam aksi nasional yang digelar di depan gedung DPR RI, Jakarta Selatan yang diikuti sekitar 100 anggota. Anggota SPK yang mengikuti peringatan hari Buruh di depan DPR datang dari kota Bandung, Malang, Surabaya, Padang, Bandar Lampung, Makassar dan Kendari. SPK bergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak).[95][96][97][98][99][100] Tak hanya di Jakarta, anggota Serikat Pekerja Kampus juga mengikuti aksi demonstrasi di kota Bandung, Malang dan Bandar Lampung.[101][102][103] Serikat Pekerja Kampus menggelar acara 'Kuliah Bersama Rakyat' yang menolak militerisme di kampus, terlebih setelah disahkannya UU TNI terbaru yang membuka celah keterlibatan militer aktif dalam urusan sipil, termasuk pendidikan tinggi. [104] SPK secara tegas menyatakan bahwa kampus bukan ruang komando, dan kehadiran aparat TNI/Polri dalam tata kelola universitas adalah bentuk ancaman nyata terhadap kebebasan akademik. Inovasi dan riset tidak mungkin terjadi di tengah ketakutan. Kampus yang sehat harus bebas dari intervensi militer dan represi politik. Kebebasan akademik adalah syarat dasar bagi peradaban yang maju.[105] Tuntutan Serikat Pekerja Kampus dalam Aksi May Day 2025:
Peringatan 27 Tahun Reformasi![]() Serikat Pekerja Kampus bergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) memperingati 27 Tahun Reformasi di Gedung LBH Jakarta, Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat pada Rabu, 21 Mei 2025 mulai pukul 15.00 WIB sampai sekira pukul 23.00 WIB.[106] Anggota Serikat Pekerja Kampus yaitu Muhammad Isnur, Asfinawati dan Jimmy Irwansyah menyampaikan orasi dan refleksi tentang reformasi. Peringatan 27 Tahun Reformasi diisi dengan diskusi publik, Rapat Akbar, Panggung Seni, Workshop Ilustrasi dan Pasar Rakyat. Juga diisi pentas musik dari Godplant, Alkateri, Arc Yellow, Kasbi Band serta lawakan tunggal oleh Eky Priyagung. Diskusi Kelompok Terarah Rumuskan Parameter Penghasilan Layak dan Basis Kesejahteraan Pekerja Kampus![]() Serikat Pekerja Kampus (SPK) menggelar diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk merumuskan parameter penghasilan layak dan basis kesejahteraan pekerja kampus di Jakarta pada Senin, 23 Juni 2025. Urgensi kegiatan ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk menjawab berbagai permasalahan di atas melalui kajian mendalam dan lintas disiplin.[107] Narsumber ahli dalam diskusi kelompok terarah ini adalah ekonom dari Universitas Brawijaya, Profesor Devanto Shasta; ekonom Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI), Gede Sandra; dosen Universitas Parahyangan, Indrasari Tjandraningsih; Muhammad Haidar, Ilmansyah, Dedi Hartono dan lain-lainnya Pemerintah memang telah menggunakan formula berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam penentuan upah minimum, tetapi hasilnya masih dipandang belum memenuhi ekspektasi kesejahteraan pekerja, terutama pasca ditetapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023. Perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan seharusnya menjadi teladan dalam pemenuhan hak-hak dan kesejahteraan pekerjanya. Namun, realitas menunjukkan masih banyak pekerja kampus yang menghadapi masalah upah murah dan kesejahteraan. Kondisi ini jelas bertentangan dengan hak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketua Umum Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al-Uyun menyampaikan diskusi kelompok terarah ini menyasar metode perhitungan upah layak. Melalui riset-riset ini, Serikat Pekerja Kampus berharap kedepan dosen bisa mendapatkan kesejahteraan yang layak sebagaimana tujuan UU Sisdiknas yakni mewujudkan pendidikan yang bermartabat. Menurutnya, dosen itu ada dalam hubungan kerja, untuk itu dia bukan objek pendidikan. Dosen berhak menentukan nasib hubungan kerja yang dijalani. Sistem kerja selama ini meminggirkan dosen, tenaga kependidikan dan pekerja kampus, karena itu Serikat Pekerja Kampus menggagas metode yang progresif untuk menghitung upah layak." Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Kampus, Hariati Sinaga menyampaikan, persoalan pengupahan di Indonesia memiliki berbagai masalah, yang utamanya menggambarkan 'politik upah murah'. Salah satunya adalah tidak digunakannya lagi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar perumusan upah minimum, khususnya sejak dikeluarkannya aturan PP No. 78/2015 tentang Pengupahan. Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 membuka potensi untuk merumuskan kembali indikator KHL, meski tidak semua dimensi diakui. Selain itu, belum ada perumusan upah minimum untuk sektor pendidikan. Focus group discussion yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja Kampus pada tanggal 23 Juni 2025 bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai ahli terkait kedua hal. Pertama, mendapatkan masukan mengenai metode dalam perumusan upah minimum yang mencukupi kebutuhan hidup layak. Kedua, mendapat masukan mengenai metode perumusan upah minimum berbasis kesejahteraan pekerja kampus (sektoral). Juga merupakan salah satu langkah penting yang dilakukan Serikat Pekerja Kampus sehubungan riset tentang upah yang saat ini sedang dilakukan dan kedepannya akan menjadi aktivitas rutin Serikat Pekerja Kampus sebagai basis advokasi kesejahteraan pekerja kampus. Sementara itu, peneliti dan akademisi dari Serikat Pekerja Kampus, Rizma Afian Azhiim menyampaikan kegiatan diskusi kelompok terarah ini bertujuan memperoleh gambaran menyeluruh terkait ragam metode penentuan perhitungan upah minimum yang mampu memenuhi kebutuhan hidup layak, termasuk metode perhitungan, komponen, serta komoditas Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan atau metode penyesuaian upah minimum yang mengintegrasikan indeksasi otomatis berbasis formula ekonomi serta Kebutuhan Hidup Layak. Rizma Afian Azhiim yang menjadi Ketua Tim Riset diskusi kelompok terarah ini menambahkan, dari kegiatan ini diharapkan dapat memperoleh gambaran menyeluruh terkait ragam metode penentuan/perhitungan basis kesejahteraan pekerja kampus, termasuk namun tidak terbatas pada upah minimum sektor pendidikan tinggi pada tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota;dan struktur dan skala pengupahan perguruan tinggi. Kertas kerjaGaji Minimum, Beban Kerja Maksimum: Mewujudkan Kesejahteraan Dosen & Pekerja Kampus Demi Mimpi Indonesia Emas 2045![]() Pada kuartal pertama 2023 Serikat Pekerja Kampus melakukan penelitian dengan 456 sampel. Hasilnya, mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp. 3 juta, bahkan setelah mengabdi selama lebih dari enam tahun.[108][109][110][111] Kondisi ini memaksa banyak dosen mengambil pekerjaan sampingan (76% responden), menghambat fokus mereka pada tugas utama dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan. Parahnya, dosen di universitas swasta jauh lebih rentan terhadap gaji rendah, dengan peluang tujuh kali lebih tinggi untuk menerima gaji bersih kurang dari Rp 2 juta.[112] Sebanyak 61% responden merasa bahwa kompensasi mereka tidak sejalan dengan beban kerja dan kualifikasi mereka. Dari hasil riset tersebut, Serikat Pekerja Kampus menyerukan perubahan kebijakan fundamental untuk meningkatkan kesejahteraan dosen dan pekerja kampus:
