Sejarah Kalimantan Selatan merupakan catatan historis dari sebuah kawasan yang semula dihuni manusia prasejarah hingga menjadi kawasan provinsial berpemerintahan, yakni provinsi Kalimantan Selatan.
Masa Sebelum Abad ke-19
8000 SM, migrasi I, manusia mendiami gua-gua di pegunungan Meratus. Kelompok ini melanjutkan migrasi ke pulau Papua dan Australia. Fosilnya ditemukan di Gua Babi di Gunung Batu Buli, Desa Randu, Muara Uya, Tabalong.
1025, migrasi suku Melayu dari Kerajaan Sriwijaya akibat serangan tentara Cola Mandala (India).
1355, Empu Jatmika mendirikan pemukiman dan Candi Agung (Amuntai) dengan pondasi tiang pancang ulin yang disebut kalang-sunduk di wilayah rawa daerah aliran sungai Amas dan menobatkan dirinya sebagai raja Kerajaan Negara Dipa sebagai bawahan Raja Kuripan yang tidak memiliki keturunan. Kemudian Empu Jatmika menaklukan penduduk asli batang Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Labuan Amas, Amandit serta daerah perbukitan yang dihuni suku Bukit, selanjutnya mendirikan Candi Agung (Amuntai) sebagai ibu kota yang baru, tetapi pelabuhan perdagangan tetap di Muara Rampiau. Ia menjadi penguasa Candi Agung, Candi Laras dan Kuripan.
1448, Bandar Muara Bahan ditetapkan sebagai Bandar kerajaan menggantikan Bandar Muhara Rampiau, ditunjuk Patih Arya Taranggana putera Aria Magatsari memimpin di bandar itu.
1448–1486, masa pemerintahan Raden Sekar Sungsang dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan.
1486–1515, masa pemerintahan Raden Paksa dengan gelar Maharaja Sukarama.
1511, migrasi suku melayu akibat runtuhnya Kerajaan Malaka diserang Portugis, migrant ini mendiami sepanjang sungai Kuin.
1515, Maharaja Sukarama wafat, diwasiatkan yang menjadi raja adalah Pangeran Samudera.
1515-1519, masa pemerintahan Arya Mangkubumi yang kemudian dibunuh Sa’ban atas suruhan Pangeran Tumanggung. Pangeran Samudra melarikan diri ke hilir Barito.
1518-1521, Pati Unus, Sultan Demak menaklukan kerajaan-kerajaan Kalimantan, seperti Tanjungpura/Sukadana, Lawai dan Sambas sebelum menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1521.
1519–1526, masa pemerintahan Pangeran Tumanggung (Raden Panjang).
Masa Kesultanan Banjar
Tahun 1520-1668
1520, penobatan Raden Samudera oleh Patih Masih sebagai raja di Muara Kuin dengan gelar Pangeran Samudera.
6 September 1526, pertempuran antara Kerajaan Banjar dipimpin Pangeran Samudera dengan Kerajaan Negara Daha dipimpin Pangeran Tumenggung di Jingah Besar, Pangeran Samudra dibantu Kesultanan Demak.
24 September 1526, kemenangan Pangeran Samudra dan pembentukan Kesultanan Banjar, dengan memasukkan Kerajaan Nagara Daha, selanjutnya Pangeran Tumenggung menetap ke hulu pada Alai dengan 1000 penduduk.
14 Februari1606, Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, karena perangainya yang buruk Michaelszoon tewas terbunuh.
1612, Belanda menembak hancur Istana Raja di Kuin, sehingga ibu kota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke daerah Kayu Tangi, kota baru ini diberi nama Martapura oleh Sultan Mustainbillah.[1]
1620 – 1637, masa pemerintahan Ratu Agung dengan gelar Sultan Inayatullah (Raja V).
1634, VOC-Belanda mengirim 6 kapal dibawah pimpinan Gijsbert van Londensteijn kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Batrentz.
29 November 1635, VOC Belanda mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollebrandt Gelenysen de Jonge.
1637 – 1642, masa pemerintahan Ratu Anom dengan gelar Sultan Saidulllah (Raja VI).
1638, seorang Asisten Belanda terbunuh di Benua Anyar, pertempuran juga menewaskan 64 orang bangsa Belanda, selanjutnya 27 orang Martapura terbunuh, dibalas 40 orang Belanda tewas.
1642 – 1660, masa pemerintahan Pangeran Ratu dengan gelar Sultan Rakyat Allah (Raja VII).
