Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) adalah perguruan tinggi di Indonesia dan merupakan bagian dari Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri yang pengelolaannya berada di bawah Kementerian Agama. Secara teknis akademik, pembinaan perguruan tinggi keagamaan Islam negeri dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), sedangkan secara fungsional dilakukan oleh Kementerian Agama. Saat ini Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri terdiri atas 3 jenis:

Prakemerdekaan

Pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam sudah dirintis sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, di mana Dr. Satiman Wirjosandjoyo pernah mengemukakan pentingnya keberadaan lembaga pendidikan tinggi Islam untuk mengangkat harga diri kaum muslim di Hindia Belanda yang terjajah itu.

Masa revolusi kemerdekaan

Gagasan tersebut akhirnya terwujud pada tanggal 8 Juli 1945, ketika Sekolah Tinggi Islam (STI) berdiri di Jakarta di bawah pimpinan Prof. Abdul Kahar Muzakkir, sebagai realisasi kerja yayasan Badan Pengurus Sekolah Tinggi Islam yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua dan M. Natsir sebagai sekretaris. Ketika masa revolusi kemerdekaan, STI ikut Pemerintah Pusat Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta dan pada tanggal 10 April 1946 dapat dibuka kembali di kota itu.

Dalam sidang Panitia Perbaikan STI yang dibentuk pada bulan November 1947 memutuskan pendirian universitas Islam Indonesia (UII) pada 10 Maret 1948 dengan empat fakultas: Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Tanggal 20 Februari 1951, Perguruan Tinggi Islam Indonesia (PTII) yang berdiri di Surakarta pada 22 Januari 1950 bergabung dengan UII yang berkedudukan di Yogyakarta.

Pasca revolusi kemerdekaan

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia secara internasional, Pemerintah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), yang diambil dari Fakultas Agama UII (Yogyakarta) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950. Penetapan PTAIN sebagai perguruan tinggi negeri diresmikan pada tanggal 26 September 1951 dengan jurusan Da'wah (kelak Ushuluddin), Qodlo (kelak menjadi Syari'ah) dan Pendidikan (Tarbiyah).

Sementara di Jakarta, berdiri Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) pada 14 Agustus 1957 berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1957.

Institut Agama Islam Negeri

Diawali dari penegerian Fakultas Agama Universitas Islam Indonesia (UII) menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 1950 Tanggal 14 Agustus 1950 dan Peresmian PTAIN pada tanggal 26 September 1951. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 1950 dan ADIA (didirikan berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1957).

Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), maka PTAIN Yogyakarta dan ADIA Jakarta menjadi IAIN "Al-Jami'ah al-Islamiah al-Hukumiyah" dengan pusat di Yogyakarta. IAIN ini diresmikan tanggal 24 Agustus 1960 di Yogyakarta oleh Menteri Agama K. H. Wahib Wahab. Sejak tanggal 1 Juli 1965 nama "IAIN Al-Jami'ah" di Yogyakarta diganti menjadi "IAIN Sunan Kalijaga", nama salah seorang tokoh terkenal penyebar agama Islam di Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdirilah cabang-cabang IAIN yang terpisah dari pusat; Hal ini didukung oleh Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 1963. Hingga akhir abad ke-20, telah ada 14 IAIN, di mana pendirian IAIN terakhir di Sumatera Utara pada tahun 1973 oleh Menteri Agama waktu itu, Prof. Dr. H. A. Mukti Ali.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Seperti telah diketahui, dalam perkembangannya telah berdiri cabang-cabang IAIN untuk memberikan pelayanan pendidikan tinggi yang lebih luas terhadap masyarakat.

Untuk mengatasi masalah manajerial IAIN, dilakukan rasionalisasi organisasi. Pada tahun 1997 sebanyak 40 fakultas cabang IAIN dilepas menjadi 36 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang berdiri sendiri, di luar 14 IAIN yang ada, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1997.

Universitas Islam Negeri

Dengan berkembangnya fakultas dan jurusan pada IAIN di luar studi keislaman, status "institut" pun harus berubah menjadi "universitas", sehingga menjadi universitas Islam negeri. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan IAIN pertama yang berubah menjadi UIN, yakni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian disusul oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Syarif Qasim Riau, UIN Alauddin Makasar, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,[1] UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Arraniry Banda Aceh, UIN Walisongo Semarang, UIN Raden Fatah Palembang, UIN Medan Sumatera Utara, UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, UIN K.H. Achmad Siddiq Jember, UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, UIN Raden Mas Said Surakarta, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, UIN Mataram, UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, dan yang termuda adalah UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon yang sebelumnya berbentuk IAIN berubah menjadi UIN pada Mei 2024.

Lihat pula

Pranala luar

  1. ^ "Profile | Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung". uinsgd.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 April 2021. Diakses tanggal 30 April 2021.