Sayf bin Dhi YazanSaif bin Dhi Yazan al-Himyari (Arab: سَيْف بِن ذِي يَزَن الحِمْيَريّ) adalah seorang raja semi-legendaris dari Kerajaan Himyar yang hidup pada abad ke-6 Masehi. Ia dikenal atas perannya dalam mengusir Kekaisaran Aksum dari wilayah Yaman dengan bantuan dari Kekaisaran Sasaniyah. Dalam sejarah Yaman, ia dihormati sebagai tokoh pembebas yang berjasa memulihkan kemerdekaan wilayah tersebut. Menurut sejarawan Abu Muhammad al-Hasan al-Hamdani, nama asli Saif bin Dhi Yazan adalah Shurahbil bin 'Amr, dengan julukan Saif yang berarti "pedang," diberikan karena keberanian dan aura heroiknya. Versi lain dari Ibn Hisham menyebutkan bahwa nama aslinya adalah Ma'dikarib bin Abi Murrah al-Fayyad, sedangkan Tabari mencatat tambahan versi lain, yaitu Saifan bin Ma'dikarib.[1] Beberapa sejarawan, seperti Safiur Rahman Mubarakpuri, menggabungkan versi ini, menyatakan bahwa nama lengkapnya adalah Ma'dikarib bin Saif Dhi Yazan al-Himyari.[2] Julukan "Dhi Yazan" merujuk pada suku bangsawan Dhu Yazan, yang dikenal sebagai keluarga penguasa elit Kerajaan Himyar. Keluarga ini diperkirakan memeluk agama Yahudi pada akhir abad ke-4 M.[3] BiografiSaif bin Dhi Yazan lahir pada sekitar tahun 516 M di Kota Sana’a, di tengah masa penjajahan Aksum di Yaman.[4] Kerajaan Himyar pada waktu itu diperintah oleh raja boneka Aksum, Ma’dikarib Ya’fur, setelah wilayah tersebut ditaklukkan oleh Kekaisaran Aksum.[5] Ayah Saif diasingkan oleh penguasa Aksum, Abraha, yang kemudian menikahi ibu Saif, Rayhana bint Dhi Jadan, seorang bangsawan Himyar. Dari pernikahan ini, Abraha memiliki putra bernama Masruq bin Abraha, yang menjadi saudara tiri Saif.[6] Saif tumbuh dalam situasi politik yang kacau, menyaksikan dampak persekusi agama oleh raja Yahudi Dhu Nuwas, yang memerintah sebelum kedatangan Aksum, serta dampak dari invasi Aksum itu sendiri.[5][7] Mengusir Kekuasaan AksumKetika Saif dewasa, ia berusaha menyingkirkan saudara tirinya, Masruq bin Abraha, dari takhta Yaman. Permintaan bantuannya kepada Kekaisaran Bizantium ditolak karena hubungan agama antara Masruq dan Bizantium yang sama-sama Kristen.[8][9] Tidak menyerah, Saif meminta bantuan kepada Raja Lakhmid, Al-Nu’man III bin al-Mundhir, yang kemudian memperkenalkannya kepada Kekaisaran Sasaniyah.[2] Saif memohon dukungan kepada Kaisar Khosrow I (Anushirwan) dari Sasaniyah. Kaisar menyetujui permintaan tersebut dengan syarat bahwa Yaman menjadi wilayah bawahan Sasaniyah. Pasukan Persia, yang dipimpin oleh Wahrez, kemudian dikirim ke Yaman bersama Saif. Setelah serangkaian pertempuran, Masruq berhasil dikalahkan dan dibunuh.[2] Menjadi RajaSetelah kemenangan ini, Saif bin Dhi Yazan diangkat sebagai raja Himyar dengan status sebagai penguasa bawahan Sasaniyah. Sebagai tanda penghormatan, ia diwajibkan membayar upeti tahunan kepada Kekaisaran Sasaniyah.[4] Selama masa pemerintahannya, Saif dikatakan menerima delegasi dari Quraisy, termasuk Abdul Muttalib, kakek dari Nabi Muhammad. Dalam pertemuan tersebut, Saif diduga meramalkan masa depan Nabi Muhammad sebagai pembawa ajaran baru yang akan menghancurkan berhala-berhala di Mekah. Namun, sejarawan modern seperti Ignác Goldziher meragukan kebenaran pertemuan ini, menganggapnya sebagai legenda yang dikembangkan kemudian.[10] Peninggalan dan warisanSaif bin Dhi Yazan meninggal antara tahun 575–578 M setelah dibunuh oleh seorang pelayan Abyssinia. Setelah kematiannya, Sasaniyah kembali mengirim pasukan ke Yaman di bawah pimpinan Wahrez, yang kemudian menempatkan Yaman di bawah kendali langsung Persia, memulai periode yang dikenal sebagai Yaman Sasaniyah.[9] Meskipun beberapa sumber menyebut bahwa penguasa berikutnya adalah Ma’dikarib, yang mungkin putra Saif, sejarawan lain seperti Safiur Rahman Mubarakpuri menyatakan bahwa bangsa Yaman kehilangan kedaulatan lokal mereka hingga datangnya Islam.[11] Saif bin Dhi Yazan juga dikenal melalui karya sastra semi-legendaris berjudul Sīrat Sayf bin Dhī-Yazan. Dalam karya ini, Saif digambarkan melakukan berbagai penaklukan fantastis, termasuk melawan makhluk supranatural seperti jin. Namun, narasi ini mencampurkan fakta sejarah dengan unsur fiksi, seperti penggambaran Kekaisaran Aksum sebagai penyembah berhala, padahal mereka adalah penganut Kristen.[12] Saif bin Dhi Yazan dikenang sebagai tokoh yang memimpin pembebasan Yaman dari penjajahan Aksum dan memulihkan martabat bangsa Himyar. Meskipun banyak detail kehidupannya bercampur dengan mitos, perannya dalam sejarah Yaman tetap menjadi sumber inspirasi bagi generasi berikutnya.[13] Daftar pustaka
|