1650 - Di Banjarmasin terdapat perwakilan dagang VOC.[2]
1660 – 1663, masa pemerintahan Raden Bagus (Suria Angsa) dengan gelar Sultan Amrullah Bagus Kasuma (Raja VIII).
1660, diadakan perjanjian perdamaian antara Belanda dan Banjar; Pangeran Dipati Tuha (Suria Negara) bin Sultan Saidullah mengamankan wilayah Tanah Bumbu dari pendatang.[3]
1663 – 1679, masa pemerintahan Pangeran Suryanata II degan gelar Sultan Agung.
1664, perubahan nama Banjarmasih menjadi Banjarmassingh (dialek Belanda).
1668, Portugis mendatangkan imam Katolik bernama Ventimiglia ke wilayah Kesultanan Banjarmasin.[4]
Tahun 1680-1858
1680–1700, masa pemerintahan Sultan Amrulllah Bagus Kasuma (Suria Angsa) kembali, sedangkan adiknya menjadi Sultan Negara (bekas Negara Daha) bergelar Suria Negara.
1734, VOC-Belanda membuat perjanjian monopoli lada dengan Sultan Banjar dan mendirikan benteng di Banjarmasin.[8]
1734, Puana Dekke meminjam tanah di wilayah Tanah Kusan kepada Sultan Tamjidullah I yang dinamakan kampung Pagatan, kemudian Sultan Sulaiman menganugerahi gelar kapitan (panglima) kepada Hasan La Pangewa, yaitu Kapitan Laut Pulo sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan.
1750, Ketua Dewan Mahkota Pangeran Suryanata (sepupu Sultan Sepuh) mangkat di Martapura, kemudian almarhum digantikan oleh puteranya, Pangeran Prabukusuma sebagai ketua Dewan Mahkota Kesultanan Banjar.
1759–1761, masa pemerintahan Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah dengan gelar Sultan Muhammadillah, mangkat tahun 1761.[9]
Tahun 1747, Belanda menduduki Banjarmasin.[10][11]
1761–1801, masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II/Sunan Nata Alam.
1762, Saudara Sultan Nata yang bernama Pangeran Prabujaya dilantik sebagai mangkubumi oleh Dewan Mahkota Kesultanan Banjar.
1767, Pangeran Sulaiman dilantik sebagai Sultan (Muda) Sulaiman II.
1780, Ratu Intan I menjabat Raja negeri Cantung dan Batulicin, sedangkan Pangeran Prabu menjadi raja negeri Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal serta Pangeran Layah menjadi raja negeri Buntar Laut.[3]Kota Banjarmasin di bawah otoritas Pangeran Dupa, putera tertua Sultan Banjar[12]
1782, Pangeran Adam dilantik sebagai Sultan (Muda) Adam.
1785, Sepuluh pambakal di Amuntai dibebaskan dari pajak hingga anak cucunya karena telah berjasa melawan laskar yang dipimpin Pangeran Surya dan Pangeran Ahmad, saudara tiri Sultan Nata. Keturunan dari sepuluh datu ini disebut golongan anak cucu orang sepuluh.[13]
1786, Pangeran Amir (raja Kusan) tertangkap VOC Belanda.
13 Agustus1787, Sultan Tamjidullah I membuat kontrak perjanjian dengan VOC-Belanda.
1792, VOC menempatkan administrasi sipil (onderkoopman) di Banjarmasin seperti sebelumnya.[14]
24 April 1792, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting membicarakan harga barang-barang yang ditukar antara kedua pihak, serta keluhan bahwa hak Sultan atas separuh cukai tidak mau dibayar oleh Fetor setempat.[15]
7 Oktober 1792, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting bahwa tugasnya sudah dijalankan sesuai dengan perjanjian, yaitu setiap kepala yang ditunjuk akan membuka kebun lada. Tiap kebun itu dikerjakan oleh 50 orang. Kalau tidak mengerjakan pekerjaan itu, mereka akan dihukum dengan hukuman berat. Juga dinyatakan bahwa mereka sudah menerima kiriman 10 tong obat bedil dan Raja Banjar juga minta dikirimi kertas air emas 12 lembar.
20 November 1794, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting tentang penyerangan yang diderita dari orang Pasir dan Kutai. Banyak rakyat dibunuh, yang lain dipaksa mendirikan benteng. Sultan menanti perintah dari Kompeni. Harapannya agar Gur. Jen. menulis surat kepada Sultan Pasir untuk mengajak damai. Kalau ditolak, rencananya Pasir akan diserang dari laut oleh Belanda dan dari darat oleh Banjar. Juga diberitahukan tentang kebun lada yang sedang dikerjakan.
17 Mei 1796, Sultan Sulaiman I mengirim surat kepada Gubjen. Willem Arnold Alting tentang pemberitahuan bahwa Sultan sudah menerima bingkisan, yang isinya didaftarkan satu per satu.
7 Oktober 1823, Pangeran Mangkoe Boemi Nata mengirim surat kepada Gubjen. G.A.G.Ph. van der Capellen menyatakan bahwa Mangkubumi bersedia diangkat sebagai kepala pemerintah Banjar dan telah bersumpah sesuai dengan perjanjian antara Kompeni dan negeri Banjar.
1852, Surat Sultan Adam kepada Gusti Andarun tentang pemberian tanah badatu (tanah lungguh) dan penunjukkannya sebagai pengganti almarhum Sultan MudaAbdul Rahman.[27]
8 Agustus 1852, pemerintah kolonial Hindia Belanda (dengan sengaja secara salah) melantik Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Muda Kesultanan Banjar, dan sekaligus tetap menjabat Mangkubumi. Pelantikan ini ditolak Sultan Adam yang mencalonkan Pangeran Hidayatullah II sebagai Sultan Muda dan Pangeran Prabu Anom sebagai mangkubumi.
1855, Secara diam-diam Sultan Adam melantik Pangeran Prabu Anom sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dan memecat Pangeran Tamjidillah II sebagai mangkubumi.[28]
1855, Pemekaran dan pembentukan beberapa afdeeling baru[29]
30 April 1856, Belanda menerima konsesi tambang batu bara yang ditandatangani Sultan Adam.
9 Oktober 1856, Pemerintah kolonial Hindia Belanda melantik Pangeran Hidayatullah sebagai Mangkubumi, sedangkan Sultan Muda tetap Pangeran Tamjidillah II.
3 November 1857 – 25 Juni 1859, masa pemerintahan Sultan Tamjidillah II yang disetujui Belanda sebagai raja Banjar.
3 November 1857, pertemuan rencana perang melawan Belanda di Martapura, antara Pangeran Hidayatullah, Pangeran Prabu Anom dan Nyai Ratu Kamala Sari (permaisuri Sultan Adam).
23 Februari 1858, Pangeran Prabu Anom (anak Sultan Adam) dibuang ke Bandung.
September 1858, Tumenggung Jalil tidak mau lagi membayar pajak kepada Belanda.
Masa Perang Banjar
Tahun 1859
2 Februari 1859, kedatangan bantuan tentara Belanda dengan Kapal Arjuna, namun 3 hari kemudian dipulangkan lagi ke Batavia.
Februari 1859, Neneksuri Nyai Ratu Kamala Sari dan anak-anaknya menyerahkan kerajaan dengan Pangeran Hidayatullah.
18 April1859, pecahnya Perang Banjar, Pasukan Antasari dengan 300 prajurit menyerang tambang batubara milik Belanda di Pengaron.[31] Serangan di Marabahan, Gunung Jabuk dan Tabanio, dipimpin Demang Lehman, Haji Buyasin dan Kiai Langlang. Serangan di Pulau Petak, Pulau Telo dan di sepanjang Sungai Barito, dipimpin Tumenggung Surapati dan Pambakal Sulil. Sweeping di Banua Lima, dipimpin Tumenggung Jalil, Pambakal Gafur, Duwahap, Dulahat dan Penghulu Abdul Gani serta serangan terhadap Kapal Cipanas di Martapura.
29 April 1859, tambang batu bara Oranye Nassau diserbu.
1 Mei 1859, pasukan Antasari menyerang tambang batu baru Juliana Hermina, serangan di Kalangan, Banyu Irang dan Bangkal dipimpin Pangeran Arya Ardi Kesuma.
Juni 1859, pertempuran di Sungai Basarah dipimpin Pambakal Sulil.
8 Juni 1859, Belanda mengumumkan keadaan darurat perang.
12 Juni 1859, bantuan tentara Belanda datang dengan Kapal Arjuna, Celebes, Montrado, Bone dan van Os.
15 Mei 1860, pertempuran di Tanjung, dipimpin Tumenggung Jalil.
11 Juni 1860, Kesultanan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda dengan proklamasi yang ditandatangani Residen Surakarta Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen yang merangkap Komisaris Pemerintah Belanda untuk Daerah Afdeeling Borneo Selatan-Timur.