Kesejahteraan dosen dan pekerja kampus bukan hanya hak mereka, tetapi juga investasi penting bagi masa depan bangsa. Dengan memberikan mereka kompensasi dan kondisi kerja yang adil dan kompetitif, kita dapat menjamin pendidikan berkualitas tinggi yang melahirkan generasi unggul dan mengantarkan Indonesia menuju kejayaan di tahun 2045. Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, SPK berharap dapat mendorong terciptanya lingkungan kerja yang lebih adil dan kondusif, yang tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan dosen dan pekerja kampus, tetapi juga secara keseluruhan akan meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian di Indonesia.[113] Dosen Sebagai Lex Specialis: Perjuangan Serikat Pekerja Kampus Jawa Tengah Menuju Perubahan Revolusioner![]() Serikat Pekerja Kampus (SPK) Jawa Tengah (Jateng) menyusun kertas kerja untuk mengadvokasi transformasi profesi dosen menjadi sebuah lex specialis, atau status profesi yang memiliki aturan khusus. Dalam kertas kerja tahun 2024-2025, SPK Jateng merangkum berbagai tantangan yang dihadapi dosen, termasuk tata kelola, beban kerja, sistem kepegawaian, penggajian, fasilitas, dan budaya akademik, serta menyarankan reformasi menyeluruh melalui pendekatan revolusioner. Kertas kerja tersebut mencatat bagaimana posisi dosen di Indonesia sejak masa kolonial hingga era pascakolonialisme, terus-menerus berada di bawah tekanan sentralisasi dan neoliberalisasi. Pendidikan tinggi di Indonesia sering kali dimanfaatkan untuk tujuan politik dan ekonomi tertentu, mulai dari era kolonial hingga masa modern di mana perguruan tinggi menjadi entitas bisnis. Dosen tidak hanya dibatasi oleh tanggung jawab akademik tetapi juga oleh tugas administratif yang tidak relevan. Sistem seperti Indikator Kinerja Utama (IKU) menciptakan tekanan administratif yang signifikan bagi dosen, yang pada akhirnya mengorbankan kebebasan akademik dan inovasi.[114] Kekangan pada dosen tidak hanya bersifat administratif tetapi juga material. Gaji minimum, beban kerja berlebih, dan kurangnya fasilitas memadai menjadi beberapa isu utama. Menurut laporan, banyak dosen di Jawa Tengah harus mengajar hingga 28-30 SKS per semester, jauh melampaui batas yang ideal. Hal ini diperparah dengan rendahnya rasio dosen terhadap mahasiswa, terutama di perguruan tinggi yang terus meningkatkan jumlah mahasiswa tanpa penambahan staf pengajar.[115] Sistem administrasi yang rumit juga menjadi beban tambahan bagi para dosen. Mereka diwajibkan memenuhi berbagai laporan kinerja, seperti pengisian data di Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER), yang memakan waktu tetapi sering kali tidak memberikan manfaat langsung bagi pengembangan keilmuan. Bahkan, kenaikan jabatan akademik bergantung pada pengumpulan bukti-bukti administratif seperti foto kegiatan, korespondensi dengan jurnal, hingga sertifikat. Di sisi lain, budaya akademik di kampus-kampus juga masih terjebak dalam feodalisme, yang semakin memperburuk situasi. Dosen muda sering kali menghadapi diskriminasi dan beban kerja tambahan tanpa dukungan yang memadai dari senior atau manajemen kampus. Dosen muda dituntut untuk loyal kepada senior mereka, tetapi di saat yang sama, mereka tidak mendapatkan fasilitas yang layak atau kesempatan yang adil. Masalah ini tidak hanya berdampak pada individu dosen tetapi juga pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Dengan beban kerja yang tidak proporsional, banyak dosen tidak dapat fokus pada penelitian yang inovatif atau pengajaran yang efektif. Ini menjadi tantangan serius bagi perguruan tinggi yang berusaha bersaing di tingkat global. SPK Jateng menyerukan perubahan radikal untuk menjadikan profesi dosen sebagai lex specialis, di mana mereka diperlakukan sebagai tenaga profesional dengan perlindungan hukum khusus. Pendekatan ini mengacu pada pembebasan perguruan tinggi dari cengkeraman neoliberalisme dan sentralisasi berlebihan. Langkah-langkah yang diusulkan meliputi:
GaleriFoto
Poster
Referensi
Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia