Sejarah Kabupaten Toba bermula dari era pra-kolonial hingga sekarang. Kabupaten Toba adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang dibentuk pada tahun 1998 atas pemekaran daerah dari Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Toba yang dihuni oleh Suku Batak Toba telah melalui banyak perubahan dan perkembangan dalam sejarahnya.
Masa Pra-kolonial
Sebelum masa pendudukan Belanda, wilayah Kabupaten Toba merupakan salah satu dari empat pembagian wilayah masyarakat Batak Toba di Tano Batak. Adapun keempat pembagian wilayah masyarakat Batak Toba tersebut adalah:
Kawasan Toba Holbung (atau sering disebut Toba saja) menjadi tanah ulayat para leluhur Suku Batak Toba ratusan tahun yang lalu, adapun Marga Batak yang bermukim di Toba Holbung dapat digolongkan kedalam empat kelompok, yaitu:
Hingga saat ini Kabupaten Toba masih didominasi oleh marga-marga tersebut.
Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Toba termasuk dalam Karesidenan Tapanuli yang dipimpin seorang Residen bangsa Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Keresidenan Tapanuli yang dulu disebut Residentie Tapanuli terdiri dari empat Afdeling (Kabupaten) yaitu:
Tiap-tiap Onderafdeling mempuyai satu Distrik (kewedanaan) dipimpin seorang Distrikchoolfd bangsa Indonesia yang disebut Demang dan membawahi beberapa Onderdistrikten (kecamatan) yang dipimpin oleh seorang Asisten Demang.
Menjelang Perang Dunia II, distrik-distrik di seluruh keresidenan Tapanuli dihapuskan dan beberapa Demang yang mengepalai distrik-distrik sebelumnya diperbantukan ke kantor Controleur masing-masing dan disebut namanya Demang Terbeschingking. Dengan penghapusan ini para Asisten Demang yang ada di kantor Demang itu ditetapkan menjadi Asisten Demang di Onderdistrik bersangkutan.
Kemudian tiap Onderdistrik membawahi beberapa negeri yang dipimpin oleh seorang kepala Negeri yang disebut Negeri Hoofd. Pada waktu berikutnya diubah dan dilaksanakan pemilihan, tetapi tetap memperhatikan asal usulnya. Negeri-negeri ini terdiri dari beberapa kampung, yang dipimpin seorang kepala kampung yang disebut Kampung Hoofd dan juga diangkat serupa dengan pengangkatan Negeri Hoofd. Negeri dan Kampung Hoofd statusnya bukan pegawai negeri, tetapi pejabat-pejabat yang berdiri sendiri di negeri/kampungnya. Mereka tidak menerima gaji dari pemerintah tetapi dari upah pungut pajak dan khusus Negeri Hoofd menerima tiap-tiap tahun upah yang disebut Yoarliykse Begroting.
Tugas utama Negeri dan Kampung Hoofd ialah memelihara keamanan dan ketertiban, memungut pajak/blasting/rodi dari penduduk Negeri/Kampung masing-masing. Blasting/rodi ditetapkan tiap-tiap tahun oleh Kontraleur sesudah panen padi.
Pada waktu pendudukan tentara Jepang Tahun 1942-1945 struktur pemerintahan di Tapanuli Utara hampir tidak berubah, hanya namanya yang berubah seperti:
Asistent Resident diganti dengan nama Gunseibu dan menguasai seluruh tanah batak dan disebut Tanah Batak Sityotyo.
Demang-demang Terbeschiking menjadi Guntyome memimpin masing-masing wilayah yang disebut Gunyakusyo.
Asisten Demang tetap berada di posnya masing-masing dengan nama Huku Guntyo dan kecamatannya diganti dengan nama Huku Gunyakusyo.
Negeri dan Kampung Hoofd tetap memimpin Negeri/Kampungnya masing-masing dengan mengubah namanya menjadi Kepala Negeri dan Kepala kampung.
Masa Pemerintahan Republik Indonesia
Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah mulai membentuk struktur pemerintahan baik di pusat dan di daerah. Dengan diangkatnya dr. Ferdinand Lumban Tobing sebagai Residen Tapanuli, disusunlah struktur pemerintahan dalam negeri di Tapanuli khususnya di Tapanuli Utara sebagai berikut:
Nama Afdeling Batak Landen diganti menjadi Luhak Tanah batak dan sebagai luhak pertama diangkat Cornelius Sihombing.
Nama Budrafdeling diganti menjadi Urung dipimpin Kepala Urung, Para Demang memimpin Onderafdeling sebagai Kepala Urung.
