Hal utama yang melatarbelakangi pendirian PDIKM salah satunya adalah adanya asumsi bahwa masyarakat Minangkabau tidak memiliki bukti-bukti sejarah tertulis yang baik, karena orang Minang terbiasa dengan budaya tutur yang diturunkan turun temurun; pada kenyataannya memang dokumentasi tentang Minangkabau lebih banyak ditemui di luar Minangkabau, misalnya di Museum Nasional Indonesia, Jakarta atau Museum Leiden, Belanda. Berangkat dari kesadaran untuk melestarikan dan mendekatkan dokumen tentang kebudayaan Minangkabau dengan orang Minangkabau itu sendiri, Bustanil Arifin, Mantan Menteri Koperasi Republik Indonesia pada masa Orde Baru, berinisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga non-profit berupa wadah untuk menghimpun berbagai dokumen dan informasi tentang kebudayaan Minangkabau.[4]Abdul Hamid, yang hampir sepanjang hidupnya pengabdi pendidikan di Sumatera Barat, dimintakan perhatiannya untuk menjajaki didirikannya lembaga ini, dan kemudian pada 8 Januari 1988 didirikanlah Yayasan Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (YDIKM).[4]
Untuk pencapaian tujuannya, YDIKM mendirikan sebuah wadah yang diberi nama Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM). PDIKM sendiri bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kebudayaan Minangkabau dan mengumpulkan berbagai macam literatur dan dokumentasi audio dan visual; seperti merekam berbagai peristiwa adat dalam bentuk film dan video, merekam lagu-lagu tradisional, hingga membuat duplikat alat-alat musik tradisional. Pada tanggal 8 Agustus 1988 dilakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan PDIKM di Padang Sarai, Kelurahan Silaing Bawah.[4] Bangunan PDIKM didirikan di atas tanah seluas 2 Ha dengan arsitektur mengikuti bentuk Rumah Gadang, dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 19 Desember 1990.[4] Sejak itu telah terkumpul 3.000 lebih dokumen lama tentang Minangkabau baik dalam bentuk reproduksi buku, naskah, kliping koran, foto maupun mikrofilm; kebanyakan terbitan sebelum tahun 1945, sebagian di antaranya masih berbahasa Belanda dan Arab Melayu.
Pengembangan
Untuk memperdalam akses pengunjung terhadap isi dokumen yang dimiliki PDIKM telah dilakukan upaya penterjemahan atas naskah-naskah lama yang sebagian berbahasa Belanda dan Arab Melayu. Sebagai upaya komunikasi dan ajang pengayaan informasi diterbitkan Buletin Triwulan Simandarang dengan oplah 1.000 eksemplar yang didistribusikan pada perguruan tinggi, peneliti, dan intelektual dalam dan luar negeri.
Seiring perjalanan waktu, atas kesepakatan Yayasan Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau dengan Pemerintah Kota Padang Panjang maka pengelolaan PDIKM dialihkan dari YDIKM kepada Pemerintah Kota Padang Panjang dalam hal ini Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata. Hal ini untuk menjamin pengelolaan yang lebih baik, baik dalam hal materi, manajemen, maupun sumber daya manusia pengelolanya. Dokumen perubahan status pengelolaan ini ditandatangani pada bulan Oktober 2006 antara Wali Kota Padang Panjang dan Anas Nafis mewakili Yayasan DIKM. Dengan adanya PDIKM diharapkan dapat merangsang minat masyarakat umum untuk mempelajari dan menggali lagi sejarah dan nilai-nilai masyarakat Minangkabau yang masih relevan untuk diimplementasikan.
Koleksi
1.900 jilid salinan buku dan majalah terbitan sebelum tahun 1942.
Sekitar 1.500 judul buku terbitan setelah tahun 1950 sumbangan masyarakat dan setumpuk besar kliping berbagai koran dan majalah.
90 album foto.
500 foto dalam bingkai besar dan kecil.
142 reel mikrofilm positif, isinya berupa naskah-naskah lama, koran-koran yang terbit sebelum Perang Dunia II, dan sebagainya; untuk membaca mikrofilm tersebut PDIKM sudah memiliki alat baca mikrofilm 35 mm positif atau negatif lengkap dengan alat penunjang lainnya.
Sekitar 600 kaset yang isinya mulai dari nyanyian cerita klasik Minangkabau seperti saluang, rebab, dan sebagainya sampai kepada lagu pop Minang.
Sekumpulan replika alat musik tradisional Minangkabau.