Pembunuhan keluarga Tsutsumi Sakamoto atau pembunuhan keluarga Sakamoto (Bahasa Inggris: Sakamoto family murder, aksara Kanji: 坂本堤弁護士一家殺害事件, aksara Kana Furigana: さかもとつつみべんごしいっかさつがいじけん, peromawian bahasa Jepang: Sakamoto Tsutsumi Bengoshi Ikka Satsugai Jiken) adalah peristiwa nahas yang terjadi pada tahun 1989 di mana beberapa orang petinggi pelaksana tugas dari pengikut aliran Aum Syinrikyo telah diduga kuat membunuh seorang pengacara berusia 33 tahun bernama Tsutsumi Sakamoto dan juga membunuh istri dan anaknya sekaligus di sebuah satuan tempat kediaman yang ditinggali di Kota Yokohama, Prefektur Kanagawa, Jepang.[1][2] Pada tahun 1996, peristiwa nahas tersebut mulai diketahui pasti di tengah-tengah khalayak umum setelah keputusan akhir telah dibulatkan dengan menyatakan bahwa aliran kepercayaan Aum Syinrikyo telah dinyatakan sebagai tersangka atas tindakan pembunuhan pada saat itu.[3]
Pemicu peristiwa pembunuhan
Tsutsumi Sakamoto, seorang pengacara yang tergabung ke dalam sebuah badan nir-hukum di kota Yokohama pernah menjadi seorang narasumber saat tengah diwawancarai seorang wartawati [4] yang berbincang-bincang tentang perpindahan aliran kepercayaan sang anak menjadi penganut Aum Syinrikyo di mana ibunya adalah seorang pendeta. Tsutsumi Sakamoto mengutuk keras keberadaan Aum Syinrikyo, hal tersebut terbukti dengan didirikannya perhimpunan yang dinamai sebagai Persatuan Korban-Korban Aum Syinrikyo (Kanji: オウム真理教被害者の会 ōmushinrikyō higaisha no kai).
Pada tanggal 31 Oktober 1989, bujukan Tsutsumi Sakamoto terhadap pemimpin aliran kepercayaan Aum Syinrikyo yaitu Syoko Asahara agar memasrahkan hasil uji darah mengenai "kemahamampuan istimewa" yang dimiliki itu benar atau sebaliknya sebagaimana dakwaan yang pernah dinyatakan oleh pemimpin Aum Syinrikyo tersebut berhasil dilakukan. Pemimpin Aum Syinrikyo itu tidak pernah memerlihatkan tanda-tanda ketidaklaziman yang ada pada dirinya hingga hal demikian jelas menjadi aib dan pencemaran nama baik baginya dan juga bagi aliran kepercayaan Aum Syinrikyo bentukannya. Pada bulan itu juga, ada sebuah rekaman yang diperdengarkan oleh PT. Penyiaran Tokyo yang berisikan sebuah wawancara bernarasumberkan Tsutsumi Sakamoto yang berkaitan dengan upayanya dalam menyingkirkan keberadaan Aum Syinrikyo. Namun, diam-diam rupanya pihak PT. Penyiaran Tokyo pun menunjukkan hasil rekaman gambar dan suara tentang wawancara bernarasumberkan pihak Aum Syinrikyo tanpa sepengetahuan Tsutsumi Sakamoto, hal demikian melanggar kerahasiaan sumber. Orang-orang bagian dari Aum Syinrikyo langsung mendesak keras pihak PT. Penyiaran Tokyo agar rekaman gambar dan suara tentang penyiaran kegiatan wawancara yang sudah direncanakan itu tidak jadi dilangsungkan.
