Perdagangan manusia di Indonesia dilarang oleh Pemerintah Indonesia melalui kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Namun, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan dan negara asal dari para korban perdagangan manusia.
Jumlah kasus
Jumlah kasus perdagangan manusia telah dihimpun bersama oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia. Data ini kemudian disusun menjadi laporan. Dalam laporan ini, jumlah kasus perdagangan manusia di Indonesia dari tahun 2016 sebanyak 478 kasus. Pada tahun 2017, jumlah kasus berkurang menjadi 340 dan pada 2018 berkurang lagi menjadi 164. Namun pada 2019, kasus perdagangan manusia di Indonesia bertambah menjadi 259 dan pada 2020 bertambah menjadi 383.[2]
Kasus perdagangan anak
Kasus perdagangan anak di Indonesia dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mulai dari 2016 hingga Januari-April 2021. Pada tahun 2016 ada 340 kasus yang diterima oleh KPAI. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2017 menjadi 347 kasus. Pada tahun 2018, jumlah kasus perdagangan anak berkurang menjadi 329 kasus. Kemudian pada tahun 2019 berkurang menjadi 244 kasus. Lalu pada tahun 2020 berkurang lagi menjadi 149 kasus. Namun pada tahun 2021, jumlah kasus perdagangan anak meningkat menjadi 234 kasus.[4]
Kasus perdagangan pekerja migran asal Indonesia
Jumlah aduan kasus perdagangan manusia terhadap pekerja migran Indonesia ke Organisasi Internasional untuk Migrasi(IOM) selama periode 2016-2018 di 4 negara yang paling banyak menerima para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Jumlah tersebut masih didominasi oleh Malaysia, yaitu sebanyak 1535 pada tahun 2016, 1704 pada 2017, dan meningkat pesat pada 2018 menjadi 3133 kasus. Sementara itu pengaduan dari Taiwan pada 2016 sebanyak 442, sempat naik pada 2017 di angka 622, tetapi kemudian turun lagi di tahun 2018 menjadi 272. Kemudian Arab Saudi sempat tinggi pada 2016 yaitu mencapai 1145 aduan, namun menurun drastis menjadi 874 di tahun 2017 dan penurunan aduan dilanjut lagi menjadi 441 di tahun 2018. Terakhir adalah Uni Emirat Arab (UEA) yang angkanya dapat dikatakan paling rendah diantara tiga negara lainnya, yaitu 314 aduan pada 2016, terus menurun pada 2017 di angka 199 dan kemudian pada 2018 hanya 28 aduan.[5]
Rujukan