Rebo Soto adalah sebuah komunitas sosial di mana para anggotanya berkumpul dengan sukarela tanpa syarat tertentu. Mereka biasanya bertemu setiap hari Rabu dari pukul 07.30 hingga 09.00 selama tiga kali pertemuan berturut-turut, dan setiap anggota yang hadir langsung mendapatkan kaos sebagai bentuk apresiasi.[1]
Konsep ini muncul dari Todon Wahyu Anggono. Dirinya memulai diskusi dengan Pak Arif Dagadu, mengusulkan ide untuk menjadikan Rebo Soto sebagai kegiatan serupa dengan Rebo Soto yang digagas oleh Pak Arif Dagadu. Setelah mendapat izin, mereka membentuk paguyuban untuk para penggemar soto.[1]
Anggota komunitas ini berasal dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa, karyawan, dan pengusaha. Diskusi yang dilakukan tidak perlu serius, yang terpenting adalah berkumpul dan bersalaman.
Komunitas ini memberikan atmosfer yang santai. Sebagai hal unik, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi pemilik warung soto. Mereka memberikan stiker yang ditempel di warung sebagai tanda bahwa sotonya enak dan direkomendasikan.
Pemilik warung soto di Jogja umumnya tidak banyak melakukan promosi khusus, dan melalui kegiatan ini, mereka berusaha membantu dengan mengunggah hasil kegiatan di media sosial sebagai rekomendasi bagi teman-teman di luar Jogja.[1]
Suasana nyaman di kota ini membuat teman-teman dari luar kota, terutama Jakarta, merindukan momen seperti ini. Seorang penggemar mobil klasik VW menyatakan bahwa teman-teman dari Jakarta kadang iri dengan kegiatan yang penuh kebersamaan seperti ini. Mereka berharap dapat merangkul momen tersebut untuk bertemu teman lama dan baru.
Dengan kegiatan ini, harapannya adalah waktu yang dihabiskan bersama teman-teman memiliki nilai penting. Jika ada kesempatan untuk berkumpul di warung kecil meskipun jaraknya jauh, hal tersebut dianggap sebagai upaya mendukung usaha sektor Usaha Kecil Menengah (UKM). Para anggota komunitas menyadari bahwa UKM sering kali tidak mendapatkan fasilitas dari pemerintah, sehingga mereka merasa perlu untuk memberikan dukungan.[1]