9 Agustus 1860, serangan terhadap Benteng Kelua, dipimpin Pangeran Antasari.
27 Agustus 1860, serangan di Martapura dipimpin Pangeran Muda.
September 1860, pertempuran di Rumpanang dan Tambarangan, dipimpin Singa Jaya.
3 September 1860, Pertempuran Benteng Madang pertama, dipimpin Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin.
4 September 1860, pertempuran Benteng Madang kedua.
13 September 1860, pertempuran Benteng Madang ketiga.
15 September 1860, pertempuran di Sungai Malang, Amuntai, dipimpin H. Abdullah.
18 September 1860, pertempuran Benteng Madang keempat.
22 September 1860, pertempuran Benteng Madang kelima.
13 Oktober 1860, pertempuran Benteng Batu Mandi, dipimpin Tumenggung Jalil.
17 Oktober 1860, pertempuran di Jati, dipimpin Kyai Jayapati.
25 Oktober 1860, pertempuran di Bulanin, dipimpin Demang Lehman.
27 Oktober 1860, pertempuran di Jati lagi, dipimpin Kyai Jayapati dan Demang Jaya Negara Seman.
November 1860, pertempuran di masjid Jati, dipimpin Tumenggung Diparaksa.
1 November 1860, Belanda mendinamit bangkai Kapal Onrust di Lontontour.
10 Desember 1860, Sultan Hidayatullah II membuat surat yang berisi pelantikan Gamar dengan gelar Tumenggung Cakra Yuda dan 3 orang lainnya untuk melancarkan Perang Jihad melawan Belanda.[33]
Tahun 1861
24 Februari 1861, pertempuran di Amalang dan Maleno, dipimpin Demang Lehman dan Guna Wijaya.
3 Maret 1861, pertempuran di Rantau, dipimpin Jaya Warna.
19 Maret 1861, pertempuran di Karang Intan, dipimpin Tumenggung Gamar.
21 April 1861, Pertempuran benteng Amawang, 2 tahun Perang Banjar, dipimpin Tumenggung Antaludin dan Demang Lehman, tewasnya Von Ende.
April 1861, penangkapan dan hukuman mati untuk Pangeran Kasuma Ningrat (paman Pangeran Hidayat), Kyai Nakut dan Pambakal Matamin serta pertempuran di Binuang, Tumpakan Mati, Karang Jawa, Kandangan dan Nagara.[34]
4 Mei1861, pertempuran Paringin antara pasukan Antasari melawan Belanda.
13 Mei 1861, pertempuran di Gunung Wowong, Karau, Dayu dan Sihong.
16 Mei 1861, serangan di Paringin, dipimpin H. Dulgani.
1 Agustus 1861, pertempuran di benteng Limpasu, tewasnya Letnan Hoyyel.
10 Agustus 1861, pertempuran di benteng Pagger, dipimpin Pangeran Singa Terbang.
2 September 1861, pertempuran di benteng Batu Putih, gugurnya Pangeran Singa Anum dan Gusti Matali.
24 September 1861, gugurnya Tumenggung Jalil pada pertempuran Benteng Tundakan.
2 Oktober 1861, Demang Lehman masuk Martapura menemui Regent Martapura.
6 oktober 1861, Demang Lehman ke Banjarmasin berunding dengan Resident Verpyck, perundingan secara empat mata, selesai perundingan rombongan kembali ke Martapura.
8 Oktober 1861, pertempuran di Habang dan Kriniang, dipimpin H. Badur.
18 Oktober 1861, pertempuran di Banua Lawas dipimpin H. Badur.
Oktober 1861, pertempuran di Banua Lawas dan Teluk Pelaeng, gugur 18 orang.
6 November 1861, pertempuran di Pelari, dipimpin Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati.
8 November 1861, pertempuran di Gunung Tungka dipimpin Pangeran Antasari, Tumenggung Surapati dan Gusti Umar, tewasnya Kapten Van Vloten.
9 November 1861, serangan di Teluk Selasih, tewasnya Regent Amuntai.
25 Nopember 1861, pertemuan Pangeran Hidayatullah dengan Demang Lehman dan diputuskan Pangeran Hidayatullah menemui Ibu Ratu Siti di Martapura.
November 1861, pertempuran di Gunung Marta Niti Biru dan Kria Wijaya Bepintu, dipimpin Kyai Karta Nagara.