Nama Onderdistrik diganti menjadi Urung kecil dan dipimpin Kepala Urung Kecil yang dulu disebut Asisten Demang.
Selanjutnya dalam waktu tidak begitu lama terjadi perubahan, nama Luhak diganti menjadi kabupaten yang dipimpin Bupati, Urung menjadi Wilayah yang dipimpin Demang, serta Urung Kecil menjadi kecamatan yang dipimpin oleh Asisten Demang.
Pada tahun 1946 Kabupaten Tanah Batak terdiri dari 5 (lima) wilayah yaitu Wilayah Silindung, Wilayah Humbang, Wilayah Toba, Wilayah Samosir dan Wilayah Dairi yang masing-masing dipimpin oleh seorang Demang. Kecamatan-kecamatan tetap seperti yang ditinggalkan Jepang. Pada Tahun 1947 terjadi Agresi I oleh Belanda di mana Belanda mulai menduduki daerah Sumatra Timur maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan strategis dan untuk memperkuat pemerintahan dan pertahanan, Kabupaten Tanah Batak dibagi menjadi 4 (empat) kabupaten. Wilayah menjadi kabupaten dan memperbanyak kecamatan. Pada tahun 1948 terjadi Agresi II oleh Belanda, untuk mempermudah hubungan sipil dan Tentara Republik, maka pejabat-pejabat Pemerintahan Sipil dimiliterkan dengan jabatan Bupati Militer, Wedana Militer dan Camat Militer. Untuk mempercepat hubungan dengan rakyat, kewedanaan dihapuskan dan para camat langsung secara administratif ke Bupati.
Setelah Belanda meninggalkan Indonesia pada pengesahan kedaulatan, pada permulaan tahun 1950 di Tapanuli dibentuk Kabupaten baru yaitu Kabupaten Tapanuli Utara (dulu Kabupaten Batak), Kabupaten Tapanuli Selatan (dulu Kabupaten Padang Sidempuan), Kabupaten Tapanuli Tengah (dulu Kabupaten Sibolga) dan Kabupaten Nias. Dengan terbentuknya kabupaten ini, maka kabupaten-kabupaten yang dibentuk pada tahun 1947 dibubarkan. Di samping itu di setiap kabupaten dibentuk badan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang anggotanya dari anggota partai politik setempat. Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Dairi pada waktu itu, maka untuk meningkatkan daya guna pemerintahan, pada tahun 1956 dibentuk Kabupaten Dairi yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.
Pembentukan Kabupaten Toba
Kabupaten Toba dimekarkan dari Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara setelah menjalani waktu yang cukup lama dan melewati berbagai proses, pada akhirnya terwujud menjadi kabupaten baru dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten DATI II Toba dan Kabupaten DATI II Mandailing Natal di Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kabupaten Toba diresmikan pada tanggal 9 Maret1999 bertempat di Kantor GubernurSumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid atas nama PresidenRepublik Indonesia sekaligus melantik Drs. Sahala Tampubolon selaku Penjabat Bupati Toba. Pada saat itu, sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten adalah Drs. Parlindungan Simbolon.
Setelah Kabupaten Toba diresmikan, diangkat Ketua DPRD Sementara adalah M.P. Situmorang, selanjutnya dilakukan pemilihan yang hasilnya adalah Ketua Drh. Unggul Siahaan dan Wakil Ketua M.A. Simanjuntak dan Wakil Ketua Drs. L.P. Sitanggang. Pada tahun 1999, dilaksanakan pemilihan umum di Indonesia, dengan hasil menetapkan 35 anggota DPRD Kabupaten Toba, serta menetapkan pimpinan DPRD Kabupaten Toba masa bakti 1999 – 2004 yaitu: Ketua Ir. Bona Tua Sinaga dan Wakil Ketua masing – masing adalah Sabam Simanjuntak, Drs. Vespasianus Panjaitan dan Letkol W. Nainggolan. Pada tahun 2000 diadakan pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Toba, dengan hasil pemilihan, menetapkan Drs. Sahala Tampubolon sebagai Bupati dan Maripul S. Manurung, SH., sebagai wakil Bupati Toba, masa bakti 2000 – 2005, pelantikan dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2000 di Balige.
