Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Chili merupakan suatu perjanjian bilateral perdagangan bebas antara Indonesia dan Chili. Perjanjian ini ditandatangani pada bulan Desember 2017 dan mulai berlaku sejak bulan Agustus 2019.
Isi perjanjian
Perjanjian ini menyatakan bahwa kedua negara akan secara bertahap menghapuskan bea masuk sejumlah produk satu sama lain - Indonesia akan menghapuskan bea masuk untuk 9.308 jenis produk Chili (seperti tembaga, minyak zaitun dan produk susu) dan Chili akan menghapuskan bea masuk untuk 7.669 jenis produk Indonesia (seperti kelapa sawit, alas kaki dan produk otomotif).[1] Dari 7,669 produk Indonesia dalam perjanjian, 6.904 jenis langsung dihapuskan bea masuknya sejak perjanjian mulai berlaku, sementara sisanya akan perlahan dihapuskan dalam jangka waktu 6 tahun.[2]
Proses perundingan
Kedua negara telah sepakat untuk membentuk suatu grup penelitian bersama (joint study group) untuk menilai potensi perjanjian dagang sejak bulan November 2008 dan pada bulan November 2009 hasil penelitian telah diterbitkan.[3] Meskipun begitu, putaran pertama perundingan baru dimulai lima tahun kemudian, takni bulan Mei 2014 di Santiago.[4] Putaran kedua perundingan baru dilangsungkan setelah tiga tahun lagi berlalu, yakni di Jakarta selama bulan Maret 2017.[5] Sepanjang sisa tahun 2017, tiga putaran perundingan kembali dilangsungkan dan berpuncak pada penandatanganan perjanjian kemitraan tersebut pada tanggal 14 Desember 2017 di Santiago, antara Mendag Indonesia Enggartiasto Lukita dan Menlu Chili Heraldo Muñoz [en].[6]
Badan legislatif kedua negara kemudian meratifikasi perjanjian tersebut, yakni Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tanggal 6 Juni 2018 dan senat Chili tanggal 5 November 2018.[7][8] Isi perjanjian tersebut mulai berlaku pada tanggal 10 Agustus 2019.[9] Chili merupakan negara pertama di Amerika Latin yang memiliki perjanjian perdagangan bilateral dengan Indonesia.[10]
Di luar kesepakatan dalam hal perdagangan barang, perundingan antara kedua negara yang mencakup masalah perdagangan jasa ditargetkan mulai pada kuartal terakhir 2020.[11]
Lihat pula
Referensi
Pranala luar