Pemindahan ibu kota Indonesia ke Nusantara
Upaya pemindahan ibu kota Indonesia ke Nusantara dimulai pada tahun 2019 pada masa kepresidenan Joko Widodo. Melalui rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa.[1] Lokasi ibu kota baru diumumkan pada 26 Agustus 2019, yang mencakup sebagian wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur. Pemindahan ibu kota ke Nusantara tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020–2024.[2] Pemilihan Nusantara sebagai nama ibu kota diumumkan oleh Menteri Bappenas Suharso Monoarfa pada 17 Januari 2022 dalam Rapat Panitia Khusus DPR bersama Pemerintah dan DPD. Pada 18 Januari 2022, Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU-IKN) disahkan oleh DPR.[3] Latar belakangUsulan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi lainnya telah didiskusikan sejak masa kepresidenan Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Beberapa calon ibu kota yang pernah muncul di antaranya Palangka Raya oleh Presiden Soekarno dan Jonggol oleh Presiden Soeharto. Pada tahun 2010, Presiden SBY mendukung gagasan untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan overpopulasi Jakarta.[4][5] Pada wawancara dengan Najwa Shihab di tahun 2013, Joko Widodo yang saat itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta mengatakan bahwa "pemindahan ibu kota jangan diwacanakan terus. Kalau memang harus dipindah diputuskan saja, sehingga kita merencakan Jakarta juga dengan perhitungan yang jelas."[6] Pada bulan April 2017, Presiden Joko Widodo memerintahkan Bappenas untuk menyusun kajian pemindahan ibu kota negara.[7] Dua tahun kemudian, saat rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Presiden Joko Widodo menyampaikan keputusan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa.[1] Alasan pemilihan lokasiHasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas mengemukakan beberapa alasan wilayah di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara dijadikan lokasi ibu kota baru adalah kecilnya risiko bencana alam di wilayah itu, lokasi yang "ada di tengah-tengah Indonesia", lokasi di dekat kota Balikpapan dan Samarinda yang sudah berkembang, "infrastruktur yang relatif lengkap", dan adanya 180 hektare tanah yang telah dikuasai pemerintah.[8] Selain itu, Kalimantan Timur juga memiliki penduduk yang sangat heterogen dari berbagai suku dan memiliki risiko yang kecil terhadap munculnya konflik sosial.[9] Rencana pemerintahDalam pengumuman 26 Agustus 2019, Joko Widodo menyebutkan pemerintah akan segera merancang undang-undang untuk pemindahan ibu kota untuk disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. Pembangunan akan dimulai pada 2020, dan pemindahan akan dilakukan bertahap dimulai dari 2024. Kemudian, pemimpin ibu kota baru tidak dipimpin seorang gubernur, melainkan Kepala Badan Otorita Ibukota Indonesia yang mirip jabatannya setingkat menteri, dan Badan Otorita pun akan dibantu oleh manager–kepegawaian mengawasi pemerintahan ibu kota baru nantinya.[8] Sayembara desainPemerintah, melalui Kementerian PUPR, menyelenggarakan sayembara gagasan desain kawasan Ibu Kota Negara (IKN) tingkat nasional dari bulan Oktober hingga Desember 2019 yang berhadiah total 5 miliar rupiah.[10] Dewan juri yang terdiri dari 13 orang disiapkan untuk memilih pemenang sayembara tersebut, dengan Imam Santoso Ernawi selaku Ketua Satgas Perencanaan Pembangunan Infrastruktur IKN sebagai kepala dewan juri. Sayembara tersebut menetapkan tiga kriteria umum yang harus dipenuhi usulan desain ibu kota baru, yaitu desain harus mencerminkan identitas bangsa; desain harus menjamin keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi; serta mencerminkan kota yang cerdas, modern, dan berstandar internasional. Saat pendaftaran ditutup, terdapat total 762 usulan tajuk dari para peserta sayembara, 12 usulan diantaranya berasal dari peserta luar negeri.[11] Pemenang sayembara desain ibu kota negara yang diumumkan pada 23 Desember 2019 menyatakan desain bertajuk Nagara Rimba Nusa sebagai pemenang utama sayembara tersebut. Desain lainnya yang bertajuk "The Infinite City" dinyatakan sebagai juara kedua, dan "Seribu Galur" sebagai juara ketiga. Selain itu, desain bertajuk "Zamrud Khatulistiwa" dan "Banua Rakyat Nusantara" juga menjadi pemenang harapan pertama dan kedua.[12] PembangunanPada Mei 2020, Bappenas menyatakan bahwa kegiatan pemindahan ibukota negara akan tetap dilanjutkan, walaupun sebagian anggaran harus dialihkan untuk penanggulangan pandemi COVID-19 di Indonesia. Kegiatan tersebut akan difokuskan terhadap kegiatan pengkajian dan persiapan sebelum pembangunan fisik dikerjakan, walaupun pembangunan wahana penunjang yang telah dimulai sebelum 2020 akan tetap dilanjutkan.[13] Pada September 2020, Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan bahwa pemindahan ibu kota ditunda karena pemerintah perlu menangani pandemi COVID-19.[14] Pembangunan infrastruktur dasar di sekitar ibu kota baru masih berlangsung.[14] TanggapanSekjen Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani serta dosen Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyebutkan perlunya disahkan undang-undang agar keputusan pemerintahan Joko Widodo menjadi mengikat dan tidak diubah oleh presiden selanjutnya. Pada saat ini, posisi Jakarta sebagai ibu kota didasarkan pada UU 29/2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.[8] Sultan Adji Muhammad Arifin, pemimpin Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, merasa bersyukur dengan pemindahan ibu kota negara dikarenakan wilayah tersebut merupakan tempat berdirinya Kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan dengan bukti sejarah tertua di Indonesia.[15] Ekonom senior, Emil Salim mempertanyakan proses pemindahan ibu kota dari Jakarta yang dianggap justru akan meninggalkan masalah banjir dan macet yang semestinya dapat diselesaikan dengan solusi konkret tanpa memerlukan pemindahan besar-besaran yang membutuhkan banyak dana.[16] Kelompok pemerhati lingkungan Greenpeace Indonesia mengkritisi rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan yang dapat mengancam kelestarian hutan hujan Kalimantan sebagai "paru-paru dunia" dan ekosistem langka, termasuk spesies orang utan.[17][18] Risiko kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan sebagai dampak kerusakan alam di wilayah ibu kota baru juga menjadi pertimbangan serius bagi pemerhati lingkungan.[19][20][21] Partai Gerindra juga memberi respons negatif atas urgensi dari rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur sebagai sebuah "pemborosan" semata demi pencitraan politik dan menambah beban negara kepada swasta dan asing.[22][23] Politisi PKS Mardani Ali Sera mempermasalahkan rencana keterlibatan pihak asing dalam pengarahan proses pembentukan ibu kota baru, dengan berpendapat bahwa kemampuan para ahli dalam negeri sudah cukup untuk membangun ibu kota negaranya sendiri.[24] Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengkritisi penyediaan luas wilayah untuk ibu kota baru yang dinilai boros lahan.[25] Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI pada Agustus 2019, 95,7% responden dari Jakarta menyatakan penolakannya terhadap rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur.[26] Lihat pulaReferensi
Pranala luar |