Kondisi pemekaran kecamatan berlanjut hingga pada akhir tahun 2002, dimana adanya aspirasi masyarakat yang cukup kuat dalam menyuarakan pemekaran Kecamatan Harian menjadi dua kecamatan yakni Kecamatan Harian dan Kecamatan Sitiotio sebagai kecamatan pemekaran baru. Kuatnya aspirasi pembentukan kecamatan ini disikapi dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Toba karena didukung fakta – fakta permasalahan di masyarakat baik kondisi geografis wilayah dan lain sebagainya, hingga akhirnya Pemerintah Kabupaten Toba menetapkan Keputusan Bupati Toba tentang Pembentukan Kecamatan Sitiotio mendahului Peraturan Daerah, setelah mendapatkan izin prinsip dari DPRD Kabupaten Toba pada tahun 2002. Keputusan Bupati ini dikuatkan dengan penetapan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan Sitiotio di Kabupaten Toba.
Kabupaten Samosir dimekarkan dari Toba
Perkembangan dan pembentukan wilayah tidak sampai disini saja, perubahan – perubahan lain semakin banyak terjadi seperti isu pemekaran kembali Kabupaten Toba menjadi 2 (dua) kabupaten. Isu ini berkembang seiring dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berkembang pada saat itu. Perkembangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik dimasyarakat menginginkan Kabupaten Toba dimekarkan kembali menjadi Kabupaten Toba dan Kabupaten Samosir (meliputi seluruh kecamatan yang ada di Pulau Samosir dan sebagian pinggiran Danau Toba di Daratan Pulau Sumatra) dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Aspirasi yang berkembang di masyarakat ini tidak menunggu waktu yang begitu lama, hingga pada tahun 2003 Kabupaten Toba dimekarkan menjadi Kabupaten Toba dan Kabupaten Samosir yang ditetapkan dengan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara dan diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004.
Sejak peresmian ini, wilayah Kabupaten Toba berkurang karena seluruh wilayah kecamatan yang ada di Pulau Samosir dan sekitarnya sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2003 tersebut masuk menjadi Kabupaten Samosir. Dan sejak tanggal 7 Januari 2004, Kabupaten Toba dari 20 Kecamatan, 281 Desa dan 19 Kelurahan mengalami perubahan baik jumlah kecamatan, desa dan kelurahan, jumlah penduduk, luas wilayah, dan batas – batas wilayah secara signifikan yakni menjadi 11 Kecamatan 179 Desa dan 13 Kelurahan. Sedangkan Kabupaten Samosir terdiri dari 9 Kecamatan, 102 Desa dan 6 Kelurahan.
Pemekaran Kecamatan di Kabupaten Toba
Pemekaran wilayah selanjutnya terjadi pada Kecamatan Silaen dengan melahirkan Kecamatan Sigumpar sesuai Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004. Banyak alasan yang mempengaruhi terjadinya pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten Toba, antara lain: kondisi luas wilayah, jarak ke ibu kota kabupaten, letak geografis, dikaitkan juga dengan kondisi ketertinggalan dan dorongan keinginan serta tuntutan masyarakat itu sendiri. Ada beberapa hal yang memperlihatkan kuatnya keinginan dan aspirasi masyarakat untuk maju, antara lain terlihat pada masyarakat Kecamatan Borbor dimana permintaan pemekaran diikuti dengan penyerahan lahan lokasi perkantoran dan penyediaan sarana gedung kantor kecamatan baru secara swadaya oleh masyarakat. Kondisi ini dinilai pemerintah sebagai bukti kesungguhan masyarakat yang mendambakan wilayahnya dimekarkan menjadi kecamatan baru.
Kondisi Saat Ini
Pada tahun 2004 dilaksanakan Pemilihan Umum Legislatif yang menetapkan 25 anggota DPRD Kabupaten Toba. DPRD kemudian memilih pimpinan masa bakti 2004 – 2009 yaitu: Ketua Tumpal Sitorus, Wakil Ketua masing – masing adalah: Ir. Firman Pasaribu, dan Bachtiar Tampubolon, MBA. Pada tanggal 27 Juni 2005 KPUD Kabupaten Toba menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung sesuai dengan Undang – Undang Nomor: 32 Tahun 2004, namun untuk kelancaran pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan di Kabupaten Toba sebelum terpilihnya Kepala Daerah, melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 131.22-463 Tahun 2005 tanggal 30 Juni 2005 diangkat Drs. Mangasi Lumbanraja sebagai Penjabat Bupati Toba yang pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 07 Juli 2005. Dengan terpilihnya Bupati / Wakil Bupati melalui pemilihan kepala daerah maka pada tanggal 12 Agustus 2005 jabatan kepala daerah diserahkan kepada Bupati terpilih.
