Samasuru adalah sebuah negeri di Kecamatan Teluk Elpaputih, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, yang statusnya masih belum definitif atau rampung, menyusul masih bersengketanya Kabupaten Maluku Tengah dengan Seram Bagian Barat.
Nama
Samasuru memiliki teun Uru Amalatu. Baik samasuru maupun uru, keduanya sama-sama bermakna "kepala". Ada dua penafsiran atas arti nama Samasuru. Pertama, negeri ini merupakan negeri tua yang memiliki posisi tinggi dalam adat, sehingga disebut negeri kepala. Kedua, kepala yang dimaksud adalah kepala manusia yang dahulu banyak diburu selama aktifnya kegiatan pengayauan dan peperangan antarnegeri di Pulau Seram.
Sejarah
Pada masa kolonial, Samasuru pernah digabungkan bersama beberapa negeri kecil di tepian Teluk Elpaputih seperti Paulohy, Many, dan Poklawoni ke dalam satu negeri, yaitu Negeri Elpaputih. Penyatuan ini merugikan masyarakat adat Samasuru yang kehilangan otonomi atas wilayah dan ulayat atau pertuanan mereka. Secara resmi Pemerintah Maluku Tengah merestorasi status Samasuru sebagai sebuah negeri adat pada tahun 2012 menyusul dikeluarkannya Peraturan Daerah Maluku Tengah Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penetapan Kembali Negeri Samasuru sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Wilayah Kabupaten Maluku Tengah.
Perda tersebut menjadi payung hukum yang menyokong eksistensi Samasuru sebagai sebuah negeri adat. Namun, penetapan itu bertentangan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2010 yang menetapkan bahwa batas antara Maluku Tengah sebagai kabupaten induk dengan Seram Bagian Barat sebagai kabupaten pemekaran adalah di Sungai Mala, bukannya Sungai Tala. Oleh karenanya, sepenuhnya atau sebagian dari wilayah Samasuru menurut Permendagri merupakan wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat.
Kondisi wilayah
Negeri ini terletak di Pulau Seram bagian selatan, dan merupakan negeri pesisir yang terletak di tepian Teluk Elpaputih. Wilayah pertuanannya terbilang luas, meliputi hutan, perbukitan, rawa, dan muara sungai, dengan luas 15.000 hektare. Sebagian wilayah ini pada tahun 1970an diserahkan kepada masyarakat Iha di Pulau Saparua yang merupakan saudara pela bagi Samasuru. Iha sendiri memiliki luas yang sangat kecil dan tidak memiliki pertuanan negeri. Namun, tanah tersebut hingga hari ini belum pernah digarap oleh masyarakat Iha dikarenakan satu dan lain hal.
Batas-batas
Samasuru menurut Perda Nomor 10 Tahun 2012 memiliki batas-batas sebagai berikut.
- Sebelah utara berbatasan dengan Negeri Ahiolo Abio.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Negeri Wasia.
- Sebelah timur berbatasan dengan Negeri Sahulau.
- Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Elpaputih (bagian dari Laut Banda).
Demografi
Samasuru tergolong sebagai negeri Sarane. Penduduk Samasuru semuanya beragama Kristen Protestan yang dilayani utamanya oleh Gereja Protestan Maluku. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa penduduk Samasuru berjumlah 917 jiwa, yang terbagi mejadi 238 kepala keluarga.
Hubungan sosial
Samasuru termasuk ke dalam persekutuan masyarakat adat di wilayah Batang Air Tala dan berkedudukan sebagai salah satu inama atau kepala adat, dengan teun Inama Tahisane Pesihalule.
Pela
Hubungan pela diikat dengan Negeri Iha yang berlatar belakang bantuan Samasuru terhadap Iha yang kala itu sering diserang oleh orang-orang dari pegunungan. Keduanya terikat pela keras jenis batu karang. Perbedaan agama antara keduanya tak menyurutkan rasa persaudaraan di antara anak negeri Samasuru dengan anak negeri Iha. Hingga tahun 1998, masyarakat Samasuru yang berkunjung ke Pulau Saparua masih singgah dan bermalam di Iha. Sejak pecah konflik horizontal bernuansa SARA pada 1999, masyarakat Samasuru sudah jarang mengunjungi dan bermalam di Iha, diduga karena mempertimbangkan negeri-negeri Kristen di sekitar Iha. Walaupun demikian, komunikasi antarkedua negeri pela tetap terjadi dan kedua negeri terus mengakui hubungan pela antara keduanya.
Bartels dalam daftar yang disusunnya menyebutkan bahwa selain dengan Iha, Samasuru juga ber-pela dengan Tiouw; Ahiolo Abio dan Sanahu, Ameth, dan Tihulale. Ada juga yang menyebutkan bahwa Waai di Pulau Ambon merupakan pela bagi Samasuru yang berlatar belakang bantuan saat terjadi kecelakaan di laut. Namun, hubungan pela ini sudah dilupakan baik di Waai maupun Samasuru.
Gandong
Samasuru merupakan gandong kaka bagi Negeri Kulur di Saparua. Nenek moyang Samasuru berpisah dengan nenek moyang Kulur yang memutuskan untuk pindah ke Pulau Saparua. Walaupun berbeda agama, hubungan keduanya tetap erat. Sama seperti Samasuru, di kemudian hari Kulur mengikat hubungan pela dengan Negeri Iha sebagai pela tampa siri.
Referensi
Daftar pustaka
- Pieris, John (2004). Tragedi Maluku: Sebuah Krisis Peradaban, Analisis Kritis Aspek: Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Keamanan, Edisi I. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 203.