Resolusi tahun baru adalah tradisi sekuler yang umumnya berlaku di Dunia Barat, tetapi juga bisa ditemukan di seluruh dunia. Menurut tradisi ini, seseorang akan berjanji untuk melakukan tindakan perbaikan diri yang akan dimulai pada Hari Tahun Baru.[1] Tradisi ini disebut juga ketetapan tahun baru, tekad tahun baru, azam tahun baru, rencana tahun baru, kegigihan tahun baru, janji tahun baru, komitmen tahun baru, keinginan tahun baru, harapan tahun baru, cita-cita tahun baru, atau niat tahun baru.
Asal
Penduduk Babilonia kuno berjanji kepada para dewa yang mereka sembah setiap awal tahun bahwa mereka akan mengembalikan semua benda-benda yang telah mereka pinjam dan membayar utang mereka.[2] Bangsa Romawi memulai awal tahun dengan berjanji kepada dewa Janus, yang namanya diabadikan menjadi nama bulan Januari.[3] Pada Abad Pertengahan, para kesatria mengucapkan "sumpah merak" pada akhir musim Natal setiap tahunnya untuk menegaskan kembali komitmen mereka sebagai kesatria.[2]
Pandangan agama
Ada persamaan mengenai tradisi ini dalam pandangan agama. Saat Tahun Baru Yudaisme yang dikenal dengan Rosh Hashanah, umat Yahudi merenungkan kesalahan yang telah mereka lakukan sepanjang tahun dan meminta pengampunan. Umat Katolik juga melakukan hal serupa pada masa puasa Pra-Paskah, meskipun motifnya lebih ke pengorbanan daripada tanggung jawab. Tradisi resolusi Tahun Baru ini sendiri sebenarnya berawal dari praktik puasa pra-Paskah yang dilakukan oleh umat Katolik.[4]
Partisipasi
Di Amerika Serikat, pada akhir Depresi Besar, sekitar seperempat orang dewasa Amerika memiliki resolusi Tahun Baru, sedangkan pada awal abad ke-21, sekitar 40% warga Amerika melakukannya.[butuh rujukan]
Resolusi populer
Beberapa tujuan populer termasuk menyumbang lebih sering kepada fakir miskin, menjadi lebih tegas, atau menjadi lebih peduli lingkungan.
Berikut adalah beberapa resolusi Tahun Baru yang paling populer:[5][6]
Meningkatkan kesejahteraan fisik: makan makanan yang sehat, menurunkan berat badan, berolahraga teratur, makan yang lebih bernutrisi, mengurangi minum alkohol, berhenti merokok, berhenti menggigit kuku, dan menyingkirkan kebiasaan buruk yang lama
Meningkatkan kesejahteraan mental: berpikir positif, lebih sering tertawa, menikmati hidup
Meningkatkan kesejahteraan keuangan: bebas dari utang, menghemat uang, berinvestasi kecil-kecilan
Meningkatkan karier: lebih baik dalam pekerjaan saat ini, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, membangun bisnis sendiri
Meningkatkan pendidikan: meningkatkan nilai, mendapatkan pendidikan yang lebih baik, belajar sesuatu yang baru (seperti bahasa asing atau musik), belajar lebih sering, membaca lebih banyak buku, mengembangkan bakat, lulus atau wisuda
Meningkatkan kemampuan diri: menjadi lebih terorganisir, mengurangi stres, mengurangi sifat pemarah, bisa mengatur waktu, menjadi lebih mandiri, mengurangi menonton televisi, mengurangi bermain internet
Pergi berlibur
Menjadi sukarelawan untuk membantu orang lain, mempraktikkan keterampilan hidup, beramal, bekerja paruh waktu di sebuah organisasi amal (LSM, NGO)
Bergaul lebih baik dengan orang-orang sekitar, meningkatkan keterampilan sosial, meningkatkan kecerdasan sosial
Memiliki teman-teman baru
Meluangkan waktu yang berkualitas dengan anggota keluarga
Bertunangan/menikah, memiliki momongan
Mencicipi makanan asing, menemukan budaya baru
Beribadah lebih sering, lebih dekat dengan Tuhan, menjadi lebih taat pada agama
Tingkat kesuksesan
Sebuah studi pada tahun 2007 yang dilakukan oleh Richard Wiseman dari Universitas Bristol dengan melibatkan 3.000 responden menunjukkan bahwa 88% dari mereka yang memiliki resolusi Tahun Baru gagal mewujudkannya,[7] meskipun 52% dari responden yakin pada awalnya bahwa mereka akan berhasil mewujudkannya. Sekitar 22% pria berhasil mewujudkan resolusi mereka saat mereka menenetapkan target (misalnya bertekad menurunkan berat badan satu pon dalam seminggu, bukannya hanya "menurunkan berat badan" saja), sedangkan 10% wanita berhasil mewujudkan resolusi mereka jika mendapat dukungan dari orang-orang terdekat.[8]
Frank Ra (penulis buku resolusi Tahun Baru "A Course in Happiness") menyatakan bahwa:[9]
Resolusi akan lebih berkelanjutan bila kita berbagi, baik dalam hal dengan siapa Anda berbagi manfaat dari resolusi Anda, dan dengan siapa Anda berbagi jalan untuk menjaga resolusi Anda. Dukungan rekan pun membuat perbedaan dalam tingkat keberhasilan resolusi tahun baru.[10]
^James Ewing Ritchie (1870). The Religious Life of London. Tinsley Brothers. Diakses tanggal 28 December 2011. At A WATCH-NIGHT SERVICE: Methodism has one special institution. Its lovefeasts are old-old as Apostolic times. Its class meetings are the confessional in its simplest and most unobjectionable type, but in the institution of the watch-night it boldly struck out a new path for itself. In publicly setting apart the last fleeting moments of the old year and the first of the new to penitence, and special prayer, and stirring appeal, and fresh resolve, it has set an example which other sects are preparing to follow.