Dari hasil pemungutan suara yang diperoleh, KPUD Toba menetapkan pemenang Drs. Monang Sitorus, SH., MBA dan Ir. Mindo Tua Siagian, M.Sc sebagai Bupati dan Wakil Bupati Toba masa bakti 2005 – 2010. Pelantikan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2005 di Gedung DPRD Kabupaten Toba oleh Gubernur Sumatera UtaraT. Rizal Nurdin (Alm). Sebagai Sekretaris Daerah pada waktu itu dijabat Drs. Tonggo Napitupulu, M.Si dan pada akhir tahun 2005 sampai dengan Agustus2009 dijabat oleh Liberty Pasaribu, SH, M.Si. Sejalan dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati Toba periode 2005 – 2010, maka ditetapkan Visi Kabupaten Toba: “Menjadi Kabupaten Terdepan, Makmur, Adil dan Sejahtera di Sumatera Utara Tahun 2010 (TOBAMAS 2010)”.
Pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Toba melaksanakan pemekaran kecamatan. Dari 11 kecamatan, dimekarkan kecamatan baru yakni Kecamatan Tampahan pemekaran dari Kecamatan Balige, Kecamatan Siantar Narumonda pemekaran dari Kecamatan Porsea, dan Kecamatan Nassau pemekaran dari Kecamatan Habinsaran. Pemekaran ketiga kecamatan baru tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Toba Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Narumonda, Kecamatan Nassau, Kecamatan Tampahan.
Pada tahun 2008 juga terjadi pemekaran kecamatan karena tingginya aspirasi masyarakat dalam pemerataan pembangunan. Adapun kecamatan yang dimekarkan adalah Kecamatan Parmaksian pemekaran dari Kecamatan Porsea dan Kecamatan Bonatua Lunasi pemekaran dari Kecamatan Lumban Julu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor: 05 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Parmaksian dan Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba. Pada tahun 2008 juga telah dilakukan pemekaran desa sebanyak dua puluh empat desa.
Kemudian pada tahun 2008 terjadi PAW DPRD untuk mengganti Ketua DPRD Kabupaten Toba pada tanggal 15 Desember 2008, terpilih Mangatas Silaen sebagai Ketua DPRD Kabupaten Toba yang baru sisa masa bakti 2004 – 2009. Pada tahun 2009 telah ditetapkan pembentukan dua puluh delapan desa, sehingga pada saat ini wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Toba terdiri dari enam belas kecamatan, tiga belas kelurahan dan dua ratus tiga puluh satu desa. Pada tanggal 9 April 2009 telah dilaksanakan Pemilu Legislatif dan di Kabupaten Toba menghasilkan 25 Anggota DPRD Kabupaten Toba yang dilantik pada tanggal 15 Desember 2009
dengan menetapkan pimpinan DPRD sementara yakni Sahat Panjaitan sebagai Ketua, Djojor Tambunan dan Rahmat Kurniawan Manullang sebagai Wakil Ketua dan pada tanggal 3 Maret 2010 yang lalu telah ditetapkan menjadi Pimpinan DRPD Kabupaten Toba defenitif untuk Periode Masa Jabatan 2009 – 2014 dengan Keputusan GubernurSumatera Utara Nomor: 188.44/93/KPTS/2010 tentang Peresmian Pengangkatan Pimpinan DPRD Kabupaten Toba Masa Jabatan 2009 – 2014.
Pada tanggal 12 Mei 2010 Kabupaten Toba melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Toba untuk masa jabatan 2010 – 2015. Dalam Pemilukada yang dilaksanakan secara demokratis tersebut pasangan Pandapotan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu, SH., M.Si., berhasil meraih suara terbanyak dan memenangkan Pemilukada tersebut. Selanjutnya pada tanggal 12 Agustus 2010, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131.12.278 Tahun 2010 tentang Pengesahan Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Bupati Toba Provinsi Sumatera Utara dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 132.12.278 Tahun
2010 tentang Pengesahan Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Toba Provinsi Sumatera Utara yaitu pasangan Bupati dan Wakil Bupati Toba Bapak Pandapotan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu, SH., M.Si., dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara Bapak H. Syamsul Arifin, SE melalui Rapat Paripurna Istimewa DPRD yang bertempat di Gedung DPRD Kabupaten Toba – Balige.
Sejalan dengan dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Toba, Bapak Pandapotan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu, SH., M.Si., untuk melaksanakan Visi Pemerintah Kabupaten Toba lima tahun ke depan yaitu: “Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Toba yang memiliki rasa Kasih, Peduli, dan Bermartabat” sebagaimana telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten Toba Tahun 2011 – 2015.