Beberapa hari setelahnya―tepatnya pada tanggal 3 November 1989, segelintir anggota Aum Syinrikyo merencanakan balas dendam terhadap Tsutsumi Sakamoto dengan cara berangkat menuju kota Yokohama tempat tinggalnya Tsutsumi Sakamoto. Terdapat beberapa orang yang terlibat, di antaranya seorang kepala pakar ilmiah bernama Hideo Murai, seseorang yang mahir gerakan kebeladirian bernama Satoro Hasyimoto, Tomomasa Nakagawa dan Kazuaki Okazaki. Beberapa orang tersebut membawa sejenis tas kecil, alat penyuntikan lapisan bawah kulit yang banyak hingga berjumlah 14 buah dan berbekal kalium klorida. Berdasarkan penyampaian suatu pernyataan tersumpah di tempat pengadilan tertentu, para pelaku tersebut hendak menggunakan zat-zat kimiawi agar bisa menyandera Tsutsumi Sakamoto di sebuah pangkalan kereta api Syinkansen di kota Yokohama. Alhasil, tidak seperti yang diharapkan karena rupanya hari itu adalah hari libur resmi kebudayaan atau hari libur resmi Bunka No Hi, sudah barangtentu bahwa Tsutsumi Sakamoto sedang berlibur di rumah dengan keluarganya.
Pada jam 3 dini hari, pelaku-pelaku tersebut mulai menyusup ke satuan tempat kediaman yang ditinggali keluarga Tsutsumi Sakamoto melalui salah satu pintu yang tidak terkunci. Ini berakibat dengan semakin gampangnya pelaku-pelaku tersebut memasuki kamar tidur keluarga Tsutsumi Sakamoto dan berakhir dengan tewasnya ketiga orang yang sudah berkeluarga tersebut. Tsutsumi Sakamoto terkena hantaman palu di kepalanya, istrinya yang bernama Satoko Sakamoto (坂本都子 Sakamoto Satoko, usia 29 tahun) telah dikeroyok hingga tewas dan sang buah hati bernama Tatsuhiko Sakamoto yang saat itu baru menginjak usia 14 bulan tewas akibat para pelaku memasukkan cairan obat berupa kalium klorida ke dalam badan sang buah hati dengan jarum lalu wajah sang buah hati terselangkup dengan salah satu jenis pakaian. Bahkan, sempat-sempatnya para pelaku memasukkan cairan obat berupa kalium klorida ke dalam badan Tsutsumi Sakamoto dan istrinya dengan jarum di saat mereka berdua tengah sengsara akibat rasa sakit yang tidak terperikan. Sang istri tewas akibat racun yang ditimbulkan kalium klorida. Hal sebaliknya dialami Tsutsumi Sakamoto yang tidak langsung tewas akibat penyebaran racun kalium klorida, melainkan akibat dalam keadaan terbebang atau dicekik. Mayat ketiga orang sekeluarga tersebut dibuang ke dalam tong besi logam dan mayat mereka bertiga yang dibuang ke dalam tong besi logam itu diselundupkan ke arah tiga daerah dusun secara terpisah yang termasuk pada tiga prefektur yang berbeda-beda pula (Mayat Tsutsumi Sakamoto dibawa ke prefektur Niigata, mayat Satoko Sakamoto dibawa ke prefektur Toyama dan mayat Tatsuhiko Sakamoto dibawa ke prefektur Nagano) supaya pihak badan keamanan pemerintahan tidak mengira adanya timbal-balik keterkaitan antara ketiga mayat tersebut. Para pelaku membakar kain alas tempat tidur milik mereka sekeluarga dan melempar jauh barang-barang perlengkapan milik mereka sekeluarga ke arah perairan laut. Gigi dari ketiga mayat tersebut dihantam sampai jatuh hancur agar bisa menghalangi rangkaian tindakan dalam mengetahui pasti pengenalan jati diri mereka bertiga. Jasad mereka bertiga tidak dapat ditemukan sampai ketika para pelaku mengungkapkan letak tempatnya setelah para pelaku tersebut berhasil diringkus setelah diduga kuat keterkaitannya terhadap kejadian serangan gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo yang terjadi pada tahun 1995.