Pendidikan khusus
Pendidikan khusus adalah penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan khusus diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran akibat keterbatasan fisik, emosional, mental, atau sosial, serta anak dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003[1], pendidikan khusus diselenggarakan di jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik melalui satuan pendidikan khusus maupun pendidikan inklusif. PP No. 17 Tahun 2010[2] menyebutkan kategori ABK, termasuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, autis, dan lainnya. Pendidikan khusus dapat berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) yang disesuaikan dengan jenis ketunaan, seperti SLB bagian A untuk tunanetra dan SLB bagian B untuk tunarungu. Sekolah ini diharapkan dikelola secara terfokus sesuai kebutuhan masing-masing anak, namun sebagian besar masih menerapkan sistem integrasi antarjenjang untuk efisiensi. Cepi A. Rohman, aktivis pendidikan khusus, mendorong kesetaraan bagi ABK dan mengembangkan buku panduan operasional pendidikan khusus di Indonesia. Pemerintah diharapkan mendirikan SDLB, SMPLB, dan SMALB negeri yang setara dengan sekolah negeri bagi anak lainnya, seperti yang sudah dilakukan di Kabupaten Cilacap. Satuan pendidikan penyelenggara
Lihat pula
Referensi |