5 Desember 1861, pertempuran di Jatuh dipimpin Penghulu Muda, tewasnya Opsir Koch.
15 Desember 1861, pertempuran di Banua Lawas, tewasnya Letnan Ajudan I Cateau van Rosevelt.
16 Desember 1861, terbunuhnya Kontrolir Fujick di Margasari dan Letnan Croes juga tewas di Sungai Jaya, oleh Tagab Obang.
Tahun 1862-1905
28 Januari 1862, Pangeran Hidayatullah dan Ratu Siti masuk Martapura, berdiam di rumah Residen Martapura.
30-31 Januari 1862, perundingan antara Pangeran Hidayatullah dengan Regent Letnan Kolonel Verpyck di pendopo rumah Asisten Resident, Pangeran Hidayatullah tertipu oleh janji Belanda.
3 Februari 1862, Pangeran Hidayatullah menuju ke Pasayangan.
4 Februari 1862, Pangeran Hidayatullah meninggalkan Pasayangan menuju Gunung Pamaton serta Masjid Pasayangan yang berumur 140 tahun dibakar Belanda.
22 Februari 1862, tertangkapnya Ratu Siti serta dibawanya Pangeran Wira Kasuma ke Banjarmasin.
28 februari 1862, Pangeran Hidayatullah masuk Martapura menemui Ratu Siti di pendopo Regent Martapura.
3 Maret 1862, Pangeran Hidayatullah dibawa dengan Kapal Bali menuju Batavia, dikawal Kontrolir Kuin Letnan Verstege.[35]
1938: Hindia Belanda mendirikan tiga provinsi atas eilandgewest yaitu Sumatera beribu kota di Medan, Borneo beribu kota di Banjarmasin, dan Timur Besar beribu kota di Makassar.[43]
Februari1942, dengan persetujuan wali kota Banjarmasin H. Mulder dibentuk Pimpinan Pemerintahan Civil (PPC), diketuai Mr. Rusbandi, sebagai pemerintahan sementara.
12 Februari1942, tentara Jepang mengeluarkan maklumat kota Banjarmasin dan daerahnya diserahkan kepada PPC (Pimpinan Pemerintahan Civil).
5 Maret1942, A.A. Hamidhan menerbitkan surat kabar Kalimantan Raya.
17 Maret 1942, Gubernur A. Haga menyerah dengan Jepang di Puruk Cahu, kemudian ditahan di Benteng Tatas.
17 April1945, rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang, baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.
6 Mei1945, pembentukan TRI pasukan MN 1001, MKTI (MN adalah singkatan dari Mohamad Noor).
23 Agustus1945, berdirinya organisasi kelaskaran GEMIRI (Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia) di Kandangan.
Agustus1945, berdirinya organisasi kelaskaran Badan Pemberontak Rakyat Kalimantan di Kandangan.
23 September 1945, berdirinya organisasi kelaskaran Pasukan Berani Mati di Alabio.
November1945, berdirinya organisasi kelaskaran Laskar Syaifullah di Haruyan.
9 November 1945, pertempuran di Banjarmasin melawan Sekutu.
20 November1945, berdirinya organisasi kelaskaran Gerakan Rakyat Pengajar/Pembela Indonesia Merdeka di Amuntai, Hulu Sungai Utara.
1945, berdirinya organisasi kelaskaran GERPINDOM (Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka) di Birayang, Barisan Pelopor Pemberontakan (BPPKL) di Martapura dan Banteng Borneo di Rantau, serta Laskar Hasbullah di Martapura, Pelaihari, Rantau dan Hulu Sungai.
30 Oktober 1945, penyusupan Hasan Basry dan kawan-kawan dari Surabaya dengan kapal Bintang Tulen.
24 September 1946, penangkapan laskar Saifullah oleh Belanda di Kandangan pada saat pasar malam.
18 November 1946, pembentukan Batalyon TNI AL RI DIVISI IV (A) oleh Hasan Basry dengan melebur Banteng Indonesia dan organisasi kemiliteran lainnya.
Mei 1947, pertempuran di Hambawang Pulasan, Barabai, dipimpin H. Aberanie Sulaiman, 48 serdadu Belanda tewas sedangkan 1 orang pejuang gugur, yaitu Made Kawis.[44]
14 Januari 1948, terbentuknya satuan kenegaraan Daerah Banjar.
2 September 1949, perundingan antara TNI AL RI DIVISI (A), yaitu Hasan Basry dengan Belanda diwakili Mayor Jenderal Suharjo dan UNCI sebagai penengah di Munggu Raya, Kandangan.
2 September 1949, pengakuan Angkatan Perang Republik Indonesia terhadap TNI AL RI DIVISI (A) sebagai bagian dari angkatan perang dan mengangkat Hasan Basry sebagai Komandan Batalyon dengan pangkat Letnan Kolonel.
1 November 1949, peleburan TNI AL RI DIVISI (A) ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat dengan panglima Letkol Hasan Basry dan Kepala Staf Mayor H. Aberani Sulaiman.
Masa Pembangunan
Tahun 1950-1965
4 April 1950, penghapusan daerah Banjar, Dayak Besar dan Kalimantan Tenggara dari Republik Indonesia Serikat, kemudian dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Yogyakarta.
29 Juni 1950, Kepmendagri No. C/17/15/3 wilayah Kalimantan dibagi menjadi 6 Kabupaten Administratif dan 3 Swapraja. Salah satunya Afdeeling Van Hoeloe Soengai dibentuk menjadi Kabupaten Hulu Sungai dangan ibu kota Kandangan.
14 Agustus 1950, pembentukan provinsi Kalimantan serta pembentukan Kabupaten Banjar.
14 Agustus 1950 – 1953, masa Gubernur dr. Moerdjani.
2 Desember 1950, pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dengan Bupati Syarkawi.
1958, musyawarah masyarakat Tapin di Balai Rakyat menghasilkan Badan Musyawarah Penuntut Kabupaten Tapin, yang diketuai H Isbat
15 Maret 1958, pembentukan Panitia Penuntutan Kabupaten Tabalong dengan ketua Juhri.
11 November 1958, pengangkatan kerangka Pangeran Antasari di Bayan Begak, Puruk Cahu untuk dimakamkan di Kompleks Makam Pahlawan Perang Banjar di Banjarmasin.
1959 – 1963, masa Gubernur Maksid.
24 Desember 1959, pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
4 Januari 1960, pembentukan Kabupaten Barito Kuala.
22 Agustus 1960, pembekuan kegiatan PKI dan ormasnya oleh Kepala Penguasa Perang Daerah Kalimantan Selatan, Brigjen Hasan Basry.
3 Juni 1961, pembentukan Panitia Penuntutan Kabuapaten Tanah Laut (Panitia 17) dengan ketua Soeparjan.
1-2 Juli 1961, musyawarah besar Tanah Laut menghasilkan pembentukan Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Tuntutan Daswati II Tanah Laut yang diketuai H.M.N. Manuar.
1963–1963, masa Gubernur Abu Jahid Bustami.
1963–1968, masa Gubernur Aberani Sulaiman.
30 November 1965, pembentukan Kabupaten Tapin.
1 Desember 1965, pembentukan Kabupaten Tabalong.
2 Desember 1965, pembentukan Kabupaten Tanah Laut.
25 April 2008, peresmian Jembatan Rumpiang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Barito Kuala.
Oktober 2008, dimulainya pembangunan runway Bandara Syamsudin Noor menuju Bandara Internasional.
11 Februari 2009, pemancangan tiang pembangunan Kantor Gubernur di Banjarbaru.
26 Februari 2009, dimulainya pembangunan PLTU di Asam-asam dengan kekuatan 2 x 65 megawatt.
27 Mei 2009, pembukaan alur Sungai Barito bebas dari lumpur untuk jalur pelayaran dan pelabuhan.
2010-2015, masa Gubernur Rudy Ariffin - Rudy Resnawan.
1 Januari 2010, pemberlakuan Perda Pendidikan Al Qur'an bagi seluruh jenjang sekolah di Kalimantan Selatan.
24 Juli 2010, pemberian gelar Pangeran kepada Ir. Gt. Khairul Saleh sebagai keputusan Musyawarah Tinggi Adat Banjar.
12 Desember 2010, penobatan Ir. Gt. Khairul Saleh sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dengan gelar Pangeran Khairul Saleh.
14 Agustus 2011, peresmian Sekretariat Daerah Propinsi Kalimantan Selatan yang baru di kecamatan Cempaka (Banjarbaru) yang berdiri pada perbukitan dengan ketinggian elevasi 44 meter di atas permukaan laut serta berjarak sekitar 60 km dari tapak kantor lama yang bersejarah sejak masa kolonial berlokasi di titik 0 km Banjarmasin di tepi sungai Martapura.[49][50][51][52]
10 November 2011, pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi KH. DR. Idham Chalid oleh Presiden.