Walaupun pertanian merupakan sektor ekonomi yang terbesar kedua di Libya, negara ini banyak menggantungkan kebutuhan pangannya pada impor. Kondisi iklim dan tanah yang sangat tidak subur membatasi hasil pertanian yang bisa diproduksi. Hanya 25% kebutuhan pangan yang dapat dicukupi oleh produksi dalam negeri. Namun, peningkatan dalam pendapatan masyarakat dan jumlah populasi kian menaikkan tingkat kebutuhan pangan. Karena curah hujan yang rendah, proyek pertanian seperti Oasis Kufra bergantung kepada sumber-sumber air dalam tanah. Sumber air utama bagi pertanian Libya adalah Sungai Buatan Raya (GMMR), namun telah ada perkembangan investasi terhadap penelitian untuk proyek desalinisasi demi mencukupi permintaan yang terus meningkat. Proyek dan kebijakan pertanian di Libya diawasi oleh seorang Inspektur Jenderal; tidak ada Kementerian Pertanian di negara ini.[1]
Sejarah perkembangan pertanian
Menurut sejarahnya, pertanian di Libya berbanding terbalik dengan perkembangan industri minyak buminya. Pada tahun 1958, sektor pertanian merupakan 26% dari produk domestik bruto (PDB) negara. Walaupun produksi pertanian bruto secara relatif terus-menerus tetap, meningkatnya pemasukan dari sektor minyak bumi menyebabkan menurunnya persentase pertanian dalam pendapatan nasional. Pertanian merupakan 9% dari PDB pada tahun 1962, 2% tahun 1978, 3,5% tahun 1984, serta 5,6% tahun 1997. Pada tahun 1977, perhitungan bahan pangan impor bernilai 37 kali lipat lebih tinggi daripada tahun 1958. Namun, dana yang dihasilkan dari sektor minyak bumi sebagian besar digunakan untuk impor bahan pangan tersebut. Dana dari hasil industri minyak bumi memungkinkan adanya lapangan pekerjaan di kota, menyebabkan peningkatan pada migrasi dari pedesaan. Pada tahun 1961-1963, pemerintah meminjam dana untuk membeli lahan dari pemukim Italia, mendorong masyarakat perkotaan untuk membeli lahan untuk rekreasi ketimbang pertanian.
Pertanian sejak 1962
Sejak tahun 1962, pertanian menerima perhatian yang lebih. Pemerintah mulai menyediakan dana stimulus bagi para tuan tanah yang telah meniggalkan tanahnya untuk mendukung penggunaan lahan yang produktif serta menginisiasi kebijakan upah pertanian. Pertanian merupakan fokus utama dalam perencanaan pembangunan tahun 1981-1985, memprioritaskan alokasi dana untuk proyek GMMR yang didesain untuk mengalirkan air dair akuifer di Sarir dan Kufra. Pada tahun 1981, Bank Pertanian Libya menyediakan kredit pertanian yang totalnya berjumlah 10.000 pinjaman dengan rata-rata masing-masing sekitar 1.500 Dinar. Hal ini dapat menjelaskan mengapa banyak masyarakat Libya (hampir 20% dari angkatan kerja tahun 1984) berada pada sektor pertanian. Pada tahun 1997, hanya sekitar 17% angkatan kerja yang berada pada sektor pertanian.
Pada tahun 1984, Libya mengimpor lebih dari 2 juta tonbiji-bijian dan padi-padian (meningkat dari 612.000 ton pada tahun 1974). Juga pada tahun 1984, nilai produksi pangan rata-rata per kapita menunjukkan penurunan 6% dari tahun 1974 hingga 1976. Selama era 1980-an, sekitar 70% kebutuhan pangan Libya merupakan impor. Pada tahun 1998, produksi biji-bijian dan padi-padian adalah sebesar 207.000 ton yang hanya memenuhi 15% dari kebutuhan nasional.[2]