Sanggar Anak Alam (SALAM) adalah sanggar belajar yang didirikan oleh sepasang suami istri Sri Wahyaningsih dan Toto Rahardjo pada 17 Oktober 1988. Pada tahun 2000, SALAM memulai aktivitasnya di Kampung Nitiprayan, Kasihan, Bantul, sebuah kampung yang terletak di perbatasan antara Kodya Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sekolah ini didirikan atas dasar keprihatinan dalam melihat sistem pendidikan di Indonesia.[1]
SALAM memiliki empat pilar pendidikan yaitu pangan, kesehatan, lingkungan hidup, dan sosial budaya. Peserta didik SALAM diajarkan mencintai panganan lokal seperti beras dengan cara memperkenalkan beras dimulai dari Ritual hingga cara menyajikan. Peserta didik diajarkan untuk tidak mengkonsumsi makan minum yang mengandung bahan kimia buatan seperti pengawet. Peserta didik SALAM diajarkan untuk bersikap toleransi terhadap sesamanya. Berdasarkan wawancara penyusun kepada seorang wali murid, selama di SALAM anaknya tidak pernah mengalami perundungan ketika sekolah dan jika diperhatikan tidak ada sekat antara kelas atas dan kelas bawah dalam pergaulan (misal bermain bola). Sedangkan fokus utama di SALAM adalah pembentukan karakter anak, dan bukan pada hal-hal fisik di lingkungan sekitar.[2]
SALAM tidak mempunyai mata pelajaran, aturan, seragam, dan guru. Peserta didik dapat berguru dari siapa saja dan di SALAM dikenal dengan Fasilitator. Tidak seperti sekolah pada umumnya yang memiliki mata pelajaran, di SALAM, peserta didik belajar dengan metode Riset (by research). Riset yang dilakukan sesuai dengan passion masing – masing individu. Passion yang mereka temukan, dipelajari, dipahami dan dikuasai. SALAM tidak memiliki seragam seperti sekolah – sekolah pada umumnya yang harus dikenakan setiap ke sekolah dan peserta didik dibolehkan menggunakan sandal japit. SALAM mengajarkan kebhinekaan hingga ketingkat individual. SALAM memiliki jam masuk, keluar dan istirahat yang bisa saja berbeda antar kelas. Tingkat SMA, SALAM mengajarkan anak – anak membuat sendiri raportnya
Kurikulum atau konsep pendidikan yang diusung SALAM mengacu pada konsep pendidikan merdeka Ki Hadjar Dewantara yang memiliki semboyan tidak diperintah dan tidak terperintah, dan tidak bergantung pada orang lain. Atau dengan kata lain anak boleh belajar tentang apa saja sesuai dengan bakat dan minatnya.[1]
Referensi
- ^ a b Rahardjo, Toto (Agustus 2014). Sekolah Biasa Saja. Kabupaten Sleman: Insist Press. hlm. 252. ISBN 978-602-0857-56-5.
- ^ "Sanggar Anak Alam Sekolah dengan Konsep Membebaskan Anak | radarsukabumi.com". 2018-05-03. Diakses tanggal 2